RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH PALANGKA RAYA, 12 FEBRUARI 2008

SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN
KALIMANTAN TENGAH DI PALANGKA RAYA TAHUN 2008

Keberadaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah mengudang pro kontra di kalangan masyarakat. Persoalan juga terjadi dikalangan Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota terkait dengan perizinan yang telah dikeluarkan. Permasalahan yang timbul mencoba diakomodasi lewat Seminar Nasional dengan tema : Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kalimantan Tengah pada tanggal 12 Februari 2008 di GPU Tambun Bungai Palangka Raya, menghadirkan para pakar, praktisi, peneliti, Guru Besar, Mahasiswa baik dari PTS maupun PTN, perwakilan Masyarakat, NGO dengan jumlah peserta ± 400 orang, dengan uraian berikut :

A. Nara Sumber
1. Bapak Gubernur Kalimantan Tengah;
2. Bapak Direktur Jenderal Perkebunan;
3. Deputi Senior Gubernur BI;
4. Deputi Seswapres`Bidang Ekonomi;
5. Bapak Bungaran Saragih;
6. Bapak Ir. Iyung Pahan, MM
7. GAPKI;
8. PPKS Medan;
9. Abednego Tarigan (Sawit Watch Indonesia);
10. Deuxiemin Kusumadewi (RSPO Lianson Office);
11. Pokja Sawit;
12. Sidik R. Usup (LMMDD-KT)
B. Masing-masing Judul Materi :
a. Menuju Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit yang menguntungkan bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah oleh Ir. Iyung Pahan, MM;
b. Pola Kemitraan dalam Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit : antara konsep dan implementasi oleh Prof. Dr. Sukartawi, M.Sc;
c. Prospek dan Tantangan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia oleh GAPKI Pusat;
d. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Pembangunan Daerah oleh Abed Nego Tarigan (Sawit Watch);
e. Menuju Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan oleh Deuxiemin Kusumadewi (RSPO Laison Officer);
f. Pengelolaan Sawit Berbasis Indikator Lokal Pokja Sawit Multipihak;
g. Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah oleh Drs. Sidik R Usup, MS (LMMDD-KT).


RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN
DI KALIMANTAN TENGAH PALANGKA RAYA, 12 FEBRUARI 2008

A. PENGANTAR
1. Selama ini sawit dan produk turunannya lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Kecenderungan kedepan kebutuhan untuk konsumsi tersebut semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan tingkat kemakmuran. Saat ini dan masa akan datang, CPO dikembangkan untuk menjadi energi alternatif yang bersifat ramah lingkungan (energi hijau);
2. Meningkatnya permintaan CPO dunia akhir-akhir ini baik untuk kebutuhan konsumsi maupun kebutuhan energi biofuel, menyebabkan usaha perkebunan Kelapa Sawit semakin diminati oleh para investor. Dengan peningkatan trend permintaan dan harga CPO tersebut, pengembangan perkebunan sawit untuk masa mendatang akan semakin menarik. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luasan areal sebesar 6,78 juta hektar dan produksi CPO sebanyak 17,37 juta ton. Total ekspor CPO dan turunannya pada Tahun 2007 sebesar 11 juta ton dengan nilai US$ 6,2 milyar;
3. Meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap CPO, diikuti oleh meningkatnya standar mutu sosial dan lingkungan dari produk kelapa sawit tersebut. Pada tingkat lebih tinggi,berkembang desakan kuat dari pasar global, bagaimana mewujudkan konsep sawit berkelanjutan. Karena itulah saat ini berkembang berbagai inisiatif global untuk merespons keinginan mewujudkan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan tersebut diantaranya berupa penerapan prinsip dan kreteria Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan dalam hal ini perlu segera disosialisasikan kepada masyarakat dan pengusaha perkebunan kelapa sawit;
4. Besarnya permintaan pasar dan diikuti dengan dukungan pemerintah terhadap kegiatan investasi perkebunan, menyebabkan usaha perkebunan Kelapa Sawit telah berkembang pesat, termasuk di Provinsi Kalimantan Tengah. Pengembangan perkebunan Kelapa Sawit pada saat ini, selain membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional, regional serta lokal, juga diikuti dengan dampak negative dari aspek sosial dan lingkungan;
5. Di Kalimantan Tengah, sedang terjadi pergeseran budaya masyarakat dari budaya memungut menjadi budaya menaman perlu dikawal dengan baik. Pada dasarnya perkebunan sawit dengan investasi besar dan pengelolaan yang intensif dan hal ini berbeda dengan kebanyakan perkebunan masyarakat yang kurang intensif pengelolaannya. Tetapi di sisi lain, masyarakat ingin meningkatkan taraf hidupnya dari sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka dan sumberdaya alam yang tersedia tersebut pada saat ini relatif terbatas, Perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan, namun juga perlu transfer pengetahuan kepada masyarakat;
6. Namun demikian, idealnya pembangunan perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan adalah pemba¬ngunan perkebunan yang berkelanjutan dan memiliki daya saing global pada seluruh subsistem penyusunnya, serta dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak, utamanya masyarakat setempat. Pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan pada dasarnya juga memperhatikan aspek lingkungan berpijak pada interaksi 3 P yakni, Profit, People dan Planet.


B. PERMASALAHAN
Pemain kunci/pemangku kepentingan (stakeholders) perkebunan sawit yakni Investor/Manajemen perusahaan, Masyarakat sekitar dan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah, Pemerintah Pusat dan Konsumen, memiliki keinginan untuk membangun perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan dan berkelanjutan bagi setiap stakeholder, tetapi dalam prosesnya, pencapaian keinginan tersebut belum memenuhi harapan yang maksimal. Masalah-masalah yang dialami oleh masing-masing stakeholders tersebut adalah sebgai berikut :
I. Investor/Manajemen Perusahaan :
1. Kesulitan mendapatkan lahan yang sesuai karena tidak sesuai dengan RTRWP dan areal KPP/KPPL sudah habis teralokasi;
2. Biaya investasi semakin mahal karena biaya kompensasi lahan garapan semakin meningkat karena klaim lahan yang sama bisa dilakukan berkali-kali;
3. Sarana dan prasarana yang masih kurang memadai (jalan, pelabuhan, hotel, bandara);
4. Cost of fund yang relatif mahal dibandingkan dana dari luar negeri;
5. Kenaikan upah minimum propinsi yang tidak proposional dengan produktivitas kerja serta ketersediaan tenaga kerja lokal yang trampil masih sangat sedikit;
6. Pasar untuk produk industri hilir relatif kecil di Kalteng sehingga lebih ekonomis membangunan industri hilir di wilayah pemasaran (Jawa);
7. Belum semua Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang telah operasional melaksanakan kemitraan dengan masyarakat di sekitar kebun.

II. Masyarakat Sekitar :
1. Kompensasi lahan garapan dirasakan tidak fair, ada praktik intimidasi dan tidak melibatkan seluruh keluarga/ahli waris;
2. Kurang mendapat kesempatan untuk diperkerjakan di perkebunan karena alasan budaya perladangan berpindah sangat berbeda dengan budaya perkebunan;
3. Pembukaan lahan hutan menjadi perkebunan menyebabkan perubahan budaya masyarakat sekitar yang bergantung dari mata pencaharian hasil hutan (rotan, damar, menangkap ikan, dan binatang buruan lain);
4. Hanya pengusaha besar (pendatang) yang memiliki kemampuan finansial dalam membangun perkebunan besar, sehingga pengusaha daerah merasa terpinggirkan dan menjadi penonton di kampung sendiri;
5. Kesepakatan waktu pengelolaan yang diminta perusahaan dalam perjanjian kemitraan tidak dipahami merata;
6. Kurang memperoleh penjelasan secara transparan dari Pemerintah tentang proses pemberian ijin dan pembukaan perkebunan kelapa sawit di daerahnya.
III. Pemda Kalteng :
1. Sebagian investor sudah diberikan izin lokasi tetapi tidak ada progres proyek perkebunan. Ada indikasi izin lokasi kelapa sawit dan dipindah tangankan;
2. Investor tidak berkontribusi dalam pembagian dana PPh pribadi ke Pemda Kalteng karena domisilnya tidak terdaftar di Kalteng;
3. Pengajuan ijin lokasi investor di luar areal KPP/KPPL RTRWP Kalteng;
4. Pembangunan jalan dan pelabuhan menggunakan dana pusat (APBN);
5. Pembangunan kebun menimbulkan gesekan dengan masyarakat sekitar;
6. Kurangnya keterbukaan atau transparansi kepada masyarakat dari Pemerintah Kabupaten/Kota pada masalah perijinan.

IV. Pemerintah Pusat :
1. Tingginya harga Minyak Kelapa Sawit menyebabkan harga minyak goreng menjadi mahal dan meningkatkan inflasi;
2. Penguasaan perusahaan asing terhadap aset strategis perkebunan nasional semakin meningkat;
3. Lemahnya koordinasi, pembinaan dan pengawasan yang terkait dengan kebijakan makro serta masih terjadinya kebijakan yang tidak bersinergi antar Departemen.

V. Konsumen :
1. Produk Minyak Kelapa Sawit diproduksi tidak ramah lingkungan (emisi karbon dari lahan gambut, asap, pembukaaan high conservation value forest, mengancam habitat satwa dilindungi seperti orang utan dll);
2. Mahalnya harga CPO menyebabkan naiknya harga-harga produk turunannya, sehingga menyebabkan kesulitan konsumen, khususnya masyarakat untuk membeli produk tersebut.

C. REKOMENDASI

Rekomendasi Umum

Rekomendasi umum yang muncul dalam seminar ini merupakan rekomendasi-rekomendasi yang bersifat paling mendasar bagi terwujudnya perkebunan sawit berkelanjutan di Kalteng. Rekomendasi itu adalah :
1. Perlu segera membuat aturan dan kebijakan di Kalteng untuk mendorong implementasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi azas manfaat, azas keadilan, dan asas saling menguntungkan. Aturan ini akan merupakan aturan main dan rambu-rambu bagi perbaikan kondisi perkebunan yang sudah ada dan untuk mengurangi dampak negatif pengembangan perkebunan-perkebunan baru;
2. Penyelesaian RTRWP merupakan langkah penting yang menjadi landasan, baik alokasi lahan maupun pola perencanaan pengembangan kebun dan industrinya, serta pengembangan kebun masyarakat;
3. Penangguhan sementara pemberian perizinan baru bagi perkebunan untuk memberikan waktu bagi penyelesaian masalah-masalah lapangan yang terjadi saat ini.

D. Rekomendasi Teknis
Rekomendasi teknis yang muncul dalam seminar adalah merupakan turunan teknis dari rekomendasi-rekomendasi umum diatas. Rekomendasi itu adalah sebagai berikut :
1. Perlu dibangunnya kebun sawit rakyat bersama dengan perkebunan besar swasta, dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan dengan pendampingan dan pengawasan oleh pemerintah setempat;
2. Secara garis besar strategi utama pengembangan klaster kelapa sawit Kalteng untuk memenuhi harapan para pemangku kepentingannya dapat dilakukan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi, perluasan basis produksi, intensifikasi pajak, sertifikasi kriteria RSPO dan implementasi CSR oleh perusahaan;
3. Pemerintah diharapkan membuat mekanisme insentif bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melaksanakan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan baik, termasuk melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR) dan sebaliknya memberikan disinsentif bagi yang tidak melaksanakannya;
4. Sosialisasi program pengembangan perkebunan kelapa sawit (termasuk program revitalisasi perkebunan untuk komoditas kelapa sawit) khususnya untuk masyarakat;
5. Perlu evaluasi pelaksanaan kajian lingkungan (ANDAL, RKL, RPL), peningkatan kapasitas pelaksana studi dan penilai. Secara umum memperketat pengawasan pelaksanaan aturan-aturan lingkungan hidup;
6. Penerapan Praktek Pertanian yang baik (Good Agricultural Practices) perlu dike depankan dalam konteks persaingan global. Salah satu aspek yang penting adalah diperlukan adanya penyediaan benih dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup baik untuk perkebunan besar maupun masyarakat;
7. Pembangunan dan pengembangan infrastruktur berupa jalan sangat berperan dalam mendukung transportasi produk kebun dan turunannya, menuju ke tempat pelabuhan pengapalan. Seiring dengan peningkatan luasan kebun dan produksi, untuk masa depan perlu dirancang adanya pelabuhan samudra. Selama ini, pengapalan produksi hanya tergantung pelabuhan sungai yang kapasitas muatnya sangat terbatas;
8. Diperlukan adanya pengaturan hukum yang jelas dalam bentuk peruntukkan tanah (Perda) guna mengatur tentang hak dan kewajiban teknis yang berpihak kepada masyarakat dengan tetap memperhatikan kepentingan investor sehingga tercipta kepastian hukum yang saling menguntungkan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan;
9. Setiap pemberian ijin pembukaan perkebunan kelapa sawit mewajibkan kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk terlebih dahulu melakukan sosialisasi akan dibukanya perkebunan, di wilayah dimaksud;

E. PENUTUP

Untuk mewujudkan semua rekomendasi diatas, sudah saatnya semua pemangku kepentingan utama (Pemerintah, PBS, masyarakat) untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi dan kerjasama yang baik untuk mewujudkan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Hasil-hasil seminar, perlu ditindaklanjuti dalam serangkaian kegiatan kongkrit yang melahirkan kebijakan, perencanaan dan perbaikan teknis pengelolaan perkebunan di Kalimantan Tengah.

Catatan :
1. Masalah hukum adat perlu dimuat di dalam hasil rumusan yang dibuat dalam 1 (satu) point tersindiri;
2. Rumusan sementara ini digantikan dengan pokok pikiran sambil rumusan tersebut berproses untuk menerima masukan.
3. Masukan Gubernur Kalimantan Tengah untuk hasil Seminar Nasional :
• Seminar ini merupakan langkah awal sebagai dasar untuk langkah-langkah selanjutnya;
• Masyarakat adat, budaya lokal, dan lembaga masyarakat agar diperhatikan;
• Perlu dibuat Rancangan Perda selanjutnya menjadi Perda yang mengatur Perkebunan kelapa sawit;
• Perlu kesungguhan pemerintah dalam pengaturan perkebunan di Kalimantan Tengah yang menyangkut pengeluaran perizinan;
• Penyelesaian tingkat Kabupaten/Kota belum maksimal sehingga menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi.

Jika ada masukan dari peserta, bisa dikirimkan ke Alamat Email :
aerlynova@yahoo.com dan adijaya_unpar@yahoo.co.id
Panitia Seminar Nasional

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH PALANGKA RAYA, 12 FEBRUARI 2008"

Posting Komentar