ASAL USUL DAN KELOMPOK SUKU BANGSA DAYAK

Pendahuluan
Kiriman 1
Abi Zakky Setiawan (Peneliti budaya )menulis pada 21 Mei 2009 jam 8:25
Suku Bakumpai atau Dayak Bakumpai adalah subetnis rumpun Dayak Ngaju yang mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai Barito di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yaitu dari kota Marabahan, Barito Kuala sampai kota Puruk Cahu, Murung Raya. Suku Bakumpai berasal bagian hulu dari bekas Distrik Bakumpai sedangkan di bagian hilirnya adalah pemukiman orang Barangas (Baraki). Sebelah utara (hulu) dari wilayah bekas Distrik Bakumpai adalah wilayah Distrik Mangkatip (Mengkatib) merupakan pemukiman suku Dayak Bara Dia atau Suku Dayak Mangkatip. Suku Bakumpai maupun suku Mangkatip merupakan keturunan suku Dayak Ngaju dari Tanah Dayak.
Menurut situs "Joshua Project" suku Bakumpai berjumlah 41.000 jiwa.
Populasi suku Bakumpai di Kalimantan Selatan pada sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik berjumlah 20.609 jiwa. Di Kalimantan Selatan, suku Bakumpai terbanyak terdapat di kabupaten Barito Kuala sejumlah 18.892 jiwa (tahun 2000).
Kabupaten yang terdapat suku Bakumpai :
Barito Kuala (kecamatan Bakumpai, Tabukan dan Kuripan)
Barito Selatan
Barito Utara
Murung Raya
Katingan, berupa enclave
Sebagian suku Bakumpai bermigrasi dari hulu sungai Barito menuju hulu sungai Mahakam, yaitu ke Long Iram, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Hampir seluruh suku Bakumpai beragama Islam dan relatif sudah tidak nampak religi suku seperti pada kebanyakan suku Dayak (Kaharingan). Upacara adat yang berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan lama, misalnya ritual "Badewa" dan "Manyanggar Lebu".

Menurut Tjilik Riwut, Suku Dayak Bakumpai merupakan suku kekeluargaan yang termasuk golongan suku (kecil) Dayak Ngaju. Suku Dayak Ngaju merupakan salah satu dari 4 suku kecil bagian dari suku besar (rumpun) yang juga dinamakan Dayak Ngaju (Ot Danum).

Mungkin adapula yang menamakan rumpun suku ini dengan nama rumpun Dayak Ot Danum. Penamaan ini juga dapat dipakai, sebab menurut Tjilik Riwut, suku Dayak Ngaju merupakan keturunan dari Dayak Ot Danum yang tinggal atau berasal dari hulu sungai-sungai yang terdapat di kawasan ini, tetapi sudah mengalami perubahan bahasa. Jadi suku Ot Danum merupakan induk suku, tetapi suku Dayak Ngaju merupakan suku yang dominan di kawasan ini.


Silsilah suku Bakumpai;

Suku Dayak (suku asal), terbagi suku besar (rumpun):
Dayak Laut (Iban)
Dayak Darat
Dayak Apo Kayan / Kenyah-Bahau
Dayak Murut
Dayak Ngaju / Ot Danum, terbagi 4 suku kecil:
Dayak Maanyan
Dayak Lawangan
Dayak Dusun
Dayak Ngaju, terbagi beberapa suku kekeluargaan :
Dayak Bakumpai
dan lain-lain
Perbandingan hubungan suku Bakumpai dengan suku Dayak Ngaju, seperti hubungan suku Tengger dengan suku Jawa. Suku Dayak Ngaju merupakan suku induk bagi suku Bakumpai.

Organisasi suku Bakumpai yaitu "Kerukunan Keluarga Bakumpai" (KKB), merupakan partai lokal Kalimantan pada pemilu 1955.
[sunting] Populasi Suku Bangsa Bakumpai
Populasi suku Bakumpai diperkirakan sebagai berikut :

20.609 di Propinsi Kalimantan Selatan (BPS - sensus th. 2000)
20.000 di Propinsi Kalimantan Tengah
1.000 di Propinsi Kalimantan Timur (Long Iram, Kutai Barat)
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Bakumpai di Kalimantan Selatan berjumlah 20.609 jiwa, yang terdistribusi pada beberapa kabupaten dan kota, yaitu :

32 jiwa di kabupaten Tanah Laut
397 jiwa di kabupaten Kota Baru (termasuk Tanah Bumbu)
34 jiwa di kabupaten Banjar
18.892 jiwa di kabupaten Barito Kuala
12 jiwa di kabupaten Tapin
3 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Selatan
23 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Tengah
42 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Utara (termasuk Balangan)
41 jiwa di kabupaten Tabalong
1.048 jiwa di kota Banjarmasin
85 jiwa di kota Banjarbaru

[sunting] Tokoh-tokoh dan peranan
Panglima Wangkang, panglima Dayak di Barito Kuala dalam Perang Banjar.
Pambakal Kendet(Damang Kendet), ayah dari Panglima Wangkang, pejuang melawan terhadap kolonial Belanda di daerah Bakumpai, Barito Kuala.
Tumenggung Surapati, adalah Panglima Dayak dari garis keturunan Dayak Siang yang menumpas Belanda dan menenggelamkan kapal Perang Onrust di desa Lontotur, Barito Utara. Tumenggung Surapati adalah penerus perjuangan dalam perang Banjar dibawah pimpinan Pangeran Antasari, tetapi Perang yang dipimpin Surapati jauh lebih dahsyat dengan apa yang lebih dikenal Perang Barito tahun 1896 (...)Bangkai kapal perang Onrust masih ada sebagai bukti dari sejarah perlawanan orang-orang Dayak di bumi Kalimantan.
KH. Hassan Basri, Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia, berasal dari suku bakumpai, dari orang tua yang bersal dari Muara Teweh ( Kalimanatan Tengah) dan Marabahan (Kalimantan Selatan).
Secara etimologis, bakumpai adalah julukan bagi suku dayak yang mendiami daerah aliran sungai barito. bakumpai berasal dari kata ba (dalam bahasa banjar yang artinya memiliki) dan kumpai yang artinya adalah rumput.

dari julukan ini, dapah dipahami bahwa suku ini mendiami wilayah yang memiliki banyak rumput. menurut legenda, bahwa asal muasal suku dayak bakumpai adalah dari suku dayak ngaju yang akhirnya berhijrah ke negeri yang sekarang disebut dengan negeri marabahan.

Pada mulanya mereka menganut agama nenek moyang yaitu kaharingan, hal ini dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti suku dayak lainnya. kemudian mereka menjumpai akan wilayah itu seorang yang memiliki kharismatik, seorang yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi rumput. orang tersebut tidak lain adalah nabiyullah Khidir as. di dalam cerita mereka kemudian masuk agam islam dan berkembang biaklah mereka menjadi suatu suku. suku bakumpai adalah julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar agam di suatu daerah dengan gurunya khidir, maka tumbuhlah rumput dari daratan tersebut, sehingga kemudian mereka dikenal dengan suku bangsa bakumpai.


Suku dayak bakumpai dahulunya memiliki suatu kerajaan yang lebih tua dibandingkan dengan kerajaan daerah banjar, akan tetapi karena daya magis yang luar biasa akhirnya kerajaan ini berpindah ke sungai barito dan rajanya dikenal dengan nama datuk barito.

Dari daerah marabahan ini mereka menyebar ke aliran sungai barito. dari cerita rakyat, bahwa ada suatu daerah di kabupaten murung raya yaitu muara untu pada mulanya hanyalah suatu hutan belantara yang dikuasai oleh bangsa jin bernama untu. kemudian ada dari suku bakumpai yang hijrah kesana dan mendiami daerah tersebut yang bernama Raghuy. sampai sekarang jika ditinjau dari silsilah orang yang mendiami muara untu, mereka menamakan moyang mereka Raguy.




Abi Zakky Setiawan menulispada 21 Mei 2009 jam 8:33
Suku Dayak Ngaju adalah suku yang mengunakan bahasa Ngaju yaitu Bahasa yang dituturkan oleh suku besar Dayak Ngaju dan suku-suku lainnya di Propinsi kalimantan Tengah.Suku Dayak Ngaju menempati DAS Sungai Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya, seruyan dan Barito.Jumlah Penggunanya lebih dari 1.000.000 orang termasuk di dalamnya dialek bakumpai,mengkatip dan Mendawai.

Menurut Tjilik Riwut, termasuk dalam pengguna bahasa ini adalah 54 anak suku, Termasuk di dalamnya Arut, Balantikan, kapuas, Rungan, Manuhing, Katingan, Saruyan, Mentobi, Mendawai, Bara-dia, Bara-Nio, Bara-ren, Mengkatip, Bukit, Baranggas, dan Bakumpai. Untuk beberapa suku yang beliau masukan dalam suku dayak ngaju ini, termasuk 4 yang terakhir perlu pengkajian lagi. Karena Suku-suku ini kemudian dimasukan oleh beberapa peneliti, kedalam suku Bakumpai / bahasa Bakumpai sebagai etnis tersendiri.
Silsilah suku Bakumpai;
Suku Dayak (suku asal), terbagi suku besar (rumpun):
Dayak Laut (Iban)
Dayak Darat
Dayak Apo Kayan / Kenyah-Bahau
Dayak Murut
Dayak Ngaju / Ot Danum, terbagi 4 suku kecil:
Dayak Maanyan
Dayak Lawangan
Dayak Dusun
Dayak Ngaju, terbagi beberapa suku kekeluargaan :
Dayak Bakumpai
dan lain-lain
Perbandingan hubungan suku Bakumpai dengan suku Dayak Ngaju, seperti hubungan suku Tengger dengan suku Jawa. Suku Dayak Ngaju merupakan suku induk bagi suku Bakumpai.
Organisasi suku Bakumpai yaitu "Kerukunan Keluarga Bakumpai" (KKB), merupakan partai lokal Kalimantan pada pemilu 1955.
[sunting] Populasi Suku Bangsa Bakumpai
Populasi suku Bakumpai diperkirakan sebagai berikut :

20.609 di Propinsi Kalimantan Selatan (BPS - sensus th. 2000)
20.000 di Propinsi Kalimantan Tengah
1.000 di Propinsi Kalimantan Timur (Long Iram, Kutai Barat)
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Bakumpai di Kalimantan Selatan berjumlah 20.609 jiwa, yang terdistribusi pada beberapa kabupaten dan kota, yaitu :

32 jiwa di kabupaten Tanah Laut
397 jiwa di kabupaten Kota Baru (termasuk Tanah Bumbu)
34 jiwa di kabupaten Banjar
18.892 jiwa di kabupaten Barito Kuala
12 jiwa di kabupaten Tapin
3 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Selatan
23 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Tengah
42 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Utara (termasuk Balangan)
41 jiwa di kabupaten Tabalong
1.048 jiwa di kota Banjarmasin
85 jiwa di kota Banjarbaru

[sunting] Tokoh-tokoh dan peranan
Panglima Wangkang, panglima Dayak di Barito Kuala dalam Perang Banjar.
Pambakal Kendet(Damang Kendet), ayah dari Panglima Wangkang, pejuang melawan terhadap kolonial Belanda di daerah Bakumpai, Barito Kuala.
Tumenggung Surapati, adalah Panglima Dayak dari garis keturunan Dayak Siang yang menumpas Belanda dan menenggelamkan kapal Perang Onrust di desa Lontotur, Barito Utara. Tumenggung Surapati adalah penerus perjuangan dalam perang Banjar dibawah pimpinan Pangeran Antasari, tetapi Perang yang dipimpin Surapati jauh lebih dahsyat dengan apa yang lebih dikenal Perang Barito tahun 1896 (...)Bangkai kapal perang Onrust masih ada sebagai bukti dari sejarah perlawanan orang-orang Dayak di bumi Kalimantan.
KH. Hassan Basri, Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia, berasal dari suku bakumpai, dari orang tua yang bersal dari Muara Teweh ( Kalimanatan Tengah) dan Marabahan (Kalimantan Selatan).
Secara etimologis, bakumpai adalah julukan bagi suku dayak yang mendiami daerah aliran sungai barito. bakumpai berasal dari kata ba (dalam bahasa banjar yang artinya memiliki) dan kumpai yang artinya adalah rumput.

dari julukan ini, dapah dipahami bahwa suku ini mendiami wilayah yang memiliki banyak rumput. menurut legenda, bahwa asal muasal suku dayak bakumpai adalah dari suku dayak ngaju yang akhirnya berhijrah ke negeri yang sekarang disebut dengan negeri marabahan.

Pada mulanya mereka menganut agama nenek moyang yaitu kaharingan, hal ini dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti suku dayak lainnya. kemudian mereka menjumpai akan wilayah itu seorang yang memiliki kharismatik, seorang yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi rumput. orang tersebut tidak lain adalah nabiyullah Khidir as. di dalam cerita mereka kemudian masuk agam islam dan berkembang biaklah mereka menjadi suatu suku. suku bakumpai adalah julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar agam di suatu daerah dengan gurunya khidir, maka tumbuhlah rumput dari daratan tersebut, sehingga kemudian mereka dikenal dengan suku bangsa bakumpai.
Suku dayak bakumpai dahulunya memiliki suatu kerajaan yang lebih tua dibandingkan dengan kerajaan daerah banjar, akan tetapi karena daya magis yang luar biasa akhirnya kerajaan ini berpindah ke sungai barito dan rajanya dikenal dengan nama datuk barito.

Dari daerah marabahan ini mereka menyebar ke aliran sungai barito. dari cerita rakyat, bahwa ada suatu daerah di kabupaten murung raya yaitu muara untu pada mulanya hanyalah suatu hutan belantara yang dikuasai oleh bangsa jin bernama untu. kemudian ada dari suku bakumpai yang hijrah kesana dan mendiami daerah tersebut yang bernama Raghuy. sampai sekarang jika ditinjau dari silsilah orang yang mendiami muara untu, mereka menamakan moyang mereka Raguy.




Abi Zakky Setiawan menulispada 16 Juni 2009 jam 0:33
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-rumpun. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-rumpun, kelompok suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak); pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari. Perkampungan Dayak biasanya disebut lewu/lebu, sedangkan perkampungan kelompok suku-suku Melayu disebut benua/banua. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda, tetapi di daerah perkampungan suku-suku Melayu tidak ada sistem kepemimpinan adat kecuali raja-raja lokal.

Menurut Prof. Lambut dari Univesitas Lambung Mangkurat, secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :

Dayak Mongoloid
Dayak Malayunoid
Dayak Autrolo-Melanosoid
Dayak Heteronoid

Pada tahun 1858 digunakan oleh Belanda sebagai bahasa Pengantar Injil di Pulau kalimantan bagian Selatan, terutama oleh Zending-zending Protestan. Sampai dengan saat ini menjadi bahasa utama dalam jemaat Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)di Kalimantan tengah dan Kalimantan selatan.

Suku Dayak Ngaju saat ini sudah banyak yang memeluk Agama Modern yaitu Islam dan Kristen, disamaping agama asli Kaharingan. Penduduk yang beragama islam umumnya menempati daerah pantai dan Pinggiran Sungai seperti Kapuas, Pulangpisau, Sampit, Kuala Pembuang, Sebagau dan katingan. Sedangkan Yang beragama kristen dan kaharingan umumnya pada daerah yang lebih kedarat.

Umumnya masyarakat kalimantan tengah dapat memahami Bahasa ini dan saat ini telah diajarkan di sekolah negeri sebagai bahasa daerah / muatan lokal.

Tokoh-tokoh Nasional dan Daerah yang Berbahasa Dayak Ngaju antara lain :

Tjilik Riwut, Ngaju Katingan
H. Assan, Ngaju mentaya
Reinout Silvanus
Haji Sabran Ahmad, Ngaju Kapuas
Haji Asmawi A. Ghani, Bakumpai
A.Dj Nihin
K.H.Hasan Basri, Bakumpai
Agustin Teras Narang, Ngaju Kapuas

Cerita asal usul alam semesta oleh Samsul Rizal

Penulisan ini di posting ulang oleh Thomas Wanly
Palangka Raya 20 Juni 2009

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH PALANGKA RAYA, 12 FEBRUARI 2008

SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN
KALIMANTAN TENGAH DI PALANGKA RAYA TAHUN 2008

Keberadaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah mengudang pro kontra di kalangan masyarakat. Persoalan juga terjadi dikalangan Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota terkait dengan perizinan yang telah dikeluarkan. Permasalahan yang timbul mencoba diakomodasi lewat Seminar Nasional dengan tema : Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kalimantan Tengah pada tanggal 12 Februari 2008 di GPU Tambun Bungai Palangka Raya, menghadirkan para pakar, praktisi, peneliti, Guru Besar, Mahasiswa baik dari PTS maupun PTN, perwakilan Masyarakat, NGO dengan jumlah peserta ± 400 orang, dengan uraian berikut :

A. Nara Sumber
1. Bapak Gubernur Kalimantan Tengah;
2. Bapak Direktur Jenderal Perkebunan;
3. Deputi Senior Gubernur BI;
4. Deputi Seswapres`Bidang Ekonomi;
5. Bapak Bungaran Saragih;
6. Bapak Ir. Iyung Pahan, MM
7. GAPKI;
8. PPKS Medan;
9. Abednego Tarigan (Sawit Watch Indonesia);
10. Deuxiemin Kusumadewi (RSPO Lianson Office);
11. Pokja Sawit;
12. Sidik R. Usup (LMMDD-KT)
B. Masing-masing Judul Materi :
a. Menuju Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit yang menguntungkan bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah oleh Ir. Iyung Pahan, MM;
b. Pola Kemitraan dalam Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit : antara konsep dan implementasi oleh Prof. Dr. Sukartawi, M.Sc;
c. Prospek dan Tantangan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia oleh GAPKI Pusat;
d. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Pembangunan Daerah oleh Abed Nego Tarigan (Sawit Watch);
e. Menuju Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan oleh Deuxiemin Kusumadewi (RSPO Laison Officer);
f. Pengelolaan Sawit Berbasis Indikator Lokal Pokja Sawit Multipihak;
g. Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah oleh Drs. Sidik R Usup, MS (LMMDD-KT).


RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN
DI KALIMANTAN TENGAH PALANGKA RAYA, 12 FEBRUARI 2008

A. PENGANTAR
1. Selama ini sawit dan produk turunannya lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Kecenderungan kedepan kebutuhan untuk konsumsi tersebut semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan tingkat kemakmuran. Saat ini dan masa akan datang, CPO dikembangkan untuk menjadi energi alternatif yang bersifat ramah lingkungan (energi hijau);
2. Meningkatnya permintaan CPO dunia akhir-akhir ini baik untuk kebutuhan konsumsi maupun kebutuhan energi biofuel, menyebabkan usaha perkebunan Kelapa Sawit semakin diminati oleh para investor. Dengan peningkatan trend permintaan dan harga CPO tersebut, pengembangan perkebunan sawit untuk masa mendatang akan semakin menarik. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luasan areal sebesar 6,78 juta hektar dan produksi CPO sebanyak 17,37 juta ton. Total ekspor CPO dan turunannya pada Tahun 2007 sebesar 11 juta ton dengan nilai US$ 6,2 milyar;
3. Meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap CPO, diikuti oleh meningkatnya standar mutu sosial dan lingkungan dari produk kelapa sawit tersebut. Pada tingkat lebih tinggi,berkembang desakan kuat dari pasar global, bagaimana mewujudkan konsep sawit berkelanjutan. Karena itulah saat ini berkembang berbagai inisiatif global untuk merespons keinginan mewujudkan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan tersebut diantaranya berupa penerapan prinsip dan kreteria Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan dalam hal ini perlu segera disosialisasikan kepada masyarakat dan pengusaha perkebunan kelapa sawit;
4. Besarnya permintaan pasar dan diikuti dengan dukungan pemerintah terhadap kegiatan investasi perkebunan, menyebabkan usaha perkebunan Kelapa Sawit telah berkembang pesat, termasuk di Provinsi Kalimantan Tengah. Pengembangan perkebunan Kelapa Sawit pada saat ini, selain membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional, regional serta lokal, juga diikuti dengan dampak negative dari aspek sosial dan lingkungan;
5. Di Kalimantan Tengah, sedang terjadi pergeseran budaya masyarakat dari budaya memungut menjadi budaya menaman perlu dikawal dengan baik. Pada dasarnya perkebunan sawit dengan investasi besar dan pengelolaan yang intensif dan hal ini berbeda dengan kebanyakan perkebunan masyarakat yang kurang intensif pengelolaannya. Tetapi di sisi lain, masyarakat ingin meningkatkan taraf hidupnya dari sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka dan sumberdaya alam yang tersedia tersebut pada saat ini relatif terbatas, Perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan, namun juga perlu transfer pengetahuan kepada masyarakat;
6. Namun demikian, idealnya pembangunan perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan adalah pemba¬ngunan perkebunan yang berkelanjutan dan memiliki daya saing global pada seluruh subsistem penyusunnya, serta dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak, utamanya masyarakat setempat. Pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan pada dasarnya juga memperhatikan aspek lingkungan berpijak pada interaksi 3 P yakni, Profit, People dan Planet.


B. PERMASALAHAN
Pemain kunci/pemangku kepentingan (stakeholders) perkebunan sawit yakni Investor/Manajemen perusahaan, Masyarakat sekitar dan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah, Pemerintah Pusat dan Konsumen, memiliki keinginan untuk membangun perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan dan berkelanjutan bagi setiap stakeholder, tetapi dalam prosesnya, pencapaian keinginan tersebut belum memenuhi harapan yang maksimal. Masalah-masalah yang dialami oleh masing-masing stakeholders tersebut adalah sebgai berikut :
I. Investor/Manajemen Perusahaan :
1. Kesulitan mendapatkan lahan yang sesuai karena tidak sesuai dengan RTRWP dan areal KPP/KPPL sudah habis teralokasi;
2. Biaya investasi semakin mahal karena biaya kompensasi lahan garapan semakin meningkat karena klaim lahan yang sama bisa dilakukan berkali-kali;
3. Sarana dan prasarana yang masih kurang memadai (jalan, pelabuhan, hotel, bandara);
4. Cost of fund yang relatif mahal dibandingkan dana dari luar negeri;
5. Kenaikan upah minimum propinsi yang tidak proposional dengan produktivitas kerja serta ketersediaan tenaga kerja lokal yang trampil masih sangat sedikit;
6. Pasar untuk produk industri hilir relatif kecil di Kalteng sehingga lebih ekonomis membangunan industri hilir di wilayah pemasaran (Jawa);
7. Belum semua Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang telah operasional melaksanakan kemitraan dengan masyarakat di sekitar kebun.

II. Masyarakat Sekitar :
1. Kompensasi lahan garapan dirasakan tidak fair, ada praktik intimidasi dan tidak melibatkan seluruh keluarga/ahli waris;
2. Kurang mendapat kesempatan untuk diperkerjakan di perkebunan karena alasan budaya perladangan berpindah sangat berbeda dengan budaya perkebunan;
3. Pembukaan lahan hutan menjadi perkebunan menyebabkan perubahan budaya masyarakat sekitar yang bergantung dari mata pencaharian hasil hutan (rotan, damar, menangkap ikan, dan binatang buruan lain);
4. Hanya pengusaha besar (pendatang) yang memiliki kemampuan finansial dalam membangun perkebunan besar, sehingga pengusaha daerah merasa terpinggirkan dan menjadi penonton di kampung sendiri;
5. Kesepakatan waktu pengelolaan yang diminta perusahaan dalam perjanjian kemitraan tidak dipahami merata;
6. Kurang memperoleh penjelasan secara transparan dari Pemerintah tentang proses pemberian ijin dan pembukaan perkebunan kelapa sawit di daerahnya.
III. Pemda Kalteng :
1. Sebagian investor sudah diberikan izin lokasi tetapi tidak ada progres proyek perkebunan. Ada indikasi izin lokasi kelapa sawit dan dipindah tangankan;
2. Investor tidak berkontribusi dalam pembagian dana PPh pribadi ke Pemda Kalteng karena domisilnya tidak terdaftar di Kalteng;
3. Pengajuan ijin lokasi investor di luar areal KPP/KPPL RTRWP Kalteng;
4. Pembangunan jalan dan pelabuhan menggunakan dana pusat (APBN);
5. Pembangunan kebun menimbulkan gesekan dengan masyarakat sekitar;
6. Kurangnya keterbukaan atau transparansi kepada masyarakat dari Pemerintah Kabupaten/Kota pada masalah perijinan.

IV. Pemerintah Pusat :
1. Tingginya harga Minyak Kelapa Sawit menyebabkan harga minyak goreng menjadi mahal dan meningkatkan inflasi;
2. Penguasaan perusahaan asing terhadap aset strategis perkebunan nasional semakin meningkat;
3. Lemahnya koordinasi, pembinaan dan pengawasan yang terkait dengan kebijakan makro serta masih terjadinya kebijakan yang tidak bersinergi antar Departemen.

V. Konsumen :
1. Produk Minyak Kelapa Sawit diproduksi tidak ramah lingkungan (emisi karbon dari lahan gambut, asap, pembukaaan high conservation value forest, mengancam habitat satwa dilindungi seperti orang utan dll);
2. Mahalnya harga CPO menyebabkan naiknya harga-harga produk turunannya, sehingga menyebabkan kesulitan konsumen, khususnya masyarakat untuk membeli produk tersebut.

C. REKOMENDASI

Rekomendasi Umum

Rekomendasi umum yang muncul dalam seminar ini merupakan rekomendasi-rekomendasi yang bersifat paling mendasar bagi terwujudnya perkebunan sawit berkelanjutan di Kalteng. Rekomendasi itu adalah :
1. Perlu segera membuat aturan dan kebijakan di Kalteng untuk mendorong implementasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi azas manfaat, azas keadilan, dan asas saling menguntungkan. Aturan ini akan merupakan aturan main dan rambu-rambu bagi perbaikan kondisi perkebunan yang sudah ada dan untuk mengurangi dampak negatif pengembangan perkebunan-perkebunan baru;
2. Penyelesaian RTRWP merupakan langkah penting yang menjadi landasan, baik alokasi lahan maupun pola perencanaan pengembangan kebun dan industrinya, serta pengembangan kebun masyarakat;
3. Penangguhan sementara pemberian perizinan baru bagi perkebunan untuk memberikan waktu bagi penyelesaian masalah-masalah lapangan yang terjadi saat ini.

D. Rekomendasi Teknis
Rekomendasi teknis yang muncul dalam seminar adalah merupakan turunan teknis dari rekomendasi-rekomendasi umum diatas. Rekomendasi itu adalah sebagai berikut :
1. Perlu dibangunnya kebun sawit rakyat bersama dengan perkebunan besar swasta, dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan dengan pendampingan dan pengawasan oleh pemerintah setempat;
2. Secara garis besar strategi utama pengembangan klaster kelapa sawit Kalteng untuk memenuhi harapan para pemangku kepentingannya dapat dilakukan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi, perluasan basis produksi, intensifikasi pajak, sertifikasi kriteria RSPO dan implementasi CSR oleh perusahaan;
3. Pemerintah diharapkan membuat mekanisme insentif bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melaksanakan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan baik, termasuk melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR) dan sebaliknya memberikan disinsentif bagi yang tidak melaksanakannya;
4. Sosialisasi program pengembangan perkebunan kelapa sawit (termasuk program revitalisasi perkebunan untuk komoditas kelapa sawit) khususnya untuk masyarakat;
5. Perlu evaluasi pelaksanaan kajian lingkungan (ANDAL, RKL, RPL), peningkatan kapasitas pelaksana studi dan penilai. Secara umum memperketat pengawasan pelaksanaan aturan-aturan lingkungan hidup;
6. Penerapan Praktek Pertanian yang baik (Good Agricultural Practices) perlu dike depankan dalam konteks persaingan global. Salah satu aspek yang penting adalah diperlukan adanya penyediaan benih dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup baik untuk perkebunan besar maupun masyarakat;
7. Pembangunan dan pengembangan infrastruktur berupa jalan sangat berperan dalam mendukung transportasi produk kebun dan turunannya, menuju ke tempat pelabuhan pengapalan. Seiring dengan peningkatan luasan kebun dan produksi, untuk masa depan perlu dirancang adanya pelabuhan samudra. Selama ini, pengapalan produksi hanya tergantung pelabuhan sungai yang kapasitas muatnya sangat terbatas;
8. Diperlukan adanya pengaturan hukum yang jelas dalam bentuk peruntukkan tanah (Perda) guna mengatur tentang hak dan kewajiban teknis yang berpihak kepada masyarakat dengan tetap memperhatikan kepentingan investor sehingga tercipta kepastian hukum yang saling menguntungkan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan;
9. Setiap pemberian ijin pembukaan perkebunan kelapa sawit mewajibkan kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk terlebih dahulu melakukan sosialisasi akan dibukanya perkebunan, di wilayah dimaksud;

E. PENUTUP

Untuk mewujudkan semua rekomendasi diatas, sudah saatnya semua pemangku kepentingan utama (Pemerintah, PBS, masyarakat) untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi dan kerjasama yang baik untuk mewujudkan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Hasil-hasil seminar, perlu ditindaklanjuti dalam serangkaian kegiatan kongkrit yang melahirkan kebijakan, perencanaan dan perbaikan teknis pengelolaan perkebunan di Kalimantan Tengah.

Catatan :
1. Masalah hukum adat perlu dimuat di dalam hasil rumusan yang dibuat dalam 1 (satu) point tersindiri;
2. Rumusan sementara ini digantikan dengan pokok pikiran sambil rumusan tersebut berproses untuk menerima masukan.
3. Masukan Gubernur Kalimantan Tengah untuk hasil Seminar Nasional :
• Seminar ini merupakan langkah awal sebagai dasar untuk langkah-langkah selanjutnya;
• Masyarakat adat, budaya lokal, dan lembaga masyarakat agar diperhatikan;
• Perlu dibuat Rancangan Perda selanjutnya menjadi Perda yang mengatur Perkebunan kelapa sawit;
• Perlu kesungguhan pemerintah dalam pengaturan perkebunan di Kalimantan Tengah yang menyangkut pengeluaran perizinan;
• Penyelesaian tingkat Kabupaten/Kota belum maksimal sehingga menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi.

Jika ada masukan dari peserta, bisa dikirimkan ke Alamat Email :
aerlynova@yahoo.com dan adijaya_unpar@yahoo.co.id
Panitia Seminar Nasional

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

ORGANISASI RAKYAT

ORGANISASI RAKYAT


1. Empat Unsur Gerakan

Perjuangan Rakyat berhenti bila tidak ada organisasi sebagai sebagai penggerak perjuangan. Utuk mencapai tujuan-tujuan perjuangan nya, kaum rakyat mutlak harus membuat dan memperjuangkan organisasi sebagai penggerak perjungan. Perjungan tanpa organisasi tidak akan berhasil.Organisasi rakyat harus dibangun oleh petani sendiri, masyarakat adapt sendiri mualai dari hingga besar,mulai dari sedikit hingga banyak,mulai dari persoalan kecil hingga besar,dan seterus nya.

Organisasi rakyat membutuhkan orang-orang(rakyat) yang mengapdikan diri nya utuk berjuang,orang-orang inilah yang disebut kader.Tanpa kader organisasi akan mandul,tidak akan mampu menjadi penggerak perjungan. Organisasi rakyat,tidak cukup hanya dengan tujuan perjuangan yang jelas ,organisasi yang bergerak terus, dan kader yang tangguh. Satu unsure pokok yang lainya adalah massa.Tanpa massa semua itu cuma perjungan untuk diri sendiri.Massa adalah ibu dari tujuan perjuangan,organisasi,dan kader itu sendiri.

Empat kesatuan yang akan menjamin perjungan rakyat:
■ Tujuan perjungan Rakyat yang jelas,
■ Organisasi rakyat yang bergerak terus,
■ Kader yang tangguh,dan
■ Massa rakyat yang menyatu.

2. Tingkatan Organisani Rakyat

Oganisasi rakyat merupakan kekuatan yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Perjuangan kepentingan rakyat.Perjungan kepentingan rakyat tidak akan ada henti-hentinya.Sebab,musuh tidak akan henti-hentinya mengancam dan menindas kepetingan rakyat. Perjungan kepentingan,juga tidak hanya terbatas pada satu wilayah desa saja.Sebab,musuh juga bergerak cecaranasional bahkan internasional.Perjungan rakyat harus menjadi gerakan besar.Dengan berdasar/berbasis di desa-desa hingga seluruh Indonesia.Karena itu,organisasi rakyat yang sejati harus juga dibangun dari kecil hingga besar,dan dari local hingga nasional.

Organisasi rakyat harus bertingkat.Tingkat paling dasar adalah organisasi local.Organisasi local merupakan dasar /pondasi organisasi.Organisasi-organisasi local lalu bersatu dalam organisasi massa rakyat wilayah.Kemudian,organisasi-organisasi massa rakyat wilayah (missal:Barito Utara dan wilayah kalteng)bersatu hingga menjadi organisasi massa rakyat pusat(nasional).

a.Organisasi Rakyat Lokal
Organisasi local adalah kumpulan kader-kader rakyat pada tingkat yang paling bawah.Masalah-masalah kongkrit yang di hadapi oleh rakyat adalah pada tingkat local.Karena itu,perjungan rakyat adalah tingkat local.karena,itu perjuangan rakyat yang mendesak ada pada tingkat local.Masalah-masalah kongkrit di lapangan selalu datang.Karena itu,kader-kader rakyattingkat local selalu mengorganisir diri dalam suatu kesatuan yang disebut organisasi.

Paling tidak,organisasi local dipimpin oleh seorang pimpinan yang di dampingi oleh seorang seketaris.Pengaturan-pengaturan segala sesuatu bisa ditentukan secara musyawarah dalam pertemuan-pertemuan yang di selenggarakan secara rutin dan terus-menerus.Pada organisasi local,disebabkan antara kader dengan massa..kader adalah orang-orang terpilih karena pengapdianya pada perjungan dan mempunyai keahlian khusus yang berguna dalam perjuangan .sedangkan massa adalah rakyat yang mengalami penindasan/pemerasan dari musuh-musuh rakyat.Kader jumlahnya jauh lebuh sedikit dari massa .Organisasi-organisasi tingkat lokal rakyat seperti:Kelompok petani rotan,Kelompok petani beje,Kolompok Usaha Bersana(KUB)dan lain sebagainya.

Tugas Organisasi local adalah melakukan :

• Perjungan-perjungan massa dengan aksi kongkrit ditingkat local.Perjungan yang ditunjukan secara langsung dan nyata membelah massa rakyat.Seperti,menolak penggusuran hak-hak kelola hutan gambut.
• Melakukan perjungan perubahan kebijakan politik local mengenai ekonomi-politik agar kepentingan rakyat lebih menjamin.Misal nya memproses aparat pemerintah karena mengijinkan modal besar mengambil wilayah-wilayah kelola rakyat di hutan gambut,menuntut pihak-pihak social budaya orang local (Dayak Ngaju), pengakuan tanah adat,dan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi rakrat koban PT.HGU.
• Melakukan pendidikan langsung pada kaum rakyat.
• Mempengaruhi pendapat umum di tibgkat desa mengenai masalah-masalah rakyat dan perjuangan kaum rakyat

b.Organisasi massa rakyat wilayah


Oganisasi massa rakyat wilayah merupakan kumpulan kader-kader terpilih dari organisasi-organisasi local, karena pengapdian nyadalam berorganisasi. Organisasi massa rakyat wi;ayah berbasiskan organisasi-organisasi local. Organisasi massa rakyat wilayah di bentuk ketika basis-basis di organisasi local telah kuat.organisasi-organisasi Rakyat di tingkat wilayah, bisa lingkup di kabupaten kapuas,Barito selatan,Pulang pisau,dan Kalimantan tengah. Seperti:Aliansa Masyarakat Adat Kalimantan Tengah, Aliansa Rakyat Pengelola Gambut (ARPAG), SErikat Petani Pasudan.

Tugas pokok organisasi massa rakyat wilyah adalah:
•Melakukan aksi-aksi massa pada tingkat wilayah, yang secara langsung membela kepentingan rakyat.
•Memperjuangkan kebutuhan kebijakan pemerintah pada tigkat wilyah, agar kepentingan rakyat lebih terjamin.
•Melakukan pendidikanbagi kader-lader organisasi local dan pembinaan organisasi local secara langsung .
•Membuat dan mengatur kerjasama dengan organisasi (kelompok) dari sector lain, demi menyonsong organisasi maupun local organisasi massa rakyat wilayah sendiri.
•Mempengaruhi pendapat umum di tingkat wilayah mengenai masalah-masalah rakyat dan perjuangan kepentingan rakyat.

c.Organisasi massa rakyat pusat (Nasional)

Organisasi massa rakyat pisat (nasional) merupakan persatuan dari berbagai massarakyat wilayah.organisasi massa rayat terpusat merupakan kumpulan kader-keder terpilih organisasi massa nelayan.Wilayah karena pengapdianya dan kemampuanya. Organisasi massa rakyat pusat di bentuk kalau organisasi massa rakyat wilayah telah berdiri dan kuat. Organisasi rakyat di tingkat Nasional seperti: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Federasi Petani Tugas pokok organisasi massa rakyat adalah:
• Melakukan aksi-aksi massa pada tingkat nasional (pusat) yang secara langsung membelah kepentingan nelayan.
• Memperjuangkan perubahan kebijakan-kebijakan politik pemerintah pusatmengenai ekonomi-politik pertanian agar kepentingan rakyat terjamin.
• Melakukan pendidikan-pendidikan kadre rakyat tingkat pusat.
• Mempengaruhi pendapat umum di tingkat nasional mengenaimasalah-mesalah dan perjuangan kepentingan rakyat.
• Melakukan kerja sama dengan organisasi (kelompok-kelompok)dan sector lainya –baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

3.Pemimpin Organisasi Rakyat

Dalam organisasi, pemimpin mempunyai peran yangb penting. Pemimpin adalah orang yang dipilih oleh anggota untuk mengarahkan jalanya perjuangan. Anggota memilih seseorang menjadi pemimpin harus karena orang tersebut memang telah teruji pengapdian dan kemampuanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Akses tanah ; Hak,Konflik dan kerja sama

Akses tanah ; Hak,Konflik dan kerja sama

Deforestasi,kebakran hutan,pembalakan liar dan konplik tanah dengan masyarakat adat seringkali merupakan masalah utama dalam pengelolaan sumber daya hutan.Banyak pengamat/peneliti menghubungkan masalah ini dengan isu penguasaan tanah ,namun hanya sedikit riset yang menyediakan analisis terperinci mengenai KOMPETISI klaim hak akses dan penguasaan tanah hutan.sumber utama dari kompetisi klaim ini dikarenakan kurangnya kejelasan legitimasi dari kebijakan penguasaan tanah (Negara).
Legilitas mengacu kepada kesesuaian dengan hak dan prinsip konstitusi,sementara legitimasi memacu kepda keterlibtan penuh dari pihak-pihak yang berkepentingan diskusi dan pembaharuan legal.
Konflik penguasaan tanah muncul dari persepsi dan interpretasi yang berbeda yang dimiliki masyarakat terhadap hak mereka atas tanah dan sumberdaya hutan.Tidak seperti prosedur lain yang hanya mengidentivikasi sistim penguasaan tanah seadanya dan konflik umum saja
Metode Rapid Land Tenure Assessment (RaTA) dalam program pengelolaan Hutan dan Lahan di Indonesia secara ADIL & Efisien dan berkesinambungan mengacu pada pemahaman penguasaan tanah secara ringkas yaitu menyelidi KOMPETISI klaim antara berbagai pihak yang berkepentingan karena kompetisi klaim ini sering kali berhubungn dengan tumpang tindih kebijakan penguasaan tanah (Negara),yang berkembang akibat sejarah waktu yang berbeda dan untuk berbagai tujuan yang berbeda.

Sepuluh sumber Kompetisi klaim atas penguasaan tanah :
1 Sejarah perubahan pemerintah dari masyarakat lokal menjadi gabungan dukungan terhadap penguasa lokal dan control pihak luar untuk kepentingan ekonomi dan politik Negara ,menuju Negara kesatuan dengan hokum yang formal,telah menyebabkan kerumitan penuntutan hak terhadap berbagai bagian dari bentang lahan.
2 Dualisme system penguasaan antara peraturan resmi pemerintah/positip (tidak sepenuhnya dipahami dan dilaksanakan)dan Klaim inpormal atau hokum adapt tidak pernah di selesaikan.
3 Perselisihan batas tanah karena status penguasaan /pengelolaan yang tidak jelas atau persepsi yang berbeda dari penguasaan tanah.
4 Tumpang tindih hak oleh pihak yang berbeda untuk tanah yang sama karena perbedaan tujuan ,kepentingan dan kewenangan dari berbagai departemen pemerintah atau dibawah rezim yang berbeda .
5 Kurangnya pengakuan terhadap hukum adat/hak informal dalam proyek pembangunan pemerintah.
6 Catatan pendaftaran tanah yang tidk jelas dan penguasaan beberapa pihak dengan SERTIFIKAT penguasaan tanah yang sama.
7 Pertanian komersial /tanaman monokultur yang meningkat dan penggunaan tanah yang ekstensif yang menyebabkan persaingan akses tanah.
8 Ketidak merataan penguasaan tanah ,dihubungkan dengan jurang kemiskinan yang ekstrim dan peluang akses yang hilang ,menyebabkan persaingan yang sengit atas kepemilikan tanah.
9 Migrasi dan kembalinya populasi yang diakibatkan oleh konflik dari peperangan atau tranmigrasi yang diPAKSA kan oleh proyek pemerintah.
10 Perpindahan penduduk ke wilayah yang dihuni masyarakat dengan sistim penguasaan tanah s etempat,menyebabkan Konflik dan kesalahpahaman terhadap peraturan tentang akses tanah dan terbukanya peluang bagi pihak yang menjual klaim tidak sah atas tanah.

Tujuan RaTA dan kerangka Kerja Analisis

RaTA bertujuan untuk mencari dan mengungkapkan kompetisi klaim historis dan legal antar berbagai pihak yang berkompetisi yang berpegangan kepada hak dan kepentingan yang berbeda.
Lima tujuan di gunakan untuk menangani konflik penguasaan tanah ,diantaranya pemahaman umum tentang tanah dan konflik,analisis pemangku kepentingan ,berbagai bentuk dari klaim historis dan legal,keterkaitan dari klaim ini dengan kebijakan dan (adat) hokum pertanahan,dan mekanisme dari penyelesaian konflik.

Tujuan dari riset RaTA ;

1 Mengambarkan keterkaitan umum dari tanah dan konflik terhadap keadaan tertentu ;politik,ekonomi lingkungan dsbnya.
Pertanyaanya; Kapankah konflik itu muncul ?
Bagaimana konflik tanah itu terjadi ?
Bagaimana gambaran pemicu yang menyebabkan konflik tanah ?

2 Mengidentipikasi dan menganalisis pemangku kepentingan
Pertanyaanya; Aktor manakah yang terlibat langsung atau mempengaruhi pihak lain
Dalam konflik ini ?
Bagaimana pihak yang berkepentingan berkompetisi,berinteraksi dan
Berhubungan satu sama lain ?

3 Mengidentivikasikan berbagai bentuk dari klaim histories dan legal oleh pe
Mangku kepentingan .
Pertanyaanya ;Jenis bukti seperti apa yang mereka gunakan atau pertimbangkan seb
Agai hal yang diterima untuk membuktikan sebagai klaim ?
Apakah mereka percaya bahwa kepentingan dan hak atas tanah mere
Ka dapat dilakukan ?
Apakah mereka mengetahui lembaga /organisasi legal yang melindu
Ngi mereka ?

4 Mengidentivikasi dan menganalisis hubungan antara berbagai klaim terhadap
Kebijakan dan hokum adat pertanahan.
Pertanyaanya ;Apa Hukum (Adat) resmi dan rezim kebijakan mengenai perihal perta
Nahan dan penguasaan ?
Apakah pemegang hak memiliki dukungan dari kebijakan yang ada ?
Apakah ada kebijakan dan perundang-undangan yang tumpang tindih
5 Mengertikan pilihan kebijakan /intervensi untuk mekanisme penyelesaian
Konflik
Pertanyaanya;Apakah ada kebijakan untuk mengelola atau menyelesaikan perselisih
An tanah ?
Jenis penyelesaian konflik apa yang perlu disampaikan ?
Intervensi tingkat apa yang diperlukan ?




Berkeadilan dan Efisiensi dalam pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan

Makna khusus untuk berkeadilan :
1 Perintah moral ; mereka yang secara efektip menjaga hutan dalam satu bentang lahan ,patut mendapatkan penghargaan.
2 Pengentasan kemiskinan merupakan tujuan utama dari perkembangan millennium (MDG) dengan mengamanatkan pada pendekatan yang berpihak pada masyarakat kecil/miskin
3 Menghindari konflik,memberi insentip dan memberi hukuman kepada perusak hutan
4 Memberikan penghargaan kepada masyarakat setempat yang melakukan pengelolaan lahan secara tradisional (kearipan lokal)

Makna khusus untuk Efisiensi ;
1 Memaksimalkan rehabilitasi lahan pada kondisi yang benar-benar terancam
Seperti lahan gambut
2 Pasar yang menentukan harga ‘tepat” = “Adil” jika terlepas dari monopoli
3 Kita harus menunjukan keberhasilan dalam rehabilitasi untuk mempertahankan dukungan masyarakat.
4 Bekerja sama dengan ahli dari luar /pihak ketiga untuk mendapat kan informasi yang dapat dipercaya.


Untuk study Kasus ;Di Balik Kabut Gunung Halimun Salak 113.357 hektar yang ditetapkan sebagai Taman Nasional tahun 2003 oleh pemerintah ,
Padahal disitu sekitar 15000 hektar di klaim sebagai konsesi pertambangan ,usaha perkebunan dan infrastruktur pembangunan.
Di lain pihak masyarakat adat juga mengklaim berdasarkan sejarah,mata pencaharian dan legalitas adat yang sudah dikuasai sebelum jaman Belanda menetapkan sebagai tanah Negara.
Alasan pemerintah menetapkan nya sebagai hutan konsevasi /hutan lindung Bukit Halimun karena kekayaan ekosistem dan fungsi hidrologisnya semata dan Masyarakat Mau di kemanakan ?


Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber dan dari hasil pelatihan FESERLUI (Program pengurangan Emisi yang Adil , Efisien dan Berkesinambungan di lahan Indonesia)
Hotel Dandang Tingang 10 – 12 maret 2009 .by THOMAS.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Deklarasi Rakyat Kalimantan.

Deklarasi
Rakyat Kalimantan.

Berdasarkan hasil semiloka .Yang membahas berbagai masalah Kalimantan yaitu strategi percepatan pembamgunan Kalimantan terpadu dan berkelanjutan.Setelah mendengarkanpaparan berbagai pakar yang meliputi kerusakan lingkungan dan sumber daya alam,kemiskinan dan sumber daya manusia.demokrasi dan masyarakat sipil otonomi daerah ,pemekaran,perbatasan dan pembangunan kawasan serta kebudayaan,hukum,dan adat.
Bertolak dari materi semiloka tersebut diatas dan mendengarkan aspirasi peserta semiloka maka kami susun pernyataan sikap ini yang kami sebut DEKLARASI RAKYAT KALIMANTAN ,dengan ini kami menuntut ;

1. Agar hubungan pusat dan wilayah pulau Kalimantan termasuk perimbangan keuang
an pusat dan Kalimantan agar dialokasi dengan dasar pembagian 50 : 50; mengingat
Rakyat Kalimantan adalah yang memiliki kekayaan alam.

2. Agar pemerinmtah memberikan otonomi khusus bagi Kalimantan sehingga rakyat d
at mengatur,mengelola,dan memamfaatkan sumber daya alamyang dimilikinya bagi
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
3 Agar moratorium eksplotasi sumber daya alam Kalimantan khususnya pengelolaan
hutan dan pertambangan sampai waktu yang ditentukan kemudian.Moratorium ini
penting untuk revitalisasi,rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam demi keseja
teraan rakyat dan pelestarian lingkungan hidup.
4 Agar pemberian ijin investasi dari dalam dan luar negeri,melibat kan pemerintah dae
rah dan masyarakat lokal
5 Agar pemerintah kabupaten /kota membuat peraturan daerah yang melindungi hak
masyarakat adapt
6 Agar dibuat payung hukum berkenaan dengan perbatasan dan pengelolaanya serta di
buat rencana induk daerah perbatasan.
7. Agar dibut suatu system pembangunan terpadu wilayah Kalimantan ,khususnya dibid
ang transportasi teradu
8. Agar terciptanya pemekaran daerah yang melahirkan pusat-pusat pertumbuhan baru
yang berorientasi pada kesejahteraan da memperpendek rentang kendali pelyanan
public.
Disamping itu pemekaran diharapkan juga dapat membuka isolasi daerah-daerah
terpencil
9. Agar pemerintah merubah pradikma dalam memandang masalah kemiskinan,pendid
ikan dan kesehatan sebagai fenomena yang saling terkait ,dan tidak lagi dipandang
sebagai objek pembangunan semata;
10 Agar kaukus DPD RI kalimantan turut mengawali tiap-tiap tuntutan kami tersebut di
atas.
11 Sehubungan dengan itu ,maka kami juga menuntut agar kewenanga legislasi DPD
RI disamakan dengan kewenanga DPR RI.



Banjarmasin ,24 juni 2007
Deklarator

Gerakan Nasional Jaring Politisi & Pemimpin Bersih. Kaukus Kalimantan DPD RI
Ketua Umum Koordinator

SULKAN.SH Prof.Dr. KMA Usop MA.MS

Perwakilan Kalimantan Tengah Perwakilan Kalimantan Barat

Drs. SIDIK R. USOP,MA Prof.Dr.AB.Tangdililing,MA


Perwakilan Kalimantan Timur Perwakilan Kal selatan


SONNY SEBILANG,S.Hut. Drs.Murjani M.Kes. SH.MH


Pimpinan Sidang

Prof.Dr. IBERAMSJAH MS.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sistim Hutan Kerakyatan

Sistem Hutan Kerakyatan

Pemerintah Indonesia telah menawarkan sistem hutan kemasyarakatan sejak tahun 1998, namun konsep tersebut belum mengedepankan rakyat sebagai aktor utama dalam pengelolaan hutan. Rakyat hanya diajak, dan bukan rakyat yang menentukan sistem pengelolaan hutan. Kemudian di tahun 2003, dikeluarkan kembali pencanangan social forestry oleh pemerintah, yang konsepnya tidak jauh beda dengan konsep hutan kemasyarakatan.
Selain itu, sangat banyak terdapat sistem pengelolaan hutan oleh rakyat yang ditawarkan. Misalnya Perhutani menawarkan konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, dimana masyarakat diperbolehkan melakukan penanaman tanaman semusim di sela tanaman jati, dimana arealnya masih dikelola oleh Perhutani dan masyarakat hanya ikut ‘menumpang’ di lahan tersebut.

Sistem Hutan Kerakyatan yang digagas WALHI memiliki dua kata kunci, yaitu “sistem hutan” dan “kerakyatan”. Sistem hutan untuk menggambarkan bahwa hutan bukan sekedar tegakan kayu, melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan yang terdiri dari berbagai elemen, diantaranya hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, kebun, ladang, permukiman, hutan keramat, dan banyak lagi yang tergantung komunitas dan sistem ekologinya. Kerakyatan menegaskan bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas lokal.

Sistem Hutan Kerakyatan [SHK] memiliki prinsip-prinsip di antaranya bahwa:
1. Aktor utama pengelola adalah rakyat [masyarakat lokal/masyarakat adat];
Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol secara langsung oleh rakyat bersangkutan;
2. Memiliki wilayah yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang mendukungnya;
3. Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan erat;
4. Ekosistem menjadi bagian penting dari sistem kehidupan rakyat setempat;
5. Pengetahuan lokal [indigenous knowledge] menempati posisi penting dan melandasi kebijaksanaan dan sistem pengelolaan hutan, disamping pengetahuan modern untuk memperkaya;
6. Teknologi yang dipergunakan diutamakan teknologi lokal ataupun jika bukan teknologi lokal, merupakan teknologi yang telah melalui proses adaptasi dan berada dalam batas yang dikuasai oleh rakyat;
7. Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip kelestarian [sustainability];
8. Sistem ekonomi didasarkan atas kesejahteraan bersama, dan;
9. Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya, dalam jenis dan genetis, pola budidaya dan pemanfaatan sumberdaya, sistem sosial, sistem ekonomi dan lain sebagainya.
Sistem Hutan Kerakyatan sendiri sebenarnya adalah pola-pola pengelolaan hutan yang telah sejak lama dilakukan oleh rakyat dengan aturan-aturan lokal yang disepakati bersama oleh rakyat itu sendiri [aturan adat/lokal].
Sistem Hutan Kerakyatan juga tidak mengarah hanya pada kayu, namun akan lebih pada pengembangan pengelolaan hasil hutan non kayu sebagai produk utama dari sistem hutan kerakyatan. Kalaupun akan menebang pohon, hal tersebut hanya lebih pada untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan komunitas.
Peran pemerintah dalam sistem hutan kerakyatan akan lebih pada dukungan [fasilitasi], kemitraan, pembuat kebijakan umum [prinsip-prinsip] dan pengakuan kawasan kelola rakyat.
Pengelolaan Berbasis Bioregion
Pendekatan pengelolaan berbasis bioregion diarahkan pada pengertian politis dalam mempromosikan pengembalian dan pengembangan sistem alam yang secara keseluruhan mendukung masyarakat dan alam di setiap kawasan. Hal tersebut mengarah pada:
Komitmen untuk perbaikan sistem alam
Hubungan spiritual dan budaya antara komunitas, lahan dan proses ekologi, dan
Sebagai tujuan dari kebijakan desentralisasi, pengidentifikasian sendiri dan kesetaraan sosial
Kawasan bioregion meliputi wilayah tanah dan air yang tidak dibatasi oleh batas politik, tapi dibatasi oleh geografi dari komunitas masyarakat dan sistem ekologi. Sebagai sebuah konsep, bioregion merupakan kesatuan wilayah ekosistem yang diurai sebagai berikut :
Area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, batas-batas alam terhadap aliran air, iklim, flora dan fauna tertentu.
Bioregion mengkaitkan ekosistem, geografis masyarakat dan budaya untuk mendorong ikatan sosial yang dapat meningkatkan eko-budaya yang mengakar pada suatu wilayah melebihi ikatan etnis dan birokrasi.
Batas bioregion tidak ditentukan dari “atas” karena bioregion adalah konsep ekologi dan budaya yang sudah ada beserta masyarakat yang ada di wilayah tersebut.
Dalam pengertian sebuah proses, bioregion menekankan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam harus didahului proses orientasi dan identifikasi. Melalui proses tersebut, diharapkan masyarakat bertindak arif terhadap lingkungan alam. Dan kebijakan pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam dapat mengakomodir keunikan dan karakteristik sosial-budaya setempat.
Kearifan lokal menjadi salah satu pijakan dalam merumuskan konsep bioregion. Masyarakat lokal yang menjadi bagian dan telah mengenal ekosistemnya bisa menjadi pengontrol eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan.

Berbeda dengan konsep ekoregion yang lebih menitikberatkan homogenitas komponen ekologi semata sebagai pengikat kawasan. Ruang dalam bioregion merupakan suatu homeland yang disatukan oleh interaksi dinamis dan ketergantungan komponen ekologi, sosial dan ekonomi yang memungkinkan fungsi-fungsi pendukung kehidupan suatu komunitas dapat terwadahi dan berjalan dengan baik.

Karakteristik pengelolaan bioregion paling tidak harus mencakup pelibatan para pihak [full involvement stakeholders], penerimaan masyarakat [social acceptance], informasi yang satu dan komprehensif [solid and comprehensive information], pengelolaan adaptif [adaptive management], pengembangan keahlian secara kooperatif [cooperative skills development] dan integrasi kelembagaan [institutional integration].
Kawasan bioregion yang paling luas mengacu pada sejarah pembentukan geografi Kepulauan Indonesia, yang terbagi menjadi tiga bioregion, yaitu Paparan sunda, Wallacea, dan Sahul. Kawasan bioregion yang lebih sempit mengacu pada realita geografi yang ada yaitu pulau dan perairan di sekitarnya sampai kedalaman 200 meter. Jika kedalaman laut tidak mencapai 200 meter, kriterianya adalah pad selat atau laut diambil batasan dasar laut paling dalam yang mampu dikelola. Usulan wilayah bioregion adalah Sumatera, Simeulue, Nias, Mentawai, Enggano, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Sangir Talaud, Takabone Rate, Ternate-Tidore, Ambon-Buru-Seram dan Papua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

SAREKAT HIJAU INDONESIA

SAREKAT HIJAU INDONESIA

Kajian, refleksi dan pengalaman yang panjang dalam organisasi gerakan sosial dan gerakan lingkungan di Indonesia, maka diperlukan sebuah organisasi untuk mengkonsolidasikan organisasi gerakan sosial dan lingkungan menjadi suatu gerakan politik alternatif yang berbasis massa. Gerakan bersama ini akan menjadi Partai Politik alternatif yang di dukung rakyat untuk melakukan perubahan sosial dan pembaruan ekonomi politik di Indonesia, untuk kemakmuran dan keadilan rakyat, serta lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Maka lahirlah Sarekat Hijau Indonesia, organisasi kemasyarakatan yang berbasis massa pada tanggal 6 Juli 2007 dan dideklarasikan di Jakarta oleh aktivis dan perwakilan organisasi dari 21 provinsi di Indonesia dengan latar belakang profesi dan aktivitas, antara lain: aktivis organisasi non pemerintah, mahasiswa, seniman, kader-kader SHI, akademisi dan pimpinan organisasi rakyat.
Ada lima prinsip-prinsip yang diyakini SHI, yakni: (1) Keadilan sosial, ekonomi dan budaya (2) Persatuan dan Demokrasi, (3) Solidaritas dan Keterbukaan, (4) Anti Diskriminasi Gender dan SARA, (5) Kesejahteraan dan Kelestarian Lingkungan Hidup.
SHI mempunyai visi untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur, terbebas dari segala bentuk penindasan dan penghisapan, menjamin terselenggaranya demokrasi kerakyatan, keberlanjutan lingkungan hidup, keadilan sosial serta kedaulatan dan kemandirian ekonomi.
Guna mencapai cita-cita tersebut, SHI bertekad membangun dan menggerakkan kekuatan sosial, ekonomi dan politik rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya dan melakukan perubahan kebijakan yang menjamin kesejahteraan sosial, keadilan dan keberlanjutan lingkungan hidup.
Struktur Organisasi SHI, terdiri dari : Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA), yang merupakan badan tertinggi SHI yang diberikan mandat oleh Kongres SHI; Dewan Pimpinan Pusat SHI (DPP SHI) adalah badan pelaksana organisasi di tingkat nasional yang dipimpin oleh Sekjen; Dewan Pimpinan Wilayah SHI (DPW SHI) adalah badan pelaksana ketetapan konferensi wilayah SHI di tingkat provinsi; Dewan Pimpinan Daerah SHI (DPD SHI) adalah badan pelaksana ketetapan konferensi daerah SHI di tingkat kabupaten/kota; Dewan Pimpinan Cabang SHI (DPC SHI) adalah badan pelaksana ketetapan konferensi cabang SHI di tingkat kecamatan; Dewan Pimpinan Desa/Kelurahan SHI (DPDK SHI) adalah badan pelaksana ketetapan konferensi cabang SHI di tingkat desa/kelurahan; Dewan Pimpinan Basis SHI (DPB SHI) adalah badan pelaksana ketetapan rapat umum anggota SHI di tingkat basis.

Adapun Garis-garis Besar Program SHI, sebagai berikut:
1. Melakukan pendidikan kader-kader politik kerakyatan.
2. Membangun dan memperkuat infrastruktur organisasi dari tingkat desa sampai nasional hingga konsulat di tingkat international.
3. Mengembangkan kerjasama dengan kekuatan-kekuatan gerakan politik kerakyatan dari tingkat lokal, regional, nasional dan internasional.
4. Membangun ekonomi rakyat sebagai basis kekuatan ekonomi negara dan membangun kedaulatan rakyat atas ruang dan sumber kehidupan rakyat, terkait dengan hak atas pangan, air dan energi.
5. Mengelola dan menguasai pusat informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan informasi sosial, ekonomi, hukum, politik dan teknologi informasi bagi anggota yang akan dipergunakan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat Indonesia.
6. Mengkonsolidasikan kekuatan rakyat untuk membentuk Partai Politik Hijau pada tahun 2011.

Sumber dana organisasi bersumber dari: (a) Sumbangan wajib, iuran bulanan dan sumbangan sukarela anggota; (b) Sumbangan masyarakat, swasta atau lembaga dana lainnya baik nasional maupun internasional sepanjang tidak mengikat dan tidak bersumber dari hasil korupsi, kejahatan lingkungan dan kejahatan ekonomi; (c) Usaha-usaha organisasi yang sah dan tidak bertentangan dengan visi dan misi Organisasi.
SHI memiliki garis Pembebasan Demokratik, yaitu perjuangan untuk menumbangkan kekuatan politik ekonomi yang dominan, menindas dan tidak demokratis. Berdasarkan garis perjuangan tersebut, SHI telah memiliki dan menetapkan Politik Anggaran Organisasi dalam kerangka menggerakkan organisasi dengan berlandaskan pada kekuatan dan kemandirian ekonomi basis anggota yang dilakukan secara bermartabat, adil dan anti imperialism.
Untuk itu, SHI aktif memfasilitasi anggota dalam pendidikan dan pengembangan kualitas dan kapasitas anggota dalam usaha-usaha produktif; aktif membangun jaringan ekonomi rakyat, koperasi dan perusahaan Sarekat Hijau; memfasilitasi sistem perdagangan antar anggota dan antar pulau, serta antara negara.
Kami mengajak kepada anda yang memiliki visi pembaruan dan bertekad mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera, serta kehidupan lingkungan alam yang berkelanjutan, untuk dapat bergabung bersama Sarekat Hijau Indonesia.
Kontak kami di Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat Sarekat Hijau Indonesia (DPP SHI):

Jalan Jati Padang Raya No. 5, Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan (12540), Telp/ Fax. 021-7816501
Website: www.sarekathijauindonesia.org
Kontak Sekjen: +6281511034333


BERSATU BERSAREKAT BERLAWAN

By.Thomas Wanly
(koord Politik dan Ekonomi Dewan Wilayah Kalteng)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Penyerapan Karbon oleh Tanaman Kelapa Sawit

Penyerapan Karbon oleh Tanaman Kelapa Sawit

Emisi gas rumah kaca dari penggunaan pupuk pada saat
diaplikasikan untuk pemupukan betul diserap oleh tanaman tetapi sebagian
lagi atau gas terlepas ke udara. Selama masa handling dan aplikasi pupuk
tersebut terus melepaskan gas dan bahkan pada saat ditanam/ditaburi dengan
teknis apapun gas tetap terlepas. Dalam logika anda, pohon sawit menyerap
gas tersebut. Tidak yang diserap adalah unsur nitrogen-nya bukan unsur
gasnya.

- Ilalang yang tumbuh dilahan gambut tipis atau muda, adalah carbon
stock tinggi sehingga tidak boleh dibuka atau dikonversi karena dibandingkan
kemampuan menyerap karbon satu masa tanam 25 tahun tidak akan mampu
menggantikan karbon yang terlepas akibat konversi dan pembukaan lahan gambut
tadi (net carbon loss). Bahasa yang digunakan adalah net carbon loss. Bukan
daya serap karbon. Jadi yang dibicarakan adalah lahan apa yang dikonversi
untuk sawit sebelumnya sehingga net carbon loss jelas patokannya dengan
carbon balance yang menjadi patokan saat ini. Kalau konvesi hutan alam atau
primer, net carbon loss jelas tak tergantikan sampai 3 – 4 generasi tanaman
kelapa sawit atau bisa lebih 150 tahun. Capek deh.

- Anda cek lagi subjek email ini adalah ‘Carbon balance’, bukan
daya serap karbon. Carbon balance beda dengan sequestration (penyerapan) .

- Terlalu naïf kalau mengabaikan gas methane (salah satu gas rumah
kaca) dan gas-gas rumah kaca lainnya yang bersumber dari POME (palm oil mill
effluents) dalam pengelohan TBS menjadi CPO. Kalau begitu sebaiknya jangan.

- Implikasinya adalah bila dikonversi dengan total bahan kimia
pertanian (agrochemicals) termasuk pupuk, pestisida, herbisida dan fungisida
yang jelas mengandung gas-gas berbahaya. Ambil kasar saja, total luas kebun
sawit hari ini 7.5 juta ha, total produksi CPO berkisar 18 juta ton berapa
total emisi gas rumah kaca bila dilakukan perhitungannya dengan standard
seperti yang diajukan oleh bapak Alue Dohong, Life Cycle Analysis (LCA),
mulai dari pembukaan, pengelolaan dan pemeliharaan kebun reguler,
transportasi, proses TBS dan produksi CPO dipabrik.

- Untuk sementara, abaikan faktor off-farm transportasi CPO, export
dan derivative downstream palm oil industries. Cukup dengan on-farm saja.

Beberapa riset ilmiah, terkait dengan informasi dan data diatas tersedia ada
dimana-mana, PPKS Medan mungkin salah satu dari sekian banyak referensi yang
berkepentingan dalam carbon balance tetapi carbon balance itu hanya salah
satu dari banyak emisi yang telah, sedang dan akan terus terjadi terkait
dengan ekosistem kelapa sawit

- Untuk penggunaan pupuk nitrogen pada tanaman sawit jelas sekali unsur
nitrogen itu terserap oleh tanaman, karena unsur N dibutuhkan oleh tanaman.
Mungkin yang dimaksud itu adalah emisi dari gas buang berbahan bakar fosil,
karena proses *pembakaran tidak sempurna *shg akan menghasilkan gas CO2, N,
S ke atmosfer.
- Kelapa sawit punya kapasitas menyerap carbon hanya sedikit lebih
> baik dari padang ilalang.
>
> - Kelapa sawit kemampuan menyerap carbon lebih rendah dari logged
> over forest, hutan sekunder, hutan kritis
>
> - Emisi gas rumah kaca justru paling tinggi dari aktifitas
> perkebunan dan produksi minyak sawit
>
> - Emisi gas rumah kaca yang paling berbahaya adalah penggunaan
> pupuk terutama berbasis nitrogen (19 kali lipat lebih berbahaya dari
> carbon)
>
> - Emisi gas rumah kaca paling tinggi adalah pelepasan methane dari
> pabrik pengolahan buah sawit jadi CPO
>
> Jadi, murni dari perspektif gas rumah kaca, kelapa sawit itu hanya dapat
> ditanam di padang ilalang karena potensi carbon stock (net carbon loss)
> yang
> hilang dapat diganti selama masa hidup 25 tahun pohon sawit.
>
> Tetapi bila pada ilalangnya berada ditanah gambut tipis atau muda, maka
> potensi carbon dan gas rumah kaca dari emisi akibat konversi tetap tidak
> terganti oleh 2 generasi tanam kelapa sawit.
>
> Semua baseline diatas berbeda dengan apa yang diteliti oleh PPKS Medan.
>
> PPKS Medan mungkin harus lebih jujur, akurat, lengkap dan ilmiah dalam
> menyampaikan hasil penelitian.
>
> Salam
>
> Norman Jiwan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Negara Indonesia Berbentuk Perusahaan.

Jumat, 2009 Januari 30-Jakarta.
Kolaborasi kepentingan korporasi sudah menjadi budaya kebijakan atau
bagian dari sistem kebijakan negara hari ini. Adalah Korporatokrasi
dari pendekatan ekonomi dan politik yang historis diantaranya dari sisi
sosiologis kapitalisme memerlukan wadah yang lebih struktural dan
permanen untuk lobbying. Sedangkan dari sisi politik-Korporatokr asi
merupakan wadah, yang biasa saja diluar struktur negara, yang dapat
menjamin keditaktoran kelas kapitalis; dan dibedakan dengan
korporatisme yang merupakan ruang didalam struktur negara. Demikian,
Danial Indra Kusuma dalam Jurnal Tanah Air edisi Januari 2009
dipresentasikan dalam diskusi Bulanan yang diselenggarakan oleh WALHI (
Jumat, 30-01-09).

Lebih lanjut cengraman Modal terhadap Negara Indonesia Menurut Arianto
Sangaji telah ada di era kolonialisme Indonesia; pra kemerdekaan, orde
baru dan reformasi. Awal merebaknya sejumlah pemodal ber-investasi di
Indonesia membanjir setelah PT. Freeport berhasil mengantongi ijin
kontrak karya dan melucuti Undang-undang pertambangan Asing diawal
tahun 1967. Maka pemodal-pemodal asing kemudian semakin eksis dengan
dukungan dana dari IMF-BANK DUNIA.

Dani Setiawan, Direktur Koalisi Anti Untang ( KAU-Sekarang ) menulis
bahwa lembaga keuangan Internasional mendorong kebijakan deregulasi
guna memperkokoh liberalisasi ekonomi di Indonesia melalui transaksi
utang luar negeri. Dimana RAPBN Indonesia 2009 pembayaran bunga utang
dalam dan Luar Negeri sebesar Rp. 110.327 trilyun. Kemudian pembagian
perekonomian Indonesia era Neokolonialisme dibagi menurut kepentingan
korporasi internasional. Dan hasilnya adalah Freeport mendapatkan
tambang emas dan tembaga di Papua Barat, konsorsium Eropa juga mendapat
Tambang Nikel di Papua Barat bahkan kelompok perusahaan Amerika, Jepang
dan Perancis mendapat jatah Hutan Tropis di Sumatera, Papua Barat dan
Kalimantan, ungkap Dani dalam diskusi yang berlangsung tiga jam.

Lebih dari belasan aktivis dari berbagai kalangan yang hadir semakin
panas ketika mendengarkan paparan dan rasionalisasi yang diutarakan
dengan beragam fakta menggetarkan.
Perusahaan Asing menguasai lebih dari 85 persen kegiatan eksploitasi
minyak dan Gas di Indonesia dengan penyediaan lahan seluas 95 juta
hektar. Papar Sallamudin Daeng dan Pius Ginting yang juga turut
meberikan materi dalam diskusi terbatas ini. Berbeda dengan penulis
sebelumnya, Khalisah Khalid membeberkan bukti korporasi yang kini
ber-okestrasi menjelang pemilu. Koorporasi semakin menemukan ruang
kemenanganya ketika pengurus negara meberikan penguasaan penuh untuk
memainkan peran-peran mereka. Maka, tidak heran jika jelang pemilu,
politik regulasi menjadi legalitas borjuasi.

Direktur Nasional WALHI, Berry Nahdian Forqan yang turut memberikan
sambutan dalam jurnal mengungkapan solusi bahwa hanya dengan
solidaritas dari berbagai komponen massa rakyat yang tertidas; tergusur
demi investasi, diberangus demi investasi dan komponen lain yang
menginginkan keadaan yang lebih adil dan lestari.

NB: Foto diatas diambil saat diskusi berlangsung.
--
Posting oleh ARKILAUS ARNESIUS BAHO ke ARKILAUS ARNESIUS BAHO pada
5/16/2009 09:01:00 AM
Tiga hal yang krusial dan menyatukan beragam pandangan berbeda dalam
sikap terkini bagi pilihan rakyat di Tanah Papua terus menyatakan
keberpihakan atas ketidakadilan yang terus dialami tanpa sebuah
perubahan positif. Kenyataan pahit diantaranya diawali dengan masuknya
Perusahaan Amerika yang ter-jebloskan oleh Rezim Otoriter Orde Baru
diawal tahun 1967 sampai sekarang belum terasakan keadilan atas
kehadiran PT. Freeport Indonesia. Rantai kemiskinan, Pemblokiran
hak-hak masyarakat Papua dalam kebebasan dan kemerdekaan secara politik
dan kekuasaan atas tanah tak lagi seperti dahulu sebelum masuknya FI.
Konflik berkepanjangan menjadi barometer terkini, Timika adalah salah
satu medan konflik terbesar yang tiap tahunnya tak luput dari bencana
konflik.
Tragis, rasa ketidakadilan orang Papua yang telah terkoyak akibat
ekspansi multinasional kooporat Amerika, kemudian belum juga menemui
rasa keadilan dan kedamaian, kini tuntutan kebebasan rakyat Papua
diperhadapkan lagi dengan BOM waktu pemusnahan peradaban Orang Papua.
Ya, Delapan Tahun perjuangan menjalankan Otsus di Tanah Papua tatkala
menyuburkan praktek ketertindasan pasar ( kapital ) atas suprastruktur
peradaban orang Papua yang telah hidup sejak leluhurnya. Bayangkan,
keberpihakan Otsus sudah faktanya meniadakan elemen roh Bangsa Papua
dan Otsus Papua menyelenggarakan sistem pasar modern. Suatu keniscayaan
murahan yang terus dianggap sebagai bentuk solusi mengatasi
ketertinggalan orang Papua. Wacana Otsus bagi putra Papua hanlah
sentimen murahan yang tak dapat dibuktikan. Adalah pembunuhan ruang
kebebasan orang Papua murni praktek-praktek otsus selama ini. Peradaban
Papua terus dihancurkan “terpukul mundur” oleh sabotase keberpihakan
birokrasi Indonesia atas kaum borjuasi modal. Supermarket berdiri megah
di Papua, penduduk Asli Papua merana di pinggiran dan samping
supermarket guna menjajakan jualan hasil pertaniannya.

Begitu juga, partisipatif rakyat Papua sejak di caplok kedalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sudah banyak keikutsertaan orang Papua
dalam proses Pemilihan Umum. Dari proses pemilihan umum yang diikuti
rakyat Papua sudah secara aktif ikut memilih lima kandidat presiden.
Apa yang didapat? Suharto meniadakan hak orang Papua untuk menentukan
hak secara bebas terkait proses penambangan di Timika oleh Freeport
Amerika. Tat kala juga Daerah Operasi Militer ( DOM ) berlaku di Papua.
Era Gusdur memulai babak baru Papua dengan mengembalikan Irian Jaya
menjadi Papua. Sayang, komunitas Indonesia anti atas keberpihakan
Demokrasi bagi orang Papua. Era Megawati, Tokoh Papua, Alm. Theys Hiyo
Eluay terbunuh berbarengan dengan terbunuhnya aktivias HAM
Indonesia-Alm. Munir. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menang telak
suara di Papua. Sudah ada satu Peraturan Presiden “ PERPRES No.77”
menjadi kado penanganan Papua selain Otsus. SBY kemudian
menyelenggarakan prospek pendekatan persuasif dimana supratsruktur
demokrasi rakyat Papua ter-blokade atas rentetan rekayasa instrumen
hukum yang benar-benar bertentangan dengan semangat demokrasi
universal.

Kini, membanjirnya partai baru-bercokol dengan partai lama, pemimpin
baru-ber-onani kebijakan dengan pemimpin lama, semua bersandiwara atas
penyelesaian Papua dan demokrasi di Indonesia dan Papua. Tetapi,
tatkala perjuangan menyelesaikan konflik keadilan dan martabat rakyat
Papua atas berbagai belenggu ketidakadilan kemudian menjadi tontonan
biasa bagi para elite. Jakarta cenderung melempar batu ke alit lokal
Papua, sedangkan elite Papua terus di penggal lehernya oleh Jakarta.
Bentuk kordinasi buruk semacam ini terus menjauhkan keberpihakan akan
keadilan bagi orang Papua. Mentalitas penyelenggaraan sistem kapitalis
di Indonesia benar-benar menyembah kaum imperialis semata dengan
mengorbankan rakyat sebagai konsekwensi mempertahankan kedudukan nyata.

Freeport tak mungkin menjajah Bangsa Papua dan Indonesia secara
Keseluruhan jika aspek hukum bertaring. Kaum Otokrasi dari kalangan
militer, pemerintah dan intelektual ulung yang terus saja menjual aset
milik rakyat kepada kaum pemodal. Ikatan yang kokoh antara pemodal,
militer, intelektual dan politisi ber-mental mundur semakin nyata
menegaskan bahwa Otsus tak bisa berpihak bagi keistimewaan Papua akibat
didominasi kebijakan pasar internasional. Pemilu tak bisa dijalankan,
yang ujung-ujungnya menyedot energi rakyat semata untuk mendukung
antek-antek penindas. Begitu juga, Identitas orang Papua yang kini
menjadi demam otsus hanya akan menjadi sejarah, sebab privasi atas
Papua punya ruang bagi pasar internasional. Imperialisme atas Papua
menjadi musuh terkini yang terus menelan suprastruktur peradaban Papua.
Bayang-bayang kejahatan Freeport-Otsus dan Proses Pemilu, tiga hal yang
menonjol hari ini di Tanah Papua dan meyakinkan keberpihakan rakyat
Papua untuk tak lagi mampu menyatakan keberpihakannya. Pilihan atas
semuanya, adalah polemik dan jeritan getir orang Papua. Lumbung konflik
jangan dibiarkan, jawaban atas tuntutan perjuangan Nasional Papua
menjadi kebutuhan sekarang untuk di runding bersama demi
kemanusiaan- Demokrasi dan Kedaulatan Ekonomi maupun Politik sebuah
Bangsa..

Wilayah Baru hanya urus Pemekaran Birokrasi

Ada 12 undang-undang pembentukan daerah baru pada 21 Juli 2008. Selain
itu, disahkan UU Nomor 35/2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1/2008
menjadi UU tentang Perubahan atas UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua. Dalam regulasi itu disebutkan bahwa saat
ini otsus meliputi dua provinsi, Papua dan Papua Barat. Sebagai
catatan, untuk otsus di tiga provinsi (Papua, Papua Barat, dan Aceh),
pemerintah mengalokasikan dana otsus Rp 8,7 triliun pada 2009.

Berdasar hasil penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) dan United Nations Development Program (UNDP) yang dirilis
Juli 2008 menunjukkan kegagalan pemekaran. Sebab, daerah-daerah hasil
pemekaran tidak bisa berkembang, sebagaimana daerah induknya. Riset itu
dilakukan terhadap enam provinsi dan 72 kabupaten/kota di Indonesia
selama 2002-2007. Terdapat empat bidang kajian, yaitu ekonomi daerah,
keuangan daerah, pelayanan publik, dan aparatur di daerah.

Kenyataannya, pertimbangan pemekaran sekarang menjadi bukan
pertimbangan pelayanan publik atau pemerataan pembangunan, tetapi
kepentingan para pemodal yang kemudian menggerakkan elite nasional dan
elite lokal. Sebanyak 12 UU baru ditelurkan dalam sidang paripurna.
Pada tahun ini, total telah terjadi pembentukan 30 daerah baru. Dua
kota dan 28 kabupaten.

Pemekaran paling banyak terjadi di Papua. Selama 2008 telah lahir
delapan daerah baru. Disusul Sumatera Utara sebanyak lima daerah.
Kemudian tiga daerah baru lahir di Lampung dan dua daerah masing-masing
di Sulawesi Utara dan Maluku. Provinsi-provinsi yang memiliki satu
daerah baru adalah Jambi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Maluku Utara,
Papua Barat, serta Bengkulu dan Banten. Dengan demikian, di Indonesia
sekarang terdapat 33 provinsi, 396 kabupaten, dan 93 kota.

Konsekuensi pemekaran dengan mengutamakan pelebaran birokrasi ketimbang
mengutamakan kebijakan pasti atas masalah sosial dan ekonomi yang
dihadapi rakyat adalah membenarkan adanya infiltrasi kolonialis baru
bernama pemekaran. Peradaban Papua yang terang dan bertabat diharapkan
mampu di majukan dan peradaban Globalisasi nyata saat ini agar tidak
kemudian membiarkan kebijakan globalisasi meniadakan identitas pribumi
dan melegalkan hubungan multi-kapital semata. Jika demikian, politik
kesejahteraan dan kemandirian Bangsa hanyalah jargon.

Rekayasa Suaka 43 Warga bukti kemenangan Imperialis

Kebebasan orang Papua sudah menjadi cita-cita berbagai elemen Bangsa.
Cita-cita dan semangat mendorong dinamika demokrasi di Papua nyatanya
terus diperhadapkan dalam agen pemukulan dan penguburan gerakan rakyat
semesta. Ranting kemerdekaan universal juga bernama Papua Barat, maka
tidaklah manusiawi, gerakan Papua Merdeka menjadi pilihan luar yang
dapat di dorong secara baik. Mengakibatkan sejumlah suprastruktur
rakyat Papua hanya rapuh dalam tatanan dan semangat keberpihakan akan
kemerdekaan rakyat.

Indonesia, salah satu Negara Islam terbesar di Asia Tenggara secara
institusional “ belum ada UU “ telah melancarkan gerakan mendukung
pentingnya kemerdekaan bagi rakyat Palestine. Tetapi gerakan Papua
Merdeka dalam Negara Indonesia tak mampu dihadapi Indonesia.
Demokrasi-Kemerdeka an dan kebebasan adalah perjuangan-Nya Susilo
Bambang Yudhoyono terhadap rakyat di Palestina. Maka, perjuangannya
Papua merdeka tak boleh dilarang SBY juga.

Eksplorasi imperialis Internasional dan Jakarta atas Bumi Papua
mengedepankan sejumlah alat. Rekayasa kebijakan Aturan anti demokrasi
di Papua adalah dominasi berbagai kebijakan riil atas rakyat Papua.
Tidak hanya di Jakarta, Jayapura dan Manokwari tiga wilayah politik
yang dalam penanganan masalah kerakyatan mengedepankan pemekaran
birokrasi disbanding keberpihakan atas kedaulatan orang Papua.

Kalangan radikalis Papua kadang salah kaprah. Cita-cita mengedepankan
identitas orang Papua tetapi kemudian menutup dada atas kebingisan kaum
kolonialis nyata di Papua. Bicara entitas Papua, tetapi komitmen
menuntaskan kasus Freeport tidak dapat di rasio dimanakah entitas Papua
dan dominasi Kapitalisme atas Papua.

Imperialisme atas Papua adalah baying-bayang menakutkan dan
menggetarkan publik. Demokrasi dicaplok, gerakan dibunuh dengan
pengalihan isu dan provokasi merdeka yang tak beralasan. Perjuangan
menempatkan Perusahaan Freeport yang nyatanya meniadakan sejumlah hak
rakyat Papua, kepentingan politik dan ekonomi orang Papua menjadi
merana dan tak dapat didudukan secara baik oleh sejumlah kalangan
pemerhati. Dominasi modal itu, pembiayaan atas gerakan rakyat imitasi
menjadi keharusan perjuangan kaum imperialis Papua.

Rekayasa menakjubkan adalah, Suaka politik 43 Warga Papua. Orang Papua
ini diperalat Kapitalis Freeport yang bergerak dalam baju Papua merdeka
kemudian memobilisasi gerakan suaka untuk bertujuan mengalihkan isu
dari masalah Freeport yang sedang diperjuangkan orang Papua. Kasus
Freeport dalam usaha penyelesaiaan yang bermartabat, kemudian terpukul
dengan kerja-kerja suaka politik. Dinamika suaka menjadi kenyataan
kebohongannya. Tak ada output politik bagi kepentingan orang Papua
dalam reaksi suaka. Yang ada hanya sejarah pengakuan pemaksaan yang
dilontarkan peserta suaka yang telah pulang. “kami di tipu katanya ke
Australia tuk Papua Merdeka, padahal sampai disana trada apa-apa” .
Rintihan semacam begini sudah banyak terjadi dan sejumlah kubu tak
karuan menyebutkan Papua Merdeka.

Agen anti demokrasi, mereka berjya dalam suprastruktur kolonialisme
Jakarta, imperialism Global. Tiga dari LSM Lokal di Papua disinyalir
didanai oleh Divisi Lima Badan Intelejen Negara Indonesia. Empat dari
Gerakan rakyat Papua merdeka, telah terkooptasi dalam usaha-usaha
mem-proyekaan Papua secara sistematis. Papua merdeka menjadi
tunggang-menunggang . Papua medeka menjadi alasan pengoperasian kemanan
dan legitimasi kehadiran milter di Papua. Apa yang berbeda dari
pejuangan Papua Merdeka sehingga terus saja kehadiran militer di
setujui…?

Broker demokrasi dan kemerdekaan di Tanah Papua berada dalam garis
melakukan sejumlah agenda provokatif saja, usaha-usaha menyatakan
kemerdekaan dengan landasan suprstruktur rapuh. Budaya meng-kanalisasi
Papua bebas dari penjajahan sudah mulai matang. Demokrasi hanya
jargon…Kemerdekaan hanyalah ilusi dan persatuan menjadi gelora gerakan
yang tak punya ilham kemerdekaan sejati.

Pernyataan demokrasi harus dibarengi dengan sikap dan mentalitas yang
kokoh. Kerapuhan kemerdekaan berawal dari keberpihakan patriot dalam
menyuplai dan mendukung dilakukannya usaha-usaha kanalisme demokrasi.
Gelora rekayasa suaka orang Papua, kini dilakukan terulang dengan
bombardir isu referendum Papua. Gerakan bikin takut orang Papua,
meniadakan prospek perjuangan riel.

Produksi Luar Negeri berbendera Papua Merdeka “WPNA-WPCNL-IPWP”

Mau atau tidak mau, tiga nama diatas adalah sejarah organisasi yang
katanya untuk Papua tetapi lahir di Australia, Vanuatu dan Inggris.
Papua adalah wilayah yang dengan begitu luasnya, kehidupan politik
maupun aktivitas demokrasi bisa diminimalisir untuk menciptakan ruang
yang baik bagi dinamika gesekan politik bagi pembebasan rakyat.

Frame ideology tak ditemukan dalam peluncuran organisasi dimaksud.
Sensasi demokrasi, pemerintahan dan bombardir aspek Politik Papua
dengan Perjuangan Timur Leste itulah alasan sensasional didirikannya
organisasi berbaju Papua merdeka di luar negeri. Aspek social orang
Papua yang patronize mampu di olah dalam situasi keinginan membebaskan
diri mereka. Masyarakat yang haus akan kemerdekaan tak bisa dibatasi
dalam ruang-ruang kampanye nasib mereka. Tetapi, ini namanya pembodohan
demokrasi dan eksploitasi cita-cita kemerdekaan. Tangan-tangan
pendukung imoerialisme, haru dibatasi dalam ruang dan gerakan hari ini.
Gerakan Universal mengiyakan kemerdekaan. Jamannya imperialism tak
dibolehkan bersetubuh dalam ranah kemerdekaan rakyat. Hentikan
perjuangan merdeka yang terus larut dalam ruang imperialis itu…
pastikan kemenangan rakyat secara mutlak, jauh dari imitasi demokrasi
dan kanalisasi merdeka.

Globalisasi sudah nyata meniadakan suprastruktur orang
Papua-Supermarket berdiri megah, Petani Papua merana dipinggiran Jalan
dan dibawah pertokoan tanpa ruang dan kesempatan baginya dengan
penyediaan pasar tradisional. Begitu juga, bombardier Refrendum bagi
Papua pasca IPWP di Inggris mengumpulkan sejumlah aktivis berkeliaran
di Taman Makam Theys di Sentani Papua. Pemerintahan Transisi oleh WPCNA
di Australia sekian aktivis ditahan di Manokwari. Dan perjuangan
menggolkan rezim pemerintahan di Vanuatu melahirkan WPCNL.

Apa yang terjadi?. Gerakan-gerakan produksi luar negeri meniadakan
gerakan dalam negeri Papua. Sejumlah gerakan Papua terkooptasi dengan
agen-agen imperialis internasional berwajah Papua. Freeport terus
Berjaya dengan gagasan-gagasan kapitalisme atas Tanah Papua. Terus
menguasai pasar, menguasai lahan orang Papua, terus menguasai emas dan
tembaga orang Papua. Kantong-kantong kehidupan orang Papua sudah
bergeser dan berada dalam tangan kaum kapitalis internasional. Papua
begitu luas daerahnya, rakyatnya terpukul mundur mendiami pedesaan dan
pinggiran. Ruang-ruang perkotaan adalah asset dominasi pasar “capital”.
Kenyataan Negara yang berpihak pada kepentingan imperialism
menghancurkan suprstruktur rakyat. Dinamika ini sudah dijalankan dalam
periode pelaksanaan Otonomi Khusus Papua. Tujuh puluh Lima persen (
75% ) penduduk Papua adalah tertinggal secara ekonomi dan akses
kebutuhan pasar. Negara merdeka adalah kebutuhan menumbuhkan
keberpihakan terhadap rakyat.

Tatanan ekonomi dan politik rakyat sebagai roh bagi kemakmuran dan
keadilan yang diperjuangakan negara. Dinamika sosial dan ekonomi
menjadi pilhan fital yang harus dibangun berdasarkan etika kemakmuran
dan kesejahteraan yang handal. Meniadakan proses akumulasi sosial sama
saja membuang bahkan memukul mundur keyakinan keadilan dan kemerdekaan
yang harus di gapai. Rakyat merdeka, mandiri dan makmur adalah tujuan
dari pendirian sebuah negara, pemerintahan dan teritori tertentu.
Sehingga Pemekaran, Otsus dan Tuntutan Papua Merdeka jika tidak punya
landasan kuat yang memiliki keyakinan keadilan ekonomi dan politik maka
harus diruntuhkan secara pasti.

NB: Foto diatas adalah Pembuangan Limbah Freeport di ambil oleh Penulis
di Mile 32 Timika tahun 2006

--
Posting oleh ARKILAUS ARNESIUS BAHO ke ARKILAUS ARNESIUS BAHO pada
5/16/2009 09:13:00 AM
[http://arkilausbaho .blogspot. com]
Kebebasan orang Papua sudah menjadi cita-cita berbagai elemen Bangsa.
Cita-cita dan semangat mendorong dinamika demokrasi di Papua nyatanya
terus diperhadapkan dalam agen pemukulan dan penguburan gerakan rakyat
semesta. Ranting kemerdekaan universal juga bernama Papua Barat, maka
tidaklah manusiawi, gerakan Papua Merdeka menjadi pilihan luar yang
dapat di dorong secara baik. Mengakibatkan sejumlah suprastruktur
rakyat Papua hanya rapuh dalam tatanan dan semangat keberpihakan akan
kemerdekaan rakyat.
Indonesia, salah satu Negara Islam terbesar di Asia Renggara secara
institusianal “ belum ada UU “ telah melancarkan gerakan mendukung
pentingnya kemerdekaan bagi rakyat Palestine. Tetapi gerakan Papua
Merdeka dalam Negara Indonesia tak mampu dihadapi Indonesia.
Demokrasi-Kemerdeka an dan kebebasan adalah perjuangan-Nya Susilo
Bambang Yudhoyono terhadap rakyat di Palestina. Maka, perjuangannya
Papua merdeka tak boleh dilarang SBY juga.

Eksplorasi imperialis Internasional dan Jakarta atas Bumi Papua
mengedepankan sejumlah alat. Rekayasa kebijakan Aturan anti demokrasi
di Papua adalah dominasi berbagai kebijakan riil atas rakyat Papua.
Tidak hanya di Jakarta, Jayapura dan Manokwari tiga wilayah politik
yang dalam penanganan masalah kerakyatan mengedepankan pemekaran
birokrasi disbanding keberpihakan atas kedaulatan orang Papua.

Kalangan radikalis Papua kadang salah kaprah. Cita-cita mengedepankan
identitas orang Papua tetapi kemudian menutup dada atas kebingisan kaum
kolonialis nyata di Papua. Bicara entitas Papua, tetapi komitmen
menuntaskan kasus Freeport tidak dapat di rasio dimanakah entitas Papua
dan dominasi Kapitalisme atas Papua.

Rekayasa Suaka 43 Warga bukti kemenangan Imperialis

Imperialisme atas Papua adalah baying-bayang menakutkan dan
menggetarkan publik. Demokrasi dicaplok, gerakan dibunuh dengan
pengalihan isu dan provokasi merdeka yang tak beralasan. Perjuangan
menempatkan Perusahaan Freeport yang nyatanya meniadakan sejumlah hak
rakyat Papua, kepentingan politik dan ekonomi orang Papua menjadi
merana dan tak dapat didudukan secara baik oleh sejumlah kalangan
pemerhati. Dominasi modal itu, pembiayaan atas gerakan rakyat imitasi
menjadi keharusan perjuangan kaum imperialis Papua.

Rekayasa menakjubakn adalah, Suaka politik 43 Warga Papua. Orang Papua
ini diperalat Kapitalis Freeport yang bergerak dalam baju Papua merdeka
kemudian memobilisasi gerakan suaka untuk bertujuan mengalihkan isu
dari masalah Freeport yang sedang diperjuangkan orang Papua. Kasus
Freeport dalam usaha penyelesaiaan yang bermartabat, kemudian terpukul
dengan kerja-kerja suaka politik. Dinamika suaka menjadi kenyataan
kebohongannya. Tak ada output politik bagi kepentingan orang Papua
dalam reaksi suaka. Yang ada hanya sejarah pengakuan pemaksaan yang
dilontarkan peserta suaka yang telah pulang. “kami di tipu katanya ke
Australia tuk Papua Merdeka, padahal sampai disana trada apa-apa” .
Rintihan semacam begini sudah banyak terjadi dan sejumlah kubu tak
karuan menyebutkan Papua Merdeka.

Agen anti demokrasi, mereka berjya dalam suprastruktur kolonialisme
Jakarta, imperialism Global. Tiga dari LSM Lokal di Papua disinyalir
didanai oleh Divisi Lima Badan Intelejen Negara Indonesia. Empat dari
Gerakan rakyat Papua merdeka, telah terkooptasi dalam usaha-usaha
mem-proyekaan Papua secara sistematis. Papua merdeka menjadi
tunggang-menunggang . Papua medeka menjadi alasan pengoperasian kemanan
dan legitimasi kehadiran milter di Papua. Apa yang berbeda dari
pejuangan Papua Merdeka sehingga terus saja kehadiran militer di
setujui…?

Broker demokrasi dan kemerdekaan di Tanah Papua berada dalam garis
melakukan sejumlah agenda provokatif saja, usaha-usaha menyatakan
kemerdekaan dengan landasan suprstruktur rapuh. Budaya meng-kanalisasi
Papua bebas dari penjajahan sudah mulai matang. Demokrasi hanya
jargon…Kemerdekaan hanyalah ilusi dan persatuan menjadi gelora gerakan
yang tak punya ilham kemerdekaan sejati.

Pernyataan demokrasi harus dibarengi dengan sikap dan mentalitas yang
kokoh. Kerapuhan kemerdekaan berawal dari keberpihakan patriot dalam
menyuplai dan mendukung dilakukannya usaha-usaha kanalisme demokrasi.
Gelora rekayasa suaka orang Papua, kini dilakukan terulang dengan
bombardir isu referendum Papua. Gerakan bikin takut orang Papua,
meniadakan prospek perjuangan riel.

Produksi Luar Negeri berbendera Papua Merdeka “WPNA-WPCNL-IPWP”

Mau atau tidak mau, tiga nama diatas adalah sejarah organisasi yang
katanya untuk Papua tetapi lahir di Australia, Vanuatu dan Inggris.
Papua adalah wilayah yang dengan begitu luasnya, kehidupan politik
maupun aktivitas demokrasi bisa diminimalisir untuk menciptakan ruang
yang baik bagi dinamika gesekan politik bagi pembebasan rakyat.

Frame ideology tak ditemukan dalam peluncuran organisasi dimaksud.
Sensasi demokrasi, pemerintahan dan bombardir aspek Politik Papua
dengan Perjuangan Timur Leste itulah alasan sensasional didirikannya
organisasi berbaju Papua merdeka di luar negeri. Aspek social orang
Papua yang patronize mampu di olah dalam situasi keinginan membebaskan
diri mereka. Masyarakat yang haus akan kemerdekaan tak bisa dibatasi
dalam ruang-ruang kampanye nasib mereka. Tetapi, ini namanya pembodohan
demokrasi dan eksploitasi cita-cita kemerdekaan. Tangan-tangan
pendukung imoerialisme, haru dibatasi dalam ruang dan gerakan hari ini.
Gerakan Universal mengiyakan kemerdekaan. Jamannya imperialism tak
dibolehkan bersetubuh dalam ranah kemerdekaan rakyat. Hentikan
perjuangan merdeka yang terus larut dalam ruang imperialis itu…
pastikan kemenangan rakyat secara mutlak, jauh dari imitasi demokrasi
dan kanalisasi merdeka.

Globalisasi sudah nyata meniadakan suprastruktur orang
Papua-Supermarket berdiri megah, Petani Papua merana dipinggiran Jalan
dan dibawah pertokoan tanpa ruang dan kesempatan baginya dengan
penyediaan pasar tradisional. Begitu juga, bombardier Refrendum bagi
Papua pasca IPWP di Inggris mengumpulkan sejumlah aktivis berkeliaran
di Taman Makam Theys di Sentani Papua. Pemerintahan Transisi oleh WPCNA
di Australia sekian aktivis ditahan di Manokwari. Dan perjuangan
menggolkan rezim pemerintahan di Vanuatu melahirkan WPCNL.

Apa yang terjadi?. Gerakan-gerakan produksi luar negeri meniadakan
gerakan dalam negeri Papua. Sejumlah gerakan Papua terkooptasi dengan
agen-agen imperialis internasional berwajah Papua. Freeport terus
Berjaya dengan gagasan-gagasan kapitalisme atas Tanah Papua. Terus
menguasai pasar, menguasai lahan orang Papua, terus menguasai emas dan
tembaga orang Papua. Kantong-kantong kehidupan orang Papua sudah
bergeser dan berada dalam tangan kaum kapitalis internasional. Papua
begitu luas daerahnya, rakyatnya terpukul mundur mendiami pedesaan dan
pinggiran. Ruang-ruang perkotaan adalah asset dominasi pasar “capital”.
Kenyataan Negara yang berpihak pada kepentingan imperialism
menghancurkan suprstruktur rakyat. Dinamika ini sudah dijalankan dalam
periode pelaksanaan Otonomi Khusus Papua. Tujuh puluh Lima persen (
75% ) penduduk Papua adalah tertinggal secara ekonomi dan akses
kebutuhan pasar. Negara merdeka adalah kebutuhan menumbuhkan
keberpihakan terhadap rakyat.

Rakyat tertinggal dalam segala hal kebutuhan mereka hari ini, dimanakah
kepentingan Papua menuju merdeka sedangkan keberpihakan elemen Papua
hanya terjebak dalam agenda-agenda perubahan yang diluncurkan dari
Negara luar. Dukung perjuangan didalam Papua, sebagai konsekwensi
mengikis terpukulnya ruang demokrasi. Keberpihakan Papua boleh saja di
luar Papua, tetapi berpihaklah kepada Papua dan bukan agen imperium
internasional.

NB: Foto aksi penduduk sipil di mile 28 Freeport tahun 2006

--
Posting oleh ARKILAUS ARNESIUS BAHO ke ARKILAUS ARNESIUS BAHO pada
5/16/2009 09:36:00 AM

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Pemvrop Kalteng lepas 2,6 juta Ha kawasan hutan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Usulkan Pelepasan 2,6 Juta Ha Kawasan Hutan

Palangka Raya - Forum Tata Ruang Kalteng mengalkulasi 12.294.052,28 Ha atau 80 persen Luas Kalteng di jadikan Perkebunan sawit,HPH,HTI dan Pertambangan.

Namun sayangnya semua itu bukan untuk kepentingan rakyat tetapi untuk kepentingan investor. Bahkan saat ini Pemprov Kalteng telah mengusulkan untuk melepas 2.608.834 hektare dalam Rencana tata ruang provinsi (RTRWP).

Pemerintah daerah dalam RTRWP mengusulkan pelepasan kawasan hutan seluas 2.608.834 Ha dari 15.356,400 Ha Luas Kalteng. Tetapi beberapa kawasan hutan sudah

beralih fungsinya menjadi HGU (Hak Guna Usaha) kata Direktur Eksekutif Walhi Kalteng ,Arie Rompas yang merupakan anggota Forum Tata Ruang Kalteng. (SHK Kalteng Post ,Selasa 9 Juni 2009 )

Perusahaan perkebunan yang memiliki HGU berdasarkan data WALHI tahun 2007 adalah 666.621 Ha

Wilayahnya tersebar di Kabupaten Kotawaringin Timur,Kotawaringin Barat,dan Seruyan.

Peningkatan terjadi pada tahun 2009 terutama pada izin dan arahan lokasi.

Kawasan Hutan yang sudah di konversikan ke nonhutan telah mencapai 2.985.609 hektar.Hutan lindung di ubah fungsi menjadi kawasan Hutan Produksi sebesar 3.607.363 hektar,dan izin Perkebunan tanpa Pelepasan Kawasan Hutan 2.844.331 Ha yang sebagian sudah bersetatus HGU.

Kemudian Tumpang Tindih Lahan Perkebunan dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) 600.209 Hektar serta Arahan Lokasi Tambang Dan Kebun 480.740 hektar.

Peralihan fungsi kawasan hutan yang tak sesuai usulan dalam RTRWP dan Peraturan yang ada sangat merugikan NEGARA.

Forum Tata Ruang Kalteng akan menghitung kerugian tersebut dan nantinya dijadikan alasan untuk mengampanyekan isu lingkungan.

Pasalnya ,masyarakat saat ini tidak di berikan INFORMASI yang utuh tentang RTRWP.

Menurut Direktur Walhi Periode 2009 – 2013 ;Kampanye Lingkungan akan di sampaikan dalam bentuk rillis ke media massa serta melakukan upaya advokasi melihat letigasi terjadinya beberapa pelanggaran hokum oleh pemerintah terkait perubahan kawasan hutan.

Pelanggaran itu misalnya proses konversi kawasan hutan tanpa melalui izin pelepasan kawasan berdasarkan UU 26/2007 dan PP 6/2008.dan beberapa hal yang TAK di laksanakan pemerintah sesuai prosedur antara lain ;

- Hasil Pengkajian Penataan Ruang Nasional,

- Keselarasan Hasil Pembangunan Nasional dan Daerah

- Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup

Sepertinya itu tak menjadi bagian penting dalam perubahan tata ruang saat ini. Itulah sebabnya Tata Ruang Kalteng berencana membentuk tim advokasi untuk menganalisis hukumnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sifat-Sifat Dasar Sistem Kapitalis

Dalam sebuah perjuangan, kita harus tahu siapa kawan dan siapa lawan. Musuh kita adalah kapitalisme. Tetapi apakah kapitalisme itu?

Jawabannya mungkin tampak sederhana. Kapitalisme bukankah sebuah sistem dimana sejumlah individu yang kaya memiliki pabrik-prabrik dan perusahaan lainnya? Bukankah para kapitalis ini bersaing pada sebuah pasar bebas, tanpa perencanaan yang terpusat, dengan hasil bahwa sistem perekonomian sering jadi kacau dan acapkali mengalami krisis?

Jawaban untuk menghindari keadaan seperti itu juga tampaknya jelas, ialah menyita industri dari para individu itu (nasionalisasi), dan membiarkan negara untuk merencanakan ekonominya.

Menurut kebanyakan orang yang berhaluan kiri, hal-hal diatas dianggap merupakan inti dari ajaran Marxisme. Tetapi dewasa ini permasalahan-permasalahan diatas tidak dapat dilihat sesederhana itu. Pada satu sisi, banyak perusahaan di bawah sistim kapitalis dewasa ini tidak lagi dikontrol oleh para individu. Secara formal perusahaan-perusahaan itu dimiliki oleh para pemegang saham, tapi kenyataannya perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Motors dijalankan oleh para pejabat perusahaan. Sedangkan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya adalah perusahaan negara seperti BUMN di Indonesia. Namun kaum buruh juga dieksploitasi dalam perusahaan tersebut.

Di sisi yang lain, masyarakat yang telah meninggalkan kepemilikan swasta dan memilih rencana-rencana ekonomi yang terpusat tidak tampak menarik lagi saat ini. Negara-negara seperti di bekas Uni Soviet telah menteror kelas buruhnya, sedangkan para birokrat yang mengelola pabrik-pabrik. Dan pada akhirnya masyarakat itu juga mengalami krisis ekonomi dan politik.

Saat ini Cina mencoba mengambil alih beberapa aspek pasar bebas ke dalam kebijakan ekonomi mereka, karena takut tidak mampu untuk tetap bersaing dengan negara-negara kapitalis barat.

Jadi keseluruhan arti kapitalisme dan sosialisme, dan perbedaan-perbedaan diantara kedua sistem itu, perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dewasa ini.

Disini, ide-ide Karl Marx sangatlah penting. Dia sama sekali tidak menganggap kepemilikan alat-alat produksi oleh individu swasta merupakan masalah utama kapitalisme. Yang ia tolak adalah sebuah situasi dimana alat produksi dikontrol oleh minoritas -- dalam berbagai bentuk -- untuk mengeksploitasi mayoritas.

Eksploitasi semacam ini mengambil bentuk dalam hubungan sosial di tempat kerja. Yakni para pekerja yang tidak memiliki perangkat produksi, dan tidak memiliki komoditi untuk dijual sehingga mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage labour system). Ini berarti mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya. Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini, tidak ada kemungkinan untuk merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas.

Justru sebaliknya, setiap kapitalis akan didorong oleh kompetisi untuk membangun usaha dengan mengorbankan orang lain. Seperti yang dikatakan Marx, 'Akumulasi! Akumulasi! itu adalah nabi-nabi baginya'. Ini berarti yang kuat memakan yang lemah, dan sistemnya akan turun secara drastis sampai mengalami krisis ekonomi.

Marx, menyebut kondisi seperti ini keterasingan (atau alienasi) pekerja, dan salah satu slogannya yang sangat terkenal adalah 'penghapusan sistem wage labour".

Di dunia moderen, modal memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di mancanegara terjadi swastanisasi perusahaan-perusahan milik negara. Negara-negara lain seperti Swedia atau Italia masih memiliki sektor negara yang besar, sedangkan di Cina dan Kuba perencanaan ekonominya masih dilakukan secara terpusat.

Tetapi di semua negara itu analisa fundamental Marx masih sangat relevan. Alat-alat produksi masih dikontrol oleh minoritas -- meskipun komposisinya sangat bermacam-macam dari para pengusaha individu melalui sektor swasta dan birokrat yang bekerja di sektor publik.

Para pekerja menjual tenaga mereka untuk mendapatkan gaji, dan tidak memiliki kontrol terhadap proses produksi atau barang-barang yang mereka hasilkan.

Produksi dilaksanakan dengan jalan kompetisi, baik dalam skop kecil, persaingan antar perusahaan maupun dalam skop besar atau nasional, antar negara, yang dipimpin oleh aparatus negara.

Kompetisi antar negara juga memiliki bentuk yang lain yaitu kompetisi militer. Bekas negara Uni Soviet selalu mendorong ekonominya berjalan secara efisien, karena harus bersaing dengan Amerika Serikat dalam hal persenjataan. Kaum buruh di Uni Soviet dihisap oleh birokrasi yang tengah berkuasa guna kompetisi militer tersebut. Kami menyebut bentuk ekonomi yang dijalankan oleh rezim Soviet itu "Kapitalisme Negara".

Apapun bentuk kompetisi itu, hasilnya selalu sama: "Akumulasi! Akumulasi! itulah nabi-nabinya!" Sedangkan para pekerja adalah korbannya. Jadi apa yang perlu dilakukan? Jawabannya ada pada sistem sosialis yang sejati, yang berarti pekerja sendiri yang harus mengontrol proses produksi, dan memproduksi untuk kebutuhan manusia, bukan untuk kebutuhan kompetisi.

Kontrol pekerja terhadap produksi -- yang berkaitan erat dengan kontrol mereka secara demokratis terhadap negara -- dapat diterapkan di sebuah negara secara sementara. Namun seperti yang kita lihat, tekanan kompetisi berlangsung secara internasional. Maka untuk jangka panjang, sosialisme mesti diciptakan di tingkat internasional.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS