Hukum Adat Dan Tanah adat

Iwan Tunuel menulispada 15 Mei 2009 jam 23:10

Hukum adat (adatrecht), menurut van Vollenhoven, 1906; adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang-orang peribumi ( Indonesia asli) dan “Timur Asing”. Peraturan tersebut pada satu pihak mempunyai sanksi (karenanya bersifat “hukum”) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karenanya “adat”). Hak yang bersifat bersama komunal (hak persekutuan) terhadap suatu wilayah tertentu, disebut sebagai hak ulayat (istilah yang berasal dari Minangkabau). Hak ulayat dan hak-hak serupa diakui oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agriara dan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sepanjang dalam kenyataannya masih ada dan harus disesuaikan dengan kepentingan Nasional dan Negara serta dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.

Masyarakat hukum adat adalah terjemahan dari istilah pakar hukum adat Belanda (van Vollenhoven dan ter Haar) yaitu adatrechtsgemeenschap). Dan oleh pakar hukum adat Indonesia menggunakan istilah “persekutuan hukum”. Prinsip organisasi masyarakat hukum adat di Indonesia adalah kombinasi faktor teritorial (wilayah,seperti kampung dan desa) dan genealogis (keturunan, seperti suku,anak suku atau pecahan suku).
Van Vollenhoven dan ter Haar membagi lingkungan hukum adat di Indonesia dalam 19 lingkaran hukum, berdasarkan atas persamaan secara garis besar,corak serta sifat hukum adat yang berlaku. Dimana Borneo (kecuali wilayah Melayu bagian barat) dan masyarakat “Dyak” dimasukan dalam lingkungan hukum adat tersendiri (No. 7). Berarti keberadaannya sebagai masyarakat hukum adat diakui.

Hutan adat menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat adat. Persyaratan utama untuk memperoleh pengakuan atas hak-hak itu adalah pembuktian keberadaan sebagai masyarakat adat. Hak masyarakat adat atas hutan adat menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, “sangat terbatas” sebagai berikut:
a) Hak atas hutan adat hanyalah hak pakai.
b) Hak pakai ini dibatasi oleh hak negara melaksanakan pembangunan dan hak hutan untuk dilestarikan.
c) Hak atas hutan adat diberikan pemerintah dan dapat ditarik oleh pemerintah, sehingga tidak ada kepastian hukum.
d) Urusan memperoleh hak atas hutan adat tidak mudah, karena meliputi usaha untuk membuktikan diri sebagai masyarakat adat.

Eko R Prabowo menulispada 16 Mei 2009 jam 0:03

hutan adat.... yang saya tau,ini susah sekali diakomodir dalam bentuk kebijakan oleh pemerintah... padahal ujung tombak di lapangan kan masyarakat...
pemerintah hanya bertugas melindungi secara hukum namun..... kenyataan yang terjadi pemerintah acuh tak acuh mengenai hutan adat, polemik berbagai kepentingan pun berpengaruh besar pada keberadaan hutan adat...
masyarakat adat sekarang dalam masa transisi, dimana harus menjaga adat istiadat ditengah gerusan arus globalisasi....
Padahal beberapa tempat yang mengelola hutan adat, memiliki parameter keberhasilan yang sangat signifikan, misal : komunitas ciptagelar, ngata toro, sembalun... dengan pola kearifan yang berdasar pada sistem2 religius....
adakah hutan adat yang masih dikelola dan dimanfaatkan di kalteng ini???


Oneley Tomas

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Hukum Adat Dan Tanah adat"

Posting Komentar