Penguasaan Tanah secara Sistematik Oleh NEGARA

1. Pendahuluan.
Polemik soal pembakaran lahan dan hutan untuk perkebunan skala besar di Indonesia terus menerus terjadi setiap tahun. Disatu sisi ,masyarakat disalahkan sebagai pelaku pembakaran lahan untuk perladangan. Tetapi disisi lain tidak dapat dipungkiri dan bahkan fakta-fakta menunjukan bahwa ada perkebunan kelapa sawit yang melakukan pembersihan lahannya dengan cara membakar setelah land clearing dilakukan.

Dalam permasalahan kabut asap pembakaran lahan dan hutan ,pertentangannya juga terjadi pada level tingkat tinggi ,dimana antar Negara,khususnya Malaysia dan Indonesia saling menyalahkan dalam kasus kebakaran lahan dan hutan yang dilakukan perkebunan-perkebunan di Indonesia ,tetapi senyatanya tidak sedikit perkebunan-perkebunan yang membakar tersebut adalah pemilik modal dari Malaysia.
Saat polemik boleh tidaknya peladang mengelola ladangnya dengan tidak membakar,kita telah terjebak jauh mengenai ini,kita lengah untukmenganalisa lebih jauh lagi.Ketika kebijakan-kebijakan terkait ini ditarik mundur ,ada persoalan yang lebih besar dibelakangnya yang tidak terlihat. tetapi telah berjalan. Mudah-mudahan tulisan ini bisa membuka tabut itu,dan kiranya menjadi bahan untuk kita diskusikan dan disikapi bersama.

Peran Pemerintah

Dalam rillis salah satu NGoS Lingkungan khabar yang tidak mengenakan datang dan disampaikan oleh Koalisi Pembaharuan Agraria (KPA) mengenai Satu kesepakatan yang disepakati bersama oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia MoU nomor :3/Skb/Bpn/2007,No.B/576/III/2007 Tentang Penangan Masalah Pertanahan.Koalisi Pembaharuan Agraria (KPA) menilai dari beberapa isi dari MoU itu sebaliknya MENGANCAM dan TIDAK BERPIHAK kepada Rakyat antara lain :

Pasal 5 Ayat 3 : BPN menjalankan MoU ini adalah bentuk persiapan legal dalam insitusi BPN,Untuk mendorong lahirnya UUP.Sehingga kebijaksanaan Nasional BPN sesungguhnya mendorong lahirnya Undang-Undang PERTANAHAN bukan mengimplementasikan UUPA No.5 tahun 1960.Padahal telah banyak dilontarkan sejumlah argumentasi bahwa carut marut dari hukum agraria kita sebenarnya di sebabkan oleh tidak dijalankan UUPA 1960 dan dijalankan nya pendekatan sektoral dalam menangani sumber-sumber agraria seperti : hutan,tanah,pesisir-pesisir kelautan ,pertambangan tata-ruang,pertanian.


Program ini diberlakukan secara bertahap mulai tahun 2007 hingga 2014.
Tanah seluas 8,15 juta hektar akan dibagi kepada masyarakat miskin dengan kriteria tertentu dan pengusaha dengan ketentuan terbatas .diperkirakan 6 juta hektar untuk masyarakat miskin,dan 2,15 juta hektar diberikan kepda pengusaha untuk usaha produktip dengan tetap melibatkan usaha petani perkebunan.Negara mencabut kembali pemberian tanah tersebut apabila tidak dimampaatkan untuk usaha produktip.Tanah yang akan dibagikan berasal dari lahan kritis,lahan hutan produksi konservasi,tanah terlantar, tanah milik negara yang hak guna usahanya telah habis,maupun bekas swapraja.
Semangat repormasi Agraria ini lah yang kemudian dituangkan dalam MoU antara BPN dan POLRI .Semangat inilah yang memicu Pemda Kalteng Untuk mempersiapkan RAPERDA tentang penertipan dan pendaya gunaan tanah terlantar,
SAYANGNYA pada pasal 7 ,yang isinya lebih banyak menyinggung soal pengelolaan,pemampaatan ,pembersihan tanah dan lahan tidak dilakukan dengan cara pembakaran tanah dan lahan beserta dengan sanksinya.


Repormasi Agraria

Petani dan Masyarakat Adat adalah kelompok utama yang mengalami langsung akan imbas kebijakan pemerintah yang tidak memihak ,sehingga timbulnya kemiskinan ,pengangguran dan menanggung hutang Negara .
Pertengahan bulan September 2007 Presiden SBY menyinggung perlunya Repormasi Agraria dalam kontek pembanggunan berkelanjutan .pada upacara Pemberian Gelar Doktor Kehormatan di,Universitas Andalas Padang.
Joyo Winoto selaku pemegang mandate dari Presiden ,selaku penanggung jawab program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
yang mencakup pelaksanaan Landreform dan AcessReform.
Landreform yang cetuskan ini membuka akses kepada masyarakat pada sumber-sumber ekonomi tanah pada satu paket. Dan dari sinilah lahirnya INPRES NO 2 tahun 2007,
Untuk Revitalisasi dan Rehabilitasi Lahan ,Petunjuk Teknis Pelaksanaan Master Plant
Untuk PLG 1 juta Hektar di Kabupaten Kapuas,Pulang Pisau dan Barito Selatan di Kalimantan Tengah,dan pelaksanaannya juga terhambat karena Tumpang Tindih Kebijakan,dan kendala RTRWP yang tidak sesuai dengan keadaan lapangan.
Acess Refom yang dimaksud adalah Program penunjangan untuk mendapat akses financial ,pasar, hingga teknologi pertanian.

Sekarang yang sedang hangat-hangatnya di publikasikan mengenai satu tawaran baru yang sangat-sangat membingungkan publik,yaitu PROYEK REDD (penanggulangan masalah emisi karbon) yang nota bene adalah proyek CUCI DOSA dari negara maju kepada negara berkembang. yaitu mereka tetap melakukan aktivitas pencemaran ,kita disuruh untuk menanam pohon./ bahasanya ”mereka berak kita yang disuruh membersihkanWC nya” Dimana pemerintah Republik ini dengan TIDAK berpri KEMANUSIAAN lewat Departemen Kehutanan mengajukan satu konsep untuk membuat jurang pemisah antara masyarakat yang nota bene pemilik lahan/hutan dengan akses kehidupannya sendiri,yang hampir 100 % mengantungkan hidupnya denganTanah

Kami melihat disitu jelas dan sangat-sangat jelas pemerintah pusat khususnya departemen Kehutanan menjadi pelaku” penCAPLOKAN” atas tanah dan kehidupan masyarakatnya sendiri. Karena napsu dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan /pelaku pembuat kebijakan hanya memikir isi perutnya sendiri. Dalam skema REDD yang di ajukan departemen kehutanan yaitu meliputi 5 kawasan hutan :
1 .kawasan hutan produksi ,yang jelas hanya diperuntukan kepada Hantu-hantu HPH yang
Trac recortnya sudah tidak diragukan lagi,dengan mengantongi selembar ijin mereka menjarah hutan dengan sebebas-bebasnya ,karena dalam konsep REDD mereka bisa membayar kesalahan mereka dengan uang

2 .Kawasan hutan konservasi / Hutan Lindung,pada kenyataannya Hutan yang mereka usul itu merupakan kawasan pemukiman seperti contoh Kasus di DAS Batang Toru Sumatra Utara.

3. Kawasan Hutan Tanaman Industri /HTI yang notabene Tanaman monokultur (Bahan untuk bubur kertas) yang tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat,untuk kepentingan negara barat (industri)

4. Hutan Gambut,program reporestasi dan rehabilitasi lahan memang sangat baik kalau di lakukan penanaman tanaman yang berpihak kepada masyarakat,tetapi kenyataannya malah perkebunan sawit yang menjadi pilihan paling tepat sebagai rehabilitasi lahannya contoh PLG 1 juta Hektar di Kapuas yang sekarang masih menjadi konplik dimana kebun karet masyarakat yang di caplok oleh pemegang ijin perkebunan kelapa sawit,apa yang dilakukan pemerintah/penegak hukum ? Cuma ....AAAAA.......

5. Perkebunan kelapa sawit,yang jelas-jelasnya tidak pernah memberi kontribusi kepada masyarakat malah membuat sejuta sengsara ,contoh banyaknya warga yang di penjara karena mempertahan kan hak atas tanahnya yang sudah di kuasai dan dikelola turun temurun / Reklaming lahan
.
Inilah sekilas gambaran bentuk penguasaan tanah yang sistematis dikuasai oleh negara yang diperpanjang tanganan dengan : SK / Kepres ,Undang-undang,Perpu,dan berbagai bentuk prodak lainnya yang sama sekali tidak memihak ke masyarakat sejak Rezim Orba
Sehingga dengan kebijakan itu ”Bumi di bikin Goncang Langit di bikin Ganjing ” oleh panasnya bumi. Atau akibat Efek rumah kaca..sehingga ekosistem dan siklus peradaban di muka bumi berangsur-angsur ikut menghilang.






Dilema yang menjadi realita,dimana kaki berpijak

Dari arogansi perkebunan kelapa sawit skala besar

lirik syair ; Lagu Berita kepada kawan dari Ebit G Ade ;

perjalanan ini......sungguh sangat menyedihkan
sayang engkau tak duduk .....di sampingku kawan
banyak cerita yang mestinya kau dengarkan
di tanah kering berbatuan........

perjalanan ini pun seperti jadi saksi
gembala kecil menangis sedih........ooo.....

kawan coba dengar apa jawabnya....
kenapa di tanah ku terjadi bencana

ayah ibunya telah lama mati
di telan bencana alam ini.....

sesampainya di laut.........
ku khabarkan semuanya
kepada karang....
kepada ombak,
kepada matahari
tetapi semuanya diam
tetapi semuanya bisu
tinggal aku sendiri
terpaku menatap langit
barang kali di sana ada jawabnya...........
kenapa di tanah ku terjadi bencana .......

mungkin alam mulai enggan bersahabat kepada kita
atau Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa

coba kita tanya kan
pada rumput yang bergoyang......ooo......


Sekarang yang menjadi nyata dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia saat ini



Saudara dan saya mungkin bertanya-tanya apa hubungannya lirik lagu tersebut dengan arah penulisan kami,disini kami mengajak saudara untuk merenung dan ikut merespon akan makna dari syair lagu tersebut.
Sang pencipta lagu mungkin terinspirasi memberi pesan untuk kita jauh-jauh hari mengenai ke
rusakan alam yang telah dilakukan manusia. Sekarang kita mungkin sadar atau Cuma merenungi arti akan pesan ini. Itu salah siapa atau dosa siapa,anda atau alam yang disalahkan ? Atau kita yang sudah terlahir di bumi ini ?

Dalam tahun-tahun terakhir ini BAHASA “bencana alam,pencemaran,kriminalitas” sudah menjadi ladang liputan media masa.
”Dilema yang menjadi Realita Dimana Kaki Berpijak” dari arogansi perkebunan kelapa sawit skala besar di Kalimantan Tengah kita diberi kesempatan untuk memilih : Maju atau tetap Bertahan.

Kalau Maju kita harus berbuat,atau kita kelola lingkungan yang ramah terhadap penghidupan mahluk hidup sekitarnya,termasuk kita manusia yang berada pada ranah itu. Kalau bertahan kita jangan jadi pelaku,dan kita harus berdayakan tanaman lokal yang sudah terbukti menopang perekonomian kita,dan lebih familiar di bandingkan tanaman monokultur jenis sawit.Dimana perkebunan kelapa sawit memerlukan lahan yang luas,perawatan yang intensif dan memerlukan biaya yang besar.
Kita sebagai bangsa Indonesia tidak bisa pungkiri bahwa semuanya itu akibat dari Kebijakan pembangunan yang keliru dari cara pikir kita sendiri.Kerusakan alam itu fakta nyata yang sudah jelas tidak ada penanggung jawab sejak peradapan manusia yang mengenal dirinya sebagai penguasa akan alam dalam hal mempertahankan kelangsungan hidupnya.Untuk sekarang perlahan tapi pasti alam akan menjadi hancur oleh pengambilan kebijaksanaan yang tak arip.Pemerintah Indonesia sebagai penguasa salah satu pelaku yang selalu berdalih Demi Kesejahteraan Rakyat demi pembangunan yang berkesinambungan. Kata sejahtera tersebut tidak akan pernah tercapai kalau tatanan pemerintahan atau cara birokrasi yang kapitalis ,sehingga melahirkan kaum-kaum feudal gaya baru atau kelompok tertentu yang menikmati kemerdekaan yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa ini”mewujudkan masyarakat yang merdeka,berdaulat adil makmur dan sejahtera”

Dunia dan peradapan dihukum oleh karya manusia itu sendiri,sekarang sadar atau tidak sadar wacananya hanya demi kesejahteraan manusia,tapi yang dipanen Cuma sejuta bencana & masalah. Implik
asinya yang sangat krusial adalah Ekologi sosial budaya harkat yang menjadi bayarannya.
Tahun 2008 Indonesia diberi penghargaan sebagai perusak lingkungan terHEBAT didunia berdasarkan laporan FAO Global Forest Resources Assess Ment 2005 yang masuk Guinnes World Records.
Pemerintahan Indonesia tidak menyadari akan kebijaksnaan yang telah diambil ,padahal itu sangat keliru seperti :
:


* Banyaknya BUMN yang dilelang / di obral.

* Sistim Pemerintahan Birokrasi Yang Kapitalis

* Keluarnya Produk Peraturan / Perundangan yang Tidak jelas.

Sehingga kemerdekaan yang diperjuangkan bung Karno dulu DIREDUKSI dengan menyerahkan kedaulatan ekonomi kepihak ASING,
Apakah Kita Mau Dan Siap menerima kenyataan ini ?
“Kita jangan Cuma berpikir tapi harus berubah”

Hutan dibabat
Rakyat melarat
Adat lenyap
Masa depan gelap
Mungkin slogan inilah yang menjadi kawan dan sahabat kita ke depan.
Rakyat kecilah akhirnya yang termarginalkan “ TEMPUN PETAK MANANA SARE” yang punya tanah menjadi kuli di tanah sendiri seperti yang terjadi di Kalimantan saat ini di mana tanah-tanah warga di jadikan perkebunan sawit oleh pemerintah,yang tragisnya mereka hanya melihat dari segi investasinya tapi tidak melihat dari sisi EKOLOGInya.Inilah bumiku ……………….
Tunggu waktunya Inallilahi wa inallilahi rojiun.
Dari tanah kita diciptakan ,ditanah kita hidup,ditanah juga kita dikubur. kelolalah Tanah /alam dengan bijak supaya kita tidak seperti apa yang dipesankan oleh sang penyair Ebit G Ade dalam Sebuah Lagu Berita kepada kawan.



Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

DAMPAK EKOLOGI YANG DITIMBULKAN AKIBAT DEFORESTASI

* Perubahan Ekonomi hutan karena adanya alih pungsi hutan mejadi perkebunan
* Program alih pungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sangat diminati investor
karena sangat menguntungkan terutama dalam pemampaatan kayu dari limbah land
clearing.
* Hilangnya keaneka ragaman hayati dari ekosistim hutan hujan tropis.
* Hilangnya flasma nutvah,sejumlah species tanaman & hewan.
* Hilangnya sumber air ,sehingga memicu kekeringan.
* Peningkatan suhu udara dan gas rumah kaca / pemanasan global
* Penyebab bencana alam seperti banjir dan tanah longsor
* Hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan.

Perkebunan Kelapa Sawit ditinjau dari aspek EKONOMI

1. Meningkatkan pendapatan masyarakat
2. Meningkatkan penerimaan sumber devisa Negara
3. Menyediakan lapangan kerja
4. Meningkatkan produktivitas & nilai tambah serta daya saing
5. Memenuhi kebutuhan komsumsi dan bahan baku industri dalam Negara


Dampak Ekologi pembukaan lahan / Land Clearing

1. Hilangnya sumber resapan air
2. Hilangnya tanah lapisan atas /top soil (tanah subur)
3. Terjadinya pemadatan tanah dengan adanya alat berat
4. Hilangnya organisme hutan (fauna & flora) satwa liar seperti orang utan ,gajah
badak,harimau dan burung-burung yang hampir punah.
5. Pembukaan lahan yang tidak bertanggung jawab (sistim bakar) penyebab pencemar
aran asap
6. Peningkatan suhu udara dan perubahan iklim

Homogenitas Tanaman Monokultur (Kelapa Sawit)

1. Menurunnya kualitas tanah (kesuburan) jika tidak diimbangi dengan pemupukan
yang memadai.
2. Penggunaan pupuk dan herbisida (on organic) yang berlebihan,residu dapat mence
mar tanah dan air.
3. Peningkatan erosi
4. Peningkatan serangan hama penyakit (hama belalang dan walang )
5. Tanaman kelapa sawit sangat boros (rakus) hara dan air.



Dampak Ekologi pengguna CPO sebagai bahan BIO ENERGI

1. Sangat ramah lingkungan dan bersipat SDA yang diperbaharui dibandingkan
energi fosil karena diproduksi dari bahan organic
2. Bio Energi dari CPO walaupun mempunyai nilai kalor sangat rendah ,tetapi mempu
nyai TITIK NYALA (ignitation point) dan vikositas kinetic yang lebih tinggi di
banding kan energi fosil.
3. Bio Energi CPO lebih wangi dibandingkan energi Fosil
4. Akan terjadinya persaingan kepentingan kebutuhan CPO untuk bahan pangan dan
minyak dengan energi



Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit yang berkelanjutan diperlukan :




1. Perencanaan tata ruang yang berorientasi lingkungan yang berkelanjutan
2. Areal konservasi dipertahankan ,adanya BUFER ZONE (misalnya 100 meter dari
sungai atau sumber air tetap dihutankan
3. Adanya pembatasan pelepasan pada kawasan hutan konservasi dan proses persetuju
an pelepasannya dengan prosedur dan syarat yang ketat.
4. Pembukaan lahan dilarang dengan system BAKAR
5. Pembangunan PBS pada areal yang betul-betul sesuai jangan dipaksakan hanya
karena alasan ekonomi semata
6. Pemberian SANKSI yang tegas bagi yang melanggar.




Keadilan dapat di tegakan apabila Pelaku di pidanakan / di hukum dan hak-hak korban di pulihkan “ Pesan ini disampaikan untuk kawan-kawan yang ingin menegakan supremasi hukum di bumi pertiwi INI ”



PENANTIAN SANG BURUH LEPAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


Diterik panas matahari yang menyengat tak mengurangi sedikit pun kelelahan yang terpancar dari wajah-wajah pekerja di kebun,baik itu buruh pupuk,semprot ,piringan yang menebas maupun yang mengumpul brondolan.Sungingan senyum masih terlihat dari raut-raut wajah kelelahan tapi kelihatan manis di paksakan walau didalam hati tersimpan kekecutan.

Jauh dilubuk hati mereka ingin saja berteriak supaya bagaimana bisa sejahtera .padahal sudah bekerja melampaui batas kemampuan mereka .Bekerja 7 jam sehari (pukul 04.30 wib rokoll / kumpul di lapangan untuk menerima tugas yang dikerjakan dalam hari itu ,Pukul 05.00 wib naik ke Truk/Jonder perusahaan yang sudah stanby menunggu untuk mengantar ke blok-blok kerja yang sudah di beritakan dalam pengarahan tadi dan siap-siap di jemput pada pukul 12.00 wib) itupun kadang terlambat tergantung dari kesigapan sopir.
Dari hasil kerja tersebut Cuma dihargai oleh standard UMR (upah standar Regional maximum) dari pemerintah daerah Kalteng Rp 26600,- / hari. Untuk perjamnya dihitung berapa ? Belum lagi penderitaannya hilang bahkan menjadi bekal pulang kerja dari perlakuan mandor-mandor yang sok action.

Di salah satu perusahaan yang berada di Kalimantan Tengah diantara raksasa –raksasa perkebunan skala besar swasta yang bertarap International di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan yang notabene wilayah/luasan kebunnya hampir ¼ wilayah KOTIM & SERUYAN dengan bangga menyebut namanya Plantation Project International of Central Kalimantan yang mempekerjakan ribuan tenaga kerja dengan nilai upah Rp.26600,-/ hari. Dan paling banter Rp.35000,-/hari karena ditambah lembur.
Padahal penghasilan dari pemilik perusahaan dalam satu harinya berdasarkan keuntungan dari penjualan CPO ;satu milyar /Rp.1000.000.000 per hari dari kapasitas pabrik yang kemampuan produksinya 90 ton TBS(Tandan Buah Segar) per jam.
Bayangkan ini sangat DILEMATIS sekali,kalau dihitung dari kuata pendapatannya dengan standar UPAH yang dikasih.

Apakah kenyataan ini hanya mimpi ? “TIDAK” apakah ini pilihan ? Juga “TIDAK” Negara Indonesia yang mempunyai sumber daya alam dan tenaga kerja yang mencukupi /terampil eks Malaysia semua tapi made in Indonesia seperti Jawa,Bugis,Flores dan orang lokal hanya di harga dengan upah segitu ? “Bukan lautan hanya kolam susu,……tanah kita tanah sorga ……” itu adalah CERMINAN Negara republik Indonesia yang makmur ,subur tapi kenyataan nya “kesejahteraan” itulah yang dinikmati oleh rakyatnya yang sekarang berubah status dari orang makmur menjadi miskin
Miskin ilmu…………..
Miskin harta………….
Miskinnnnnnnn segala-galanya.
Inilah pertanyaan yang perlu kita Jawab bersama “KENAPA & MENGAPA” itu harus terjadi ?
Contoh yang sangat riskan sekali di mana buruh yang keringatnya diperas untuk mendapat Rp.3000,00 atau lebih sedikit kalau dihitung pendapatan perjamnya.itupun
tidak lepas dari istilah GAJI GANTUNGAN,dimana penghasilan buruh tidak dihitung dengan lama kerjanya.
Hari kerja / HK : 30 hari kelender
Hari kerja terpakai : 25 hari( bulan tutup buku)
Pengajian : tanggal 06 bulan di depan

Yang di bayar Cuma 25 hari terpakai x Rp.26.600,00 = Rp.665000,00 / Bulan
Sedang kan sisa mulai tanggal 26 sampai tanggal 6 bulan berikutnya di gantung atau dipinjam oleh perusahaan.itupun belum lagi dipotong Ppn(pajak pertambahan Nilai) sekian persen dan potongan Jamsostek,dan bon Kantin , yang penghasilan tersebut tidak semuanya diterima utuh.Maka istilah di Perkebunan Kelapa Sawit dikenal dengan Istilah” Masuk Enak Keluar Susah”,Sistim perekrutan tenaga kerja paling gampang tapi kalau mau keluar agak susah,karena anima karyawan perkebunanan akan berpikir Bagai mana nasip saya setelah keluar dari perusahaan ini nanti.Yang impian untuk merubah nasip /meningkatkan kesejahteraan hanyalah mimpi HIDUP SEGAN MATI TAK MAU maka pilihannya hanya bertahan sementara hidup. Apakah hal ini “Wajar” perusahaan yang besar kho ngutang sama buruh yang penghasilannya cuma $ 2 koma sekian,dalam satu hari ?
Cita-cita UNDANG-UNDANG DASAR 1945 dan PANCASILA yang menyatakan kesejahteraan untuk RAKYAT mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkeadilan sosial itu hanya” IMPIAN” yang kapan akan tercapai.

Palangka Raya ,22 Maret 2009

Penulisan ini saya sari kan kepada kawan-kawan yang peduli terhadap lingkungan
Maupun pemangku kepentingan/penentu kebijakan agar bisa melihat apakah “sawit”
Bisa mensejahterakan masyarakat atau hanya membuat konplik berkepanjangan dalam
merebut SDA di Kalimantan Tengah.atau BUMI BORNEO ini.
Lewat tulisan ini juga saya memohon agar pembangunan yang Adil dan berkeseimbangan
Harus melihat segi EKOLOGI nya,biar pembangunan untuk mensejahterakan rakyat tapi pada kenyataannya akan memanen bencana di masa akan datang.
Peliharalah bumi dengan kearipan mu,karena bumi tempatmu di lahirkan,dibesarkan
dan di kubur.
Sumber daya alam yang ada di dalamnya bisa saja di ambil tapi INGAT akan nasip anak cucumu.
Bencana itu bukan Takdir,atau Nasip,tapi KARMA dari perbuatan kita sendiri.

By; Onely Tomas

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Akses tanah ; Hak,Konflik dan kerja sama

Deforestasi,kebakran hutan,pembalakan liar dan konplik tanah dengan masyarakat adat seringkali merupakan masalah utama dalam pengelolaan sumber daya hutan.Banyak pengamat/peneliti menghubungkan masalah ini dengan isu penguasaan tanah ,namun hanya sedikit riset yang menyediakan analisis terperinci mengenai KOMPETISI klaim hak akses dan penguasaan tanah hutan.sumber utama dari kompetisi klaim ini dikarenakan kurangnya kejelasan legitimasi dari kebijakan penguasaan tanah (Negara).
Legilitas mengacu kepada kesesuaian dengan hak dan prinsip konstitusi,sementara legitimasi memacu kepda keterlibtan penuh dari pihak-pihak yang berkepentingan diskusi dan pembaharuan legal.
Konflik penguasaan tanah muncul dari persepsi dan interpretasi yang berbeda yang dimiliki masyarakat terhadap hak mereka atas tanah dan sumberdaya hutan.Tidak seperti prosedur lain yang hanya mengidentivikasi sistim penguasaan tanah seadanya dan konflik umum saja
Metode Rapid Land Tenure Assessment (RaTA) dalam program pengelolaan Hutan dan Lahan di Indonesia secara ADIL & Efisien dan berkesinambungan mengacu pada pemahaman penguasaan tanah secara ringkas yaitu menyelidi KOMPETISI klaim antara berbagai pihak yang berkepentingan karena kompetisi klaim ini sering kali berhubungn dengan tumpang tindih kebijakan penguasaan tanah (Negara),yang berkembang akibat sejarah waktu yang berbeda dan untuk berbagai tujuan yang berbeda.

Sepuluh sumber Kompetisi klaim atas penguasaan tanah :
1 Sejarah perubahan pemerintah dari masyarakat lokal menjadi gabungan dukungan terhadap penguasa lokal dan control pihak luar untuk kepentingan ekonomi dan politik Negara ,menuju Negara kesatuan dengan hokum yang formal,telah menyebabkan kerumitan penuntutan hak terhadap berbagai bagian dari bentang lahan.
2 Dualisme system penguasaan antara peraturan resmi pemerintah/positip (tidak sepenuhnya dipahami dan dilaksanakan)dan Klaim inpormal atau hokum adapt tidak pernah di selesaikan.
3 Perselisihan batas tanah karena status penguasaan /pengelolaan yang tidak jelas atau persepsi yang berbeda dari penguasaan tanah.
4 Tumpang tindih hak oleh pihak yang berbeda untuk tanah yang sama karena perbedaan tujuan ,kepentingan dan kewenangan dari berbagai departemen pemerintah atau dibawah rezim yang berbeda .
5 Kurangnya pengakuan terhadap hukum adat/hak informal dalam proyek pembangunan pemerintah.
6 Catatan pendaftaran tanah yang tidk jelas dan penguasaan beberapa pihak dengan SERTIFIKAT penguasaan tanah yang sama.
7 Pertanian komersial /tanaman monokultur yang meningkat dan penggunaan tanah yang ekstensif yang menyebabkan persaingan akses tanah.
8 Ketidak merataan penguasaan tanah ,dihubungkan dengan jurang kemiskinan yang ekstrim dan peluang akses yang hilang ,menyebabkan persaingan yang sengit atas kepemilikan tanah.
9 Migrasi dan kembalinya populasi yang diakibatkan oleh konflik dari peperangan atau tranmigrasi yang diPAKSA kan oleh proyek pemerintah.
10 Perpindahan penduduk ke wilayah yang dihuni masyarakat dengan sistim penguasaan tanah s etempat,menyebabkan Konflik dan kesalahpahaman terhadap peraturan tentang akses tanah dan terbukanya peluang bagi pihak yang menjual klaim tidak sah atas tanah.

Tujuan RaTA dan kerangka Kerja Analisis

RaTA bertujuan untuk mencari dan mengungkapkan kompetisi klaim historis dan legal antar berbagai pihak yang berkompetisi yang berpegangan kepada hak dan kepentingan yang berbeda.
Lima tujuan di gunakan untuk menangani konflik penguasaan tanah ,diantaranya pemahaman umum tentang tanah dan konflik,analisis pemangku kepentingan ,berbagai bentuk dari klaim historis dan legal,keterkaitan dari klaim ini dengan kebijakan dan (adat) hokum pertanahan,dan mekanisme dari penyelesaian konflik.

Tujuan dari riset RaTA ;

1 Mengambarkan keterkaitan umum dari tanah dan konflik terhadap keadaan tertentu ;politik,ekonomi lingkungan dsbnya.
Pertanyaanya; Kapankah konflik itu muncul ?
Bagaimana konflik tanah itu terjadi ?
Bagaimana gambaran pemicu yang menyebabkan konflik tanah ?

2 Mengidentipikasi dan menganalisis pemangku kepentingan
Pertanyaanya; Aktor manakah yang terlibat langsung atau mempengaruhi pihak lain
Dalam konflik ini ?
Bagaimana pihak yang berkepentingan berkompetisi,berinteraksi dan
Berhubungan satu sama lain ?

3 Mengidentivikasikan berbagai bentuk dari klaim histories dan legal oleh pe
Mangku kepentingan .
Pertanyaanya ;Jenis bukti seperti apa yang mereka gunakan atau pertimbangkan seb
Agai hal yang diterima untuk membuktikan sebagai klaim ?
Apakah mereka percaya bahwa kepentingan dan hak atas tanah mere
Ka dapat dilakukan ?
Apakah mereka mengetahui lembaga /organisasi legal yang melindu
Ngi mereka ?

4 Mengidentivikasi dan menganalisis hubungan antara berbagai klaim terhadap
Kebijakan dan hokum adat pertanahan.
Pertanyaanya ;Apa Hukum (Adat) resmi dan rezim kebijakan mengenai perihal perta
Nahan dan penguasaan ?
Apakah pemegang hak memiliki dukungan dari kebijakan yang ada ?
Apakah ada kebijakan dan perundang-undangan yang tumpang tindih
5 Mengertikan pilihan kebijakan /intervensi untuk mekanisme penyelesaian
Konflik
Pertanyaanya;Apakah ada kebijakan untuk mengelola atau menyelesaikan perselisih
An tanah ?
Jenis penyelesaian konflik apa yang perlu disampaikan ?
Intervensi tingkat apa yang diperlukan ?




Berkeadilan dan Efisiensi dalam pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan

Makna khusus untuk berkeadilan :
1 Perintah moral ; mereka yang secara efektip menjaga hutan dalam satu bentang lahan ,patut mendapatkan penghargaan.
2 Pengentasan kemiskinan merupakan tujuan utama dari perkembangan millennium (MDG) dengan mengamanatkan pada pendekatan yang berpihak pada masyarakat kecil/miskin
3 Menghindari konflik,memberi insentip dan memberi hukuman kepada perusak hutan
4 Memberikan penghargaan kepada masyarakat setempat yang melakukan pengelolaan lahan secara tradisional (kearipan lokal)

Makna khusus untuk Efisiensi ;
1 Memaksimalkan rehabilitasi lahan pada kondisi yang benar-benar terancam
Seperti lahan gambut
2 Pasar yang menentukan harga ‘tepat” = “Adil” jika terlepas dari monopoli
3 Kita harus menunjukan keberhasilan dalam rehabilitasi untuk mempertahankan dukungan masyarakat.
4 Bekerja sama dengan ahli dari luar /pihak ketiga untuk mendapat kan informasi yang dapat dipercaya.


Untuk study Kasus ;Di Balik Kabut Gunung Halimun Salak 113.357 hektar yang ditetapkan sebagai Taman Nasional tahun 2003 oleh pemerintah ,
Padahal disitu sekitar 15000 hektar di klaim sebagai konsesi pertambangan ,usaha perkebunan dan infrastruktur pembangunan.
Di lain pihak masyarakat adat juga mengklaim berdasarkan sejarah,mata pencaharian dan legalitas adat yang sudah dikuasai sebelum jaman Belanda menetapkan sebagai tanah Negara.
Alasan pemerintah menetapkan nya sebagai hutan konsevasi /hutan lindung Bukit Halimun karena kekayaan ekosistem dan fungsi hidrologisnya semata dan Masyarakat Mau di kemanakan ?


Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber dan dari hasil pelatihan FESERLUI (Program pengurangan Emisi yang Adil , Efisien dan Berkesinambungan di lahan Indonesia)
Hotel Dandang Tingang 10 – 12 maret 2009 .by THOMAS.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Stigmanisasi Suku Dayak


Tahun ini adalah tahun keDelapan pascakerusuhan di Sampit, Kotawaringin Timur, Kalteng.
Konflik etnis ini tak sekadar menyentakkan. Tetapi juga memunculkan kembali diskursus dan kontoversi terhadap orang Dayak yang selama pemerintahan Belanda di Indonesia sebagai suku terasing, tidak beradab, barbarian, kanibal dan biasa mengayau (memotong kepala musuh dalam peperangan) ke permukaan. Stigmanisasi Belanda ini 'berhasil' menyesatkan pandangan suku lain di Nusantara terhadap orang Dayak. Hingga kini, misalnya anak di Pulau Jawa yang lahir pada era 1970-an percaya bahwa orang Dayak itu berekor, haus darah dan dilingkupi kehidupan black magic yang pekat.

Penyesatan persepsi ini yang dilakukan Michael Theophile Hubert (MTH) Perelaer (1831-1901) dalam bukunya Borneo van Zuid naar Noord (Desersi: Menembus Rimba Raya Kalimantan) terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan diterjemahkan Helius Sjamsuddin. Perelaer yang pernah ambil bagian dalam Perang Banjarmasin (1859) sebagai opsir Belanda dan diangkat menjadi Civiel Gezaghebber (pejabat sipil) di daerah Groote en Kleine Dajak --kini Kalteng-- (1860) ini, di hampir seluruh bagian bukunya itu menggambarkan dengan sangat mumpuni keindahan rimba raya Borneo beserta sungai yang bersih dan berarus deras mengalir. Tentu, sebelum ganasnya gergaji dan raung buldozer milik kapitalis dari kota yang meluluh-lantakkan wajah dan perut bumi.
Selain sebagai tentara, Perelaer penulis yang cukup produktif semasa hidupnya. Dia banyak menulis tentang Hindia Belanda. Pengetahuannya yang mendalam tentang adat-istiadat Dayak dituangkan dalam bukunya yang telah menjadi klasik, seperti Etnographische Beschrijving der Dajaks (1870). Selain itu, Perelaer menulis novel Baboe Dalima yang disebutnya sebagai opium roman.

Namun yang paling banyak dikisahkah Perelear adalah yang terakhir. Di mata Perelear, kayau menjadi bukti barbarianisme tumbuh, berkembang dan mesin pembunuh yang sangat efektif di kalangan orang Dayak pada abad ke-19. Hampir di semua bab novelnya (19 Bab), Perelear menggambarkan bagaimana kayau berlangsung. Sayangnya Perelear lupa (?) --mungkin karena buku ini bersifat novel-- menjelaskan mengapa kayau hidup, berkembang dan juga menjadi sarana perlawanan terhadap kekuasaan kolonial selain medium penaklukan dan lambang keperkasaan.
Namun tidak sekali ini saja penulis Belanda --juga orang asing lainnya-- menggambarkan dengan sangat tidak sempurna dan cenderung mendiskreditkan orang Dayak dan kayau-nya.
Buku berbahasa Prancis yang ditulis Jean-Yves Domalain (1971) dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Len Ortzen berjudul Panjamon: I was a Headhunter (Morrow, New York, 1973) pun demikian. Sebuah buku yang berkisah tentang kayau terakhir (mungkin). Buku ini lebih banyak memuat fantasi sang petualang (turis) Domalain. Karena itu, tidak mengherankan Library of Congress (AS) membuat subjek buku ini sebagai Borneo- Description and Travel. Secara tak langsung menunjukkan kualitas buku ini tak lebih dari sekadar iklan untuk turis yang keranjingan bepergian ke tempat eksotik, liar, primitif dan menyeramkan. Terutama dalam menantang marabahaya kayau.

Sama halnya dengan buku Wyn Sargent, My Life with the Headhunters yang diterbitkan Garden City, New York, Doubleday, 1974. Seorang Dayak Ngaju perantauan menceritakan, Gubernur Kalteng WA Gara pernah terpaksa mengusir Wyn Sargent, wartawan petualang asal Virginia itu karena menulis di koran dan tabloid di Amerika. Juga memberi wawancara, bahwa dia tinggal di betang (rumah panjang tempat beberapa keluarga Dayak tinggal bersama dengan guyub) bersama pengayau dan melakukan sex orgy setiap malam.

Dalam bukunya, Sargent menceritakan hengkang dari Borneo. Ibu seorang putra (waktu itu berusia 11 tahun) kembali berpetualang ke Lembah Baliem, Papua Barat. Di sini dia mengaku kawin dengan kepala suku Bahorok atau O'Bahorok. Sargent kembali membuat sensasi dengan gambar pesta perkawinan yang sebenarnya cuma pesta biasa di kalangan orang Bahorok selesai musim tanam. Sargent mengklaim gambar-gambar itu sebagai pesta perkawinannya dengan sang kepala suku. Sargent kembali membumbui kisahnya dengan sex orgy seperti yang dilakukannya di Borneo. Dengan cara demikian, Sargent melengkapi fantasi keprimitifan Borneo dan Papua bagi pembaca buku berbahasa Inggris di Amerika dan Eropa.

Penguasa kolonial dan turis menggunakan ketidaktahuan --bisa jadi karena kesengajaannya- - berkisah dan melebih-lebihkan kenyataan yang ada agar orang membayangkan Borneo juga Papua sebagai tempat primitif.
Perelear mungkin lupa, orang Dayak bisa juga menjadi lebih beradab dengan saling berdamai dan menghentikan pertikaian yang berlangsung ratusan tahun melalui sebuah rapat besar yang dihadiri utusan dari 400 kelompok Suku Dayak di seluruh Kalimantan di Desa Tumbang Anoi, Kahayan Hulu Utara, Kalteng, pada 22 Mei - 24 Juli 1894.

Kayau yang ditulis dengan bumbu cerita lisan hiperbolik, menjadi sekadar kekejaman kala mandau menebas leher musuh. Kayau tak pernah ditulis dalam bingkai sosiologis, antropologis dan politik. Ujungnya puak Dayak didiskreditkan. Padahal, di hari-hari ini apa bedanya dengan kekejaman baik fisik maupun psikologis yang dilakukan kalangan berpunya --secara ekonomi dan politik-- terhadap kaum marjinal.
Padahal, persoalannya adalah bagaimana keadilan ditegakkan secara benar baik faktual maupun filosofis. Dayak yang menjadi anak kandung peradaban Borneo tak boleh lagi menjadi simbol keterbelakangan, barbarianisme dan keterpinggiran.
Namun bagaimana pun, Desersi adalah novel antropologis mengenai Kalimantan abad ke-19 yang memikat, kaya data dan deskripsi detil. Lewat dialog tokoh dalam novelnya itu, Perelaer juga --walau sedikit-- mengkritisi kebijakan Pemerintah Hindia Belanda. Tinggal kemudian bagaimana generasi muda Dayak berbuat mengubah dirinya secara sistematis menjadi sebuah suku yang disegani, bukan ditakuti…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Hukum Adat Dan Tanah adat

Iwan Tunuel menulispada 15 Mei 2009 jam 23:10

Hukum adat (adatrecht), menurut van Vollenhoven, 1906; adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang-orang peribumi ( Indonesia asli) dan “Timur Asing”. Peraturan tersebut pada satu pihak mempunyai sanksi (karenanya bersifat “hukum”) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karenanya “adat”). Hak yang bersifat bersama komunal (hak persekutuan) terhadap suatu wilayah tertentu, disebut sebagai hak ulayat (istilah yang berasal dari Minangkabau). Hak ulayat dan hak-hak serupa diakui oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agriara dan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sepanjang dalam kenyataannya masih ada dan harus disesuaikan dengan kepentingan Nasional dan Negara serta dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.

Masyarakat hukum adat adalah terjemahan dari istilah pakar hukum adat Belanda (van Vollenhoven dan ter Haar) yaitu adatrechtsgemeenschap). Dan oleh pakar hukum adat Indonesia menggunakan istilah “persekutuan hukum”. Prinsip organisasi masyarakat hukum adat di Indonesia adalah kombinasi faktor teritorial (wilayah,seperti kampung dan desa) dan genealogis (keturunan, seperti suku,anak suku atau pecahan suku).
Van Vollenhoven dan ter Haar membagi lingkungan hukum adat di Indonesia dalam 19 lingkaran hukum, berdasarkan atas persamaan secara garis besar,corak serta sifat hukum adat yang berlaku. Dimana Borneo (kecuali wilayah Melayu bagian barat) dan masyarakat “Dyak” dimasukan dalam lingkungan hukum adat tersendiri (No. 7). Berarti keberadaannya sebagai masyarakat hukum adat diakui.

Hutan adat menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat adat. Persyaratan utama untuk memperoleh pengakuan atas hak-hak itu adalah pembuktian keberadaan sebagai masyarakat adat. Hak masyarakat adat atas hutan adat menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, “sangat terbatas” sebagai berikut:
a) Hak atas hutan adat hanyalah hak pakai.
b) Hak pakai ini dibatasi oleh hak negara melaksanakan pembangunan dan hak hutan untuk dilestarikan.
c) Hak atas hutan adat diberikan pemerintah dan dapat ditarik oleh pemerintah, sehingga tidak ada kepastian hukum.
d) Urusan memperoleh hak atas hutan adat tidak mudah, karena meliputi usaha untuk membuktikan diri sebagai masyarakat adat.

Eko R Prabowo menulispada 16 Mei 2009 jam 0:03

hutan adat.... yang saya tau,ini susah sekali diakomodir dalam bentuk kebijakan oleh pemerintah... padahal ujung tombak di lapangan kan masyarakat...
pemerintah hanya bertugas melindungi secara hukum namun..... kenyataan yang terjadi pemerintah acuh tak acuh mengenai hutan adat, polemik berbagai kepentingan pun berpengaruh besar pada keberadaan hutan adat...
masyarakat adat sekarang dalam masa transisi, dimana harus menjaga adat istiadat ditengah gerusan arus globalisasi....
Padahal beberapa tempat yang mengelola hutan adat, memiliki parameter keberhasilan yang sangat signifikan, misal : komunitas ciptagelar, ngata toro, sembalun... dengan pola kearifan yang berdasar pada sistem2 religius....
adakah hutan adat yang masih dikelola dan dimanfaatkan di kalteng ini???


Oneley Tomas

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

KEKUASAAN

Pandangan manusia Dayak dahuloe.
Wahana masyarakat Dayak tentang kekuasaan, Dayak atau tidak yang berkuasa di bumi Kalimantan bukan jaminan bahwa konsep kekuasaan Dayak bisa diwujudkan.
pandangan Dayak tentang kekuasaan identik dengan hidup mati seperti yang tertuang dalam cerita –cerita sastra lisan ,berbagai bentuk kesenian lainnya serta dalam bentuk organisasi kemasyarakat lainnya.yang notabene di nyatakan dalam bentuk upacara-upacara adat ,mereka yang sebelumnya telah dihancurkan oleh kolonialisme Belanda dan lebih dihancurkan lagi oleh orde baru.
Wacana hidup matinya manusia Dayak itu ,secara padat tertuang dalam ungkapan “regan tingang nyanak jatta” (Anak Enggang,Putra-putri Naga).Karena itu semua Tanah Dayak ,baik yang berada dalam wilayah negara kesatuan RI atau yang berada dalam wilayah Negara Malaysia (dari Serawak sampai Sabah) maupun Yang berada dinegeri sultan Bolkiah Berunai kita mendapat Enggang / Tingang dan Naga sebagai lambang.

Apa makna yang dilambang kan oleh enggang / tingang ?
Tingang melambangkan kekuasaan diatas (penguasa hung ngambu ) sedangkanJatta melambangkan Penguasa di bumi dan kehidupan yang terpadu (penguasa hung ngiwa),yang merupakan suatu kekuasaan dwitunggal.

Manusia sebagai Regan Tinggang Nyanak Jatta dilahirkan untuk melaksanakan keadaan yang terdapat dinegeri atas dan negeri bawah/bumi yang menjadikan kenyataan dkehidupan diatas bumi.
Apa bila dia gagal mewujudkan hal ini ,maka anak manusia itu akan menjadi kambe (hantu) yang tidak mempunyai alamat ”pulang”.Lalu kembali pulang kedunia sebagai roh-roh yang gentayangan /jahat.
Dengan kata lain : sebagai regan tinggang nyanak jatta manusia Dayak berpungsi untuk memanusiakan dirinya sendiri ,kehidupan dan masyarakat ,menjadikan kehidupan dibumi sebagai tempat MANUSIAWI.
Tekat untuk mewujudkan wacana ini terlambangkan misalnya pada kebiasaan manakir petak (menumit Bumi ) ,malahap (pekikan Pertarungan) ,ikat kepalaMerah (lawong bahandang),ungkapan isen mulang (tak pulang kalau tak menang) sebutan diri sebagai turunan utus panarung (keturunan orang-orang yang gagah berani)

Wacana inilah yang merupakan nyawa budaya rumah betang Betang ) dimana terdapat peran harmoni antara peran individu dan kebersamaan yang di ungkapkan dalam vilar-vilar RUMAH BETANG yang menganut asas :

a. KEJUJURAN :jujur dalam bersikap dan bergaul/menjunjung tinggi akan keadilan dan bersikap tegas dalam permasalahan.
b. KESETARAAN :setara dalam struktur masyarakat/persamaan status baik itu laki-laki maupun perempuan (harga diri dari seorang perempuan dalam nilai perkawinan/jujuran atau mahar)
c. KEBERSAMAAN dalam arti nilai-nilai demokrasi,di cermin dalam pengambilan keputusan,dalam merencanakan pekerjaan yang akan dilakukan dalam tatanan masyarakat.
d. ABDI HUKUM : yakni Hukum Positip / pemerintah, Hukum Adat, Hukum Alam

Kemudian dituangkan dalam bentuk organisasi kemasyarakatan seperti adanya kepala kampung,pangirak dan damang yang mengendalikan dan melaksanakan kekuasaan dalam struktur masyarakat kehidupan nyata manusia Dayak tersebut.
Bentuk organisasi kemasyarkatan yang sederhana tapi bermutu.Organisasi kemasyarakatan inilah yang dijadikan sarana konkret guna mewujudkan wacana ”REGAN TINGGANG NYANAK JATTA ”diatas yang sekarang perlu di terapkan dalam kehidupan berdemokrasi di bumi Kalimantan tercinta ini.

Organisasi masyarakat ini kemudian oleh Orba di Golkarkan – Pambakal /kapala Kampung di ganti dengan lurah Pangirak di tiadakan Damang di SK kan oleh Camat sebagai simbol yang tidak jelas.
Untuk eksis Kaharingan di jadikan embel-embel Agama Hindu,Budaya dan nilai Dayak di hancurkan secara Sistematik.. Lebih sistematik dari yang dilakukan kolonialisme Belanda dengan politik ” ragi Usang”nya.
Barang kali disinilah dasar nilai budaya mengapa masyarakat /Manusia Dayak kita lemah sampai dengan sekarang .Eksistensinya terhadap diri dan pribadinya pada suku dan budayanya seakan jadi virus yang sangat berbahaya .contoh : orang kampung /yang notabene orang pedalaman yang sekarang tinggal di Palangkaraya sangat tidak menghargai Bahasa Sukunya /lupa akan asal usulnya ”baru di Palangka udah pake bahasa Jakarta ”

Walaupun yang mendapat gelar sarjana dalamberbagai bidang ilmu tidak sedikit / manusia-manusi a Dayak yang Beradap/ modern dari gubernur sampai aktor intelektual dalam dunia pendidikan,wacana budaya dan adat implementasinya hanya sebatas ”Bunga” yang kapan berbuah menjadi nyata dalam tantanan hidup Dayak yang seutuhnya seperti pengakuan kedaulatan terhadap nilai-nilai budaya (Maneser Panatau tatu hiyang) karya Cilik Riwut.
Tapi sejak jaman Orde Baru kekuasaan yang berada di tangan Manusia Dayak sampai sekarang tidak membawa perubahan bagi daerah dan kehidupan manusia Dayak itu sendiri.
Kekuasaan nampaknya tidak dipahami sebagai sarana untuk memanusia kan manusia ,kehidupan dan masyarakat, tidakdi arahkan untuk menciptakan daerah sebagai tempat hidup manusiawi anak manusia.Tapi lebih menjurus pada kesempatan memperkayakan diri
yang umumnya dikenal dengan KKN.

Konsep ”regan tingang nyanak Jata’ tidak diindahkan ,bahkan telah dilupakan dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam yang lestari. Dari kenyataan itu agaknya Dayak atau tidak yang berkuasa bukanlah jaminan bahwa konsep kekuasaan Dayak bisa di wujudkan .Selain karena wacana itu sekarang tidak di mengerti lagi ,bahkan pada kenyataannya sudah dilupakan.

Bagaimana bisa terdapat suatu komitmen kuat menyetia wacana tersebut ,jika dipahamipun ia tidak dan lebih jauh ia dilupakan,mungkin dipandang sebagai wacana ”RAGI USANG ” serta kadaluarsa.

Palangka Raya,February,2009

By.Thomas Wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Demokrasi yang terbelenggu

Aku adalah aku………

Yang terlahir dalam balutan…………

Penderitaan dan kenistaan



Dimana jati diriku di………….

Angapku hanyalah

Pelengkap dari cerita mu……..



Dalam tempaan dan kerasnya Engkau

Bukan membuat ku lembut……



Tapi…………



Kepiluan tangisanmu

Membuat aku seperti

Raja wali dalam kebebasan

Naga dalam kebungkaman ku

Pedang yang tajam dalam kehidupanku



Kebebasan,kebungkam anku,bukan lah ilusi

Kekerasan hatiku bukan lah ambisi



Ingat…………..



Kebebasan adalah retorika kemerdekaanku (rajawali)

Kebungkaman ku bukan berarti “Tidak Berpikir” (naga)

Siapa yang “mencoba dan berupaya” mengasah pedang

Jawabnya “hanya MAUT”



Itulah aku………………



By. thomas

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Masyarakat Adat Yang Berdaulat

Pasal 18 UUD 1945 Bagian II adanya pengakuan tentang Masyarakat Adat (zelfbesturende Landschappen dan volksgemeenschappen ) di mana pengakuan tersebut bukan hanya menyangkut keberadaan komonitas dan wilayahnya (teritori) tetapi juga kelembagaan ,mekanisme hukumnya hak-hak dan kewajiban yang di atur dalam kelembagaan masyarakat adat tersebut. Dalam Kekuasan Manusia Dayak terdahulu sudah di kata kan peranan Dayak dalam bingkai NKRI ,Vilar Budaya Rumah Betang,di kata kan dalam ranah demokrasi dan penerapannya di masyarakat sudah sangat Jelas.

Tapi Implementasinya di kehidupan bernegara masih samar-samar .Dimana penjelasan Pasal 18 UUD 45 ,pendiri bangsa sudah mengilhami akan Status dan keberadaan Manusia Dayak dalam bagian NKRI,tetapi untuk menyatakan pasal 33 UUD 45 (kesejahteraan dan kekayaan Alam) serta UU No 5 tahun 1960 /UUPA.Pasal 3 dengan kalimat berbelok-belok secara meyakinkan mengebiri hak-hak masyarakat adat atas SDA dengan dalih kepentingan nasional dan Negara.

Contoh : banyak Warga di pidanakan karena reklaming lahan/kebun oleh polisi hanya karena kepentingan investasi Negara dengan perkebunan kelapa sawit,banyaknya situs-situs budaya yang mestinya di jaga dan di pelihara di rusak dan di jarah hanya karena ambisi pejabat.,apakah itu bentuk Pemerintah yang menghargai ADAT & BUDAYA masyarakat ?????,Malahan keberadaan masyarakat yang berada dalam bentang kawasan tersebut secara perlahan tapi pasti di lenyapkan.Kemanusia n yang beradab dan kedaulatan sosial itu hanya bunga atau kiasan lidah dari praktisi elit untuk mencari sensasi dan dukungan dari masyarakat yang teraniaya.Kebiasaan ini terdengar dan sering di ucapakan apabila waktu musim kampanye padahal metode yang mereka pakai adalah slogan Napoleon Bonaperte dari Perancis.

Ragi ini sudah usang perlu permentasi baru dan perubahan,yaitu satu kata “PENGAKUAN KEDAULATAN”

Di manakah Kemerdekaan Ku ……..????

Dayak…………BERANIO KAU /(asal kata Bumi Borneo)

Siapakah Masyarakat Adat itu ?

Dalam berbagai dokumen,masyarakat adapt telah di definisikan secara beragam.Konggres Masyarakat Adat Nusantara pada tanggal 11-12 maret 1999 mendefinisikan masyarakat adat adalah Kelompok masyarakat yang mempunyai asal usul leluhur secara turun temurun di wilayah geograpis tertentu ,serta memiliki sistim nilai,ideology, ekonomi politik,sosial budaya dan wilayah sendiri seperti BUMI KALIMANTAN.

Palangka Raya,15 Mei 2009

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Persyaratan berdirinya perusahaan pertambangan

Langkah _ langkah yang harus di patuhi oleh peroleh Perusahaan pertambangan sebelum mengadakan ekploitasi galian.

1. Identifikasi jenis galian yang akan di tambang.informasinya dari masyarakat lokal,daerahnya di mana ,luasnnya memungkinkan untuk jarak angkut apakah setelah penambangan perlunya Stock pail /tempat penumpukan dan Jetty/pelabuhan muat.

2. Buat legalitas usaha penambangan,kategori class apakah untuk jenis galian A (emas,Intan Bouxsit,uranium,batu bara,galena/timah hitam tembaga nikel,mangan dan bijih besi) Galian B (Pasir Kwarsa bahan pembuatan semen dan industri keramik) Galian C (pasir untuk membuat batako,tanah merah dan tanah uruk)

3. Sebelum ekploitasi dan eksporasi harus mengajukan ijin SKIP untuk Galian A,yaitu ijin yang di berikan bupati tembusan Gubernur,menteri Pertambangan dan Energi serta ijin pelepasan pinjam pakai kawasan, untuk melakukan pengecekan lapangan dengan satu ketentuan Tidak boleh pengambilan sample/pengeboran,pemetaan dan pelaporan hasil survey di ajukan paling lambat satu minggu setelah kegiatan,apabila tidak mematuhi ijin untuk ekploitasi TIDAK di terbitkan.

4. Pembentukan Team Geologis yang terdiri dari stackholder dan ahli geologis untuk melakukan pengeboran (menentukan luasn kawasan dan potensi yang terkandung di wilayah tersebut)

5. Adakan AMDAL terhadap kawasan yang akan di jadikan areal pertambangan

6. Sosialisasi ke masyarakat.

7. Pendirian kantor cabang,bace camp,jalan angkutan pembangunan Jetty,perekrutan karyawan 60 % lokal 40 % tenaga teknis.

8. Mengajukan ijin konsesi pertambangan dan ijin eksplorasi

9. Mengajukan ijin pengalian dan pengangkutan perdana

10. Melaporkan aktivitas dan hasil penggalian dan pengiriman ke pemerintah dan public secara berkala (target Produksi dan tenaga kerja WNA ,WNI) penutupan dan penanaman kawasan Eks galian.

Apabila dari 10 (sepuluh ) poin persyaratan tersebut di atas ada satu poin tidak di lakukan Pemegang ijin konsesi tersebut di ancam dan di dendakan serta pencabutan ijin kerja serta ijin usaha di bekukan Dan sampai-sampai pemiliknya di pidanakan. Dengan undang-undang lingkungan hidup ,penjara paling sedikit 5 ( lima ) tahun dan denda paling sedikit 10 milyar rupiah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Putri Bumi yang meratap

Putri Bumi

jejak jejak langkah kaki sang putri bumi tak lagi terlihat oleh kasat mata
tatkala tanah yang dulunya terlihat indah tenggelam oleh amukan sang dewa laut
meluluh lantahkan semua unsur kehidupan dalam permukaan bumi
yang tinggal hanyalah lautan bagai samdura yang mencekam nurani manusia
inikah kiamat yang telah dijanjikan oleh tuhan dalam ayat ayat alamnya

ratapan anak tak berdosa terus menggema hingga membumbung tinggi di angkasa raya
berharap kan ada pertolongan dari kejaran sang dewa laut yang tengah murka
namun lambat laut suara itu terdengar mulai melemah kembali
tatkala bantuan tak kunjung jua tiba menghibur diri
karena ternyata mereka telah ikut tenggelam bersama amukan sang dewa laut
yang membuat pikiran semakin tak tenang dan kusut
sebab tak ada lagi tempat yang dapat digunakan untuk melindungi diri

yah......
putri bumi hanya bisa menitikkan air mata
pasrah menerima kenyataan hidup yang ada
sambil berusaha menyadarkan diri sendiri
bahwa apa yang terjadi adalah ulah rakyatnya sendiri
rakyat yang tak peduli akan akibat alam yang akan terjadi
rakyat yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan sesama
rakyat yang tega melakukan penebangan hutan dan penggalian batu pasir secara liar
sehingga membuka peluang datangnya banjir bandang yang melalap bumi sekejap mata

walau rakyat itu tak mau mengakui kesalahannya sendiri
walau rakyat itu saling menyalahkan satu sama lain atas apa yang terjadi
namun jauh dalam lubuk hatinya, mereka menyesal seribu kata
karena mereka telah menyusahkan hidup mereka sendiri
sebab dengan rakusnya mereka membabat habis isi perut bumi ini
hingga tak ada lagi tempat yang dapat digunakan untuk bersembunyi
tatkala dewa laut datang bertubi-tubi menenggelamkan isi bumi


kini........
siapa yang harus menyesali
dan apa yang harus disesali
tatkala nasi telah menjadi bubur
dimana tak ada lagi tanah yang dulu subur
karena semua telah menjadi lautan samudra yang menyimpan sejuta misteri

Jakarta, 21 April 2009
Sarah Serena SH.MH
Advokat dan Konsultan Hukum
Mojokerto


Ps : Selamat Hari Bumi
Tanggal 22 April 2009

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Kesejahteraan Yang Teraniaya

Pendahuluan

Pergantian tahun dan musim selalu di warnai dengan perubahan ekologis yang hakekatnya membuat fase-fase kultur yang berkaitan dengan budaya dan gaya hidup dari penghuni / komunitas yang mendiami bentang kawasan itu,dan juga mempengaruhi keadaan kawasan atau benua lain.

Di Indonesia umumnya khusus Kalimantan Tengah perubahan yang sangat mempengaruhi keadaan tersebut tidak lepas dari pengambilan kebijakan yang keliru sehingga sangat rentan akan kelangsungan hidup mahluk yang mendiami kawasan Borneo.Tulisan ini di buat bagi LSM-LSM Lingkungan yang peduli akan keselamatan lingkungan dari Napsu Serakah Manusia untuk kepuasan hati.

Di penulisan ini sengaja kami membuat satu pertanyaan esay dan opini sesuai judul penulisan yang akan di sumbang pada perayaan Hari Bumi yang di laksanakan oleh salah satu NGO’s yang peduli akan keselamatan bumi khususnya lingkungan hidup di Kalimantan..”Bumi ini sangat luas bagi orang yang arif bijaksana,tetapi sempit bagi orang yang tamak” (Mahadma Ghandi tokoh India )

Apakah Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, tantangan ataukah harapan ?

Ini sebagai gambaran di mana kebijakan pemerintah sendirilah yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan dan hilangnya akses dan kehidupan yang tidak adil ,seimbang dan efisien dalam pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan berkesinambungan.

Penguasaan tanah secara sistematik oleh negara

Polemik soal pembakaran lahan dan hutan untuk perkebunan skala besar di Indonesia terus menerus terjadi setiap tahun. Disatu sisi ,masyarakat disalahkan sebagai pelaku pembakaran lahan untuk perladangan. Tetapi disisi lain tidak dapat dipungkiri dan bahkan fakta-fakta menunjukan bahwa ada perkebunan kelapa sawit yang melakukan pembersihan lahannya dengan cara membakar setelah land clearing dilakukan.

Dalam permasalahan kabut asap pembakaran lahan dan hutan ,pertentangannya juga terjadi pada level tingkat tinggi ,dimana antar Negara,khususnya Malaysia dan Indonesia saling menyalahkan dalam kasus kebakaran lahan dan hutan yang dilakukan perkebunan-perkebun an di Indonesia ,tetapi senyatanya tidak sedikit perkebunan-perkebun an yang membakar tersebut adalah pemilik modal dari Malaysia.

Saat polemik boleh tidaknya peladang mengelola ladangnya dengan tidak membakar,kita telah terjebak jauh mengenai ini,kita lengah untukmenganalisa lebih jauh lagi.Ketika kebijakan-kebijakan terkait ini ditarik mundur ,ada persoalan yang lebih besar dibelakangnya yang tidak terlihat. tetapi telah berjalan. Mudah-mudahan tulisan ini bisa membuka tabut itu,dan kiranya menjadi bahan untuk kita diskusikan dan disikapi bersama.

Peran Pemerintah

Dalam rillis salah satu NGoS Lingkungan khabar yang tidak mengenakan datang dan disampaikan oleh Koalisi Pembaharuan Agraria (KPA) mengenai Satu kesepakatan yang disepakati bersama oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia MoU nomor :3/Skb/Bpn/2007, No.B/576/ III/2007 Tentang Penangan Masalah Pertanahan.Koalisi Pembaharuan Agraria (KPA) menilai dari beberapa isi dari MoU itu sebaliknya MENGANCAM dan TIDAK BERPIHAK kepada Rakyat antara lain :

Pasal 5 Ayat 3 : BPN menjalankan MoU ini adalah bentuk persiapan legal dalam insitusi BPN,Untuk mendorong lahirnya UUP.Sehingga kebijaksanaan Nasional BPN sesungguhnya mendorong lahirnya Undang-Undang PERTANAHAN bukan mengimplementasikan UUPA No.5 tahun 1960.Padahal telah banyak dilontarkan sejumlah argumentasi bahwa carut marut dari hukum agraria kita sebenarnya di sebabkan oleh tidak dijalankan UUPA 1960 dan dijalankan nya pendekatan sektoral dalam menangani sumber-sumber agraria seperti : hutan,tanah, pesisir-pesisir kelautan ,pertambangan tata-ruang,pertania n.

Program ini diberlakukan secara bertahap mulai tahun 2007 hingga 2014.

Tanah seluas 8,15 juta hektar akan dibagi kepada masyarakat miskin dengan kriteria tertentu dan pengusaha dengan ketentuan terbatas .diperkirakan 6 juta hektar untuk masyarakat miskin,dan 2,15 juta hektar diberikan kepda pengusaha untuk usaha produktip dengan tetap melibatkan usaha petani perkebunan.Negara mencabut kembali pemberian tanah tersebut apabila tidak dimampaatkan untuk usaha produktip.Tanah yang akan dibagikan berasal dari lahan kritis,lahan hutan produksi konservasi,tanah terlantar, tanah milik negara yang hak guna usahanya telah habis,maupun bekas swapraja.

Semangat repormasi Agraria ini lah yang kemudian dituangkan dalam MoU antara BPN dan POLRI .Semangat inilah yang memicu Pemda Kalteng Untuk mempersiapkan RAPERDA tentang penertipan dan pendaya gunaan tanah terlantar,

SAYANGNYA pada pasal 7 ,yang isinya lebih banyak menyinggung soal pengelolaan, pemampaatan ,pembersihan tanah dan lahan tidak dilakukan dengan cara pembakaran tanah dan lahan beserta dengan sanksinya.

Repormasi Agraria

Petani dan Masyarakat Adat adalah kelompok utama yang mengalami langsung akan imbas kebijakan pemerintah yang tidak memihak ,sehingga timbulnya kemiskinan ,pengangguran dan menanggung hutang Negara .

Pertengahan bulan September 2007 Presiden SBY menyinggung perlunya Repormasi Agraria dalam kontek pembanggunan berkelanjutan .pada upacara Pemberian Gelar Doktor Kehormatan di,Universitas Andalas Padang .

Joyo Winoto selaku pemegang mandat dari Presiden ,selaku penanggung jawab program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)

yang mencakup pelaksanaan Landreform dan AcessReform.

Landreform yang cetuskan ini membuka akses kepada masyarakat pada sumber-sumber ekonomi tanah pada satu paket. Dan dari sinilah lahirnya INPRES NO 2 tahun 2007,

Untuk Revitalisasi dan Rehabilitasi Lahan ,Petunjuk Teknis Pelaksanaan Master Plant

Untuk PLG 1 juta Hektar di Kabupaten Kapuas,Pulang Pisau dan Barito Selatan di Kalimantan Tengah,dan pelaksanaannya juga terhambat karena Tumpang Tindih Kebijakan,dan kendala RTRWP yang tidak sesuai dengan keadaan lapangan.

Acess Refom yang dimaksud adalah Program penunjangan untuk mendapat akses financial ,pasar, hingga teknologi pertanian.

Sekarang yang sedang hangat-hangatnya di publikasikan mengenai satu tawaran baru yang sangat-sangat membingungkan publik,yaitu PROYEK REDD (penanggulangan masalah emisi karbon) yang nota bene adalah proyek CUCI DOSA dari negara maju kepada negara berkembang. yaitu mereka tetap melakukan aktivitas pencemaran ,kita disuruh untuk menanam pohon./ bahasanya ”mereka berak kita yang disuruh membersihkanWC nya” Dimana pemerintah Republik ini dengan TIDAK berpri KEMANUSIAAN lewat Departemen Kehutanan mengajukan satu konsep untuk membuat jurang pemisah antara masyarakat yang nota bene pemilik lahan/hutan dengan akses kehidupannya sendiri,yang hampir 100 % mengantungkan hidupnya denganTanah

Kami melihat disitu jelas dan sangat-sangat jelas pemerintah pusat khususnya departemen Kehutanan menjadi pelaku” penCAPLOKAN” atas tanah dan kehidupan masyarakatnya sendiri. Karena napsu dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan /pelaku pembuat kebijakan hanya memikir isi perutnya sendiri. Dalam skema REDD yang di ajukan departemen kehutanan yaitu meliputi 5 kawasan hutan :

1 .kawasan hutan produksi ,yang jelas hanya diperuntukan kepada Hantu-hantu HPH yang

Trac recortnya sudah tidak diragukan lagi,dengan mengantongi selembar ijin mereka menjarah hutan dengan sebebas-bebasnya ,karena dalam konsep REDD mereka bisa membayar kesalahan mereka dengan uang

2 .Kawasan hutan konservasi / Hutan Lindung,pada kenyataannya Hutan yang mereka usul itu merupakan kawasan pemukiman seperti contoh Kasus di DAS Batang Toru Sumatra Utara.

3. Kawasan Hutan Tanaman Industri /HTI yang notabene Tanaman monokultur (Bahan untuk bubur kertas) yang tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat,untuk kepentingan negara barat (industri)

4. Hutan Gambut,program reporestasi dan rehabilitasi lahan memang sangat baik kalau di lakukan penanaman tanaman yang berpihak kepada masyarakat,tetapi kenyataannya malah perkebunan sawit yang menjadi pilihan paling tepat sebagai rehabilitasi lahannya contoh PLG 1 juta Hektar di Kapuas yang sekarang masih menjadi konplik dimana kebun karet masyarakat yang di caplok oleh pemegang ijin perkebunan kelapa sawit,apa yang dilakukan pemerintah/penegak hukum ? Cuma .....AAAAA.. .....

5. Perkebunan kelapa sawit,yang jelas-jelasnya tidak pernah memberi kontribusi kepada masyarakat malah membuat sejuta sengsara ,contoh banyaknya warga yang di penjara karena mempertahan kan hak atas tanahnya yang sudah di kuasai dan dikelola turun temurun / Reklaming lahan

.

Inilah sekilas gambaran bentuk penguasaan tanah yang sistematis dikuasai oleh negara yang diperpanjang tanganan dengan : SK / Kepres ,Undang-undang, Perpu,dan berbagai bentuk prodak lainnya yang sama sekali tidak memihak ke masyarakat sejak Rezim Orba

Sehingga dengan kebijakan itu ”Bumi di bikin Goncang Langit di bikin Ganjing ” oleh panasnya bumi. Atau akibat Efek rumah kaca..sehingga ekosistem dan siklus peradaban di muka bumi berangsur-angsur ikut menghilang.

Dilema yang menjadi realita,dimana kaki berpijak

Dari arogansi perkebunan kelapa sawit skala besar

lirik syair ; Lagu Berita kepada kawan dari Ebit G Ade ;

perjalanan ini......sungguh sangat menyedihkan

sayang engkau tak duduk .....di sampingku kawan

banyak cerita yang mestinya kau dengarkan

di tanah kering berbatuan... .....

perjalanan ini pun seperti jadi saksi

gembala kecil menangis sedih....... .ooo.....

kawan coba dengar apa jawabnya....

kenapa di tanah ku terjadi bencana

ayah ibunya telah lama mati

di telan bencana alam ini.....

sesampainya di laut........ .

ku khabarkan semuanya

kepada karang....

kepada ombak,

kepada matahari

tetapi semuanya diam

tetapi semuanya bisu

tinggal aku sendiri

terpaku menatap langit

barang kali di sana ada jawabnya.... .......

kenapa di tanah ku terjadi bencana .......

mungkin alam mulai enggan bersahabat kepada kita

atau Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita

yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa

coba kita tanya kan

pada rumput yang bergoyang... ...ooo..

Sekarang yang menjadi nyata dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia saat ini

Saudara dan saya mungkin bertanya-tanya apa hubungannya lirik lagu tersebut dengan arah penulisan kami,disini kami mengajak saudara untuk merenung dan ikut merespon akan makna dari syair lagu tersebut.

Sang pencipta lagu mungkin terinspirasi memberi pesan untuk kita jauh-jauh hari mengenai ke

rusakan alam yang telah dilakukan manusia. Sekarang kita mungkin sadar atau Cuma merenungi arti akan pesan ini. Itu salah siapa atau dosa siapa,anda atau alam yang disalahkan ? Atau kita yang sudah terlahir di bumi ini ?

Dalam tahun-tahun terakhir ini BAHASA “bencana alam,pencemaran, kriminalitas” sudah menjadi ladang liputan media masa.

”Dilema yang menjadi Realita Dimana Kaki Berpijak” dari arogansi perkebunan kelapa sawit skala besar di Kalimantan Tengah kita diberi kesempatan untuk memilih : Maju atau tetap Bertahan.

Kalau Maju kita harus berbuat,atau kita kelola lingkungan yang ramah terhadap penghidupan mahluk hidup sekitarnya,termasuk kita manusia yang berada pada ranah itu. Kalau bertahan kita jangan jadi pelaku,dan kita harus berdayakan tanaman lokal yang sudah terbukti menopang perekonomian kita,dan lebih familiar di bandingkan tanaman monokultur jenis sawit.Dimana perkebunan kelapa sawit memerlukan lahan yang luas,perawatan yang intensif dan memerlukan biaya yang besar.

Kita sebagai bangsa Indonesia tidak bisa pungkiri bahwa semuanya itu akibat dari Kebijakan pembangunan yang keliru dari cara pikir kita sendiri.Kerusakan alam itu fakta nyata yang sudah jelas tidak ada penanggung jawab sejak peradapan manusia yang mengenal dirinya sebagai penguasa akan alam dalam hal mempertahankan kelangsungan hidupnya.Untuk sekarang perlahan tapi pasti alam akan menjadi hancur oleh pengambilan kebijaksanaan yang tak arip.Pemerintah Indonesia sebagai penguasa salah satu pelaku yang selalu berdalih Demi Kesejahteraan Rakyat demi pembangunan yang berkesinambungan. Kata sejahtera tersebut tidak akan pernah tercapai kalau tatanan pemerintahan atau cara birokrasi yang kapitalis ,sehingga melahirkan kaum-kaum feudal gaya baru atau kelompok tertentu yang menikmati kemerdekaan yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa ini”mewujudkan masyarakat yang merdeka,berdaulat adil makmur dan sejahtera”

Dunia dan peradapan dihukum oleh karya manusia itu sendiri,sekarang sadar atau tidak sadar wacananya hanya demi kesejahteraan manusia,tapi yang dipanen Cuma sejuta bencana & masalah. Implik

asinya yang sangat krusial adalah Ekologi sosial budaya harkat dan martabat yang menjadi bayarannya.

Tahun 2008 Indonesia diberi penghargaan sebagai perusak lingkungan terHEBAT didunia berdasarkan laporan FAO Global Forest Resources Assess Ment 2005 yang masuk Guinnes World Records.

Pemerintahan Indonesia tidak menyadari akan kebijaksnaan yang telah diambil ,padahal itu sangat keliru seperti :

* Banyaknya BUMN yang dilelang / di obral.

* Sistim Pemerintahan Birokrasi Yang Kapitalis

* Keluarnya Produk Peraturan / Perundangan yang Tidak jelas.

Sehingga kemerdekaan yang diperjuangkan bung Karno dulu DIREDUKSI dengan menyerahkan kedaulatan ekonomi kepihak ASING,

Apakah Kita Mau Dan Siap menerima kenyataan ini ?

“Kita jangan Cuma berpikir tapi harus berubah”

Hutan dibabat

Rakyat melarat

Adat lenyap

Masa depan gelap

Mungkin slogan inilah yang menjadi kawan dan sahabat kita ke depan.

Rakyat kecilah akhirnya yang termarginalkan “ TEMPUN PETAK MANANA SARE” yang punya tanah menjadi kuli di tanah sendiri seperti yang terjadi di Kalimantan saat ini di mana tanah-tanah warga di jadikan perkebunan sawit oleh pemerintah,yang tragisnya mereka hanya melihat dari segi investasinya tapi tidak melihat dari sisi EKOLOGInya.Inilah bumiku ……………….

Tunggu waktunya Inallilahi wa inallilahi rojiun.

Dari tanah kita diciptakan ,ditanah kita hidup,ditanah juga kita dikubur. kelolalah Tanah /alam dengan bijak supaya kita tidak seperti apa yang dipesankan oleh sang penyair Ebit G Ade dalam Sebuah Lagu Berita kepada kawan.

Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

DAMPAK EKOLOGI YANG DITIMBULKAN AKIBAT DEFORESTASI

* Perubahan Ekonomi hutan karena adanya alih pungsi hutan mejadi perkebunan

* Program alih pungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sangat diminati investor

karena sangat menguntungkan terutama dalam pemampaatan kayu dari limbah land

clearing.

* Hilangnya keaneka ragaman hayati dari ekosistim hutan hujan tropis.

* Hilangnya flasma nutvah,sejumlah species tanaman & hewan.

* Hilangnya sumber air ,sehingga memicu kekeringan.

* Peningkatan suhu udara dan gas rumah kaca / pemanasan global

* Penyebab bencana alam seperti banjir dan tanah longsor

* Hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan.

Perkebunan Kelapa Sawit ditinjau dari aspek EKONOMI

1. Meningkatkan pendapatan masyarakat

2. Meningkatkan penerimaan sumber devisa Negara

3. Menyediakan lapangan kerja

4. Meningkatkan produktivitas & nilai tambah serta daya saing

5. Memenuhi kebutuhan komsumsi dan bahan baku industri dalam Negara

Dampak Ekologi pembukaan lahan / Land Clearing

1. Hilangnya sumber resapan air

2. Hilangnya tanah lapisan atas /top soil (tanah subur)

3. Terjadinya pemadatan tanah dengan adanya alat berat

4. Hilangnya organisme hutan (fauna & flora) satwa liar seperti orang utan ,gajah

badak,harimau dan burung-burung yang hampir punah.

5. Pembukaan lahan yang tidak bertanggung jawab (sistim bakar) penyebab pencemar

aran asap

6. Peningkatan suhu udara dan perubahan iklim

Homogenitas Tanaman Monokultur (Kelapa Sawit)

1. Menurunnya kualitas tanah (kesuburan) jika tidak diimbangi dengan pemupukan

yang memadai.

2. Penggunaan pupuk dan herbisida (on organic) yang berlebihan,residu dapat mence

mar tanah dan air.

3. Peningkatan erosi

4. Peningkatan serangan hama penyakit (hama belalang dan walang )

5. Tanaman kelapa sawit sangat boros (rakus) hara dan air.

Dampak Ekologi pengguna CPO sebagai bahan BIO ENERGI

1. Sangat ramah lingkungan dan bersipat SDA yang diperbaharui dibandingkan

energi fosil karena diproduksi dari bahan organic

2. Bio Energi dari CPO walaupun mempunyai nilai kalor sangat rendah ,tetapi mempu

nyai TITIK NYALA (ignitation point) dan vikositas kinetic yang lebih tinggi di

banding kan energi fosil.

3. Bio Energi CPO lebih wangi dibandingkan energi Fosil

4. Akan terjadinya persaingan kepentingan kebutuhan CPO untuk bahan pangan dan

minyak dengan energi

Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit yang berkelanjutan diperlukan :

1. Perencanaan tata ruang yang berorientasi lingkungan yang berkelanjutan

2. Areal konservasi dipertahankan ,adanya BUFER ZONE (misalnya 100 meter dari

sungai atau sumber air tetap dihutankan

3. Adanya pembatasan pelepasan pada kawasan hutan konservasi dan proses persetuju

an pelepasannya dengan prosedur dan syarat yang ketat.

4. Pembukaan lahan dilarang dengan system BAKAR

5. Pembangunan PBS pada areal yang betul-betul sesuai jangan dipaksakan hanya

karena alasan ekonomi semata

6. Pemberian SANKSI yang tegas bagi yang melanggar.

Keadilan dapat di tegakan apabila Pelaku di pidanakan / di hukum dan hak-hak korban di pulihkan “ Pesan ini disampaikan untuk kawan-kawan yang ingin menegakan supremasi hukum di bumi pertiwi INI ”

Penantian Buruh Lepas Perkebunan Kelapa Sawit

Diterik panas matahari yang menyengat tak mengurangi sedikit pun kelelahan yang terpancar dari wajah-wajah pekerja di kebun,baik itu buruh pupuk,semprot ,piringan yang menebas maupun yang mengumpul brondolan.Sungingan senyum masih terlihat dari raut-raut wajah kelelahan tapi kelihatan manis di paksakan walau didalam hati tersimpan kekecutan.

Jauh dilubuk hati mereka ingin saja berteriak supaya bagaimana bisa sejahtera .padahal sudah bekerja melampaui batas kemampuan mereka .Bekerja 7 jam sehari (pukul 04.30 wib rokoll / kumpul di lapangan untuk menerima tugas yang dikerjakan dalam hari itu ,Pukul 05.00 wib naik ke Truk/Jonder perusahaan yang sudah stanby menunggu untuk mengantar ke blok-blok kerja yang sudah di beritakan dalam pengarahan tadi dan siap-siap di jemput pada pukul 12.00 wib) itupun kadang terlambat tergantung dari kesigapan sopir.

Dari hasil kerja tersebut Cuma dihargai oleh standard UMR (upah standar Regional maximum) dari pemerintah daerah Kalteng Rp 26600,- / hari. Untuk perjamnya dihitung berapa ? Belum lagi penderitaannya hilang bahkan menjadi bekal pulang kerja dari perlakuan mandor-mandor yang sok action.

Di salah satu perusahaan yang berada di Kalimantan Tengah diantara raksasa –raksasa perkebunan skala besar swasta yang bertarap International di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan yang notabene wilayah/luasan kebunnya hampir ¼ wilayah KOTIM & SERUYAN dengan bangga menyebut namanya Plantation Project International of Central Kalimantan yang mempekerjakan ribuan tenaga kerja dengan nilai upah Rp.26600,-/ hari. Dan paling banter Rp.35000,-/hari karena ditambah lembur.

Padahal penghasilan dari pemilik perusahaan dalam satu harinya berdasarkan keuntungan dari penjualan CPO ;satu milyar /Rp.1000.000. 000 per hari dari kapasitas pabrik yang kemampuan produksinya 90 ton TBS(Tandan Buah Segar) per jam.

Bayangkan ini sangat DILEMATIS sekali,kalau dihitung dari kuata pendapatannya dengan standar UPAH yang dikasih.

Apakah kenyataan ini hanya mimpi ? “TIDAK” apakah ini pilihan ? Juga “TIDAK” Negara Indonesia yang mempunyai sumber daya alam dan tenaga kerja yang mencukupi /terampil eks Malaysia semua tapi made in Indonesia seperti Jawa,Bugis,Flores dan orang lokal hanya di harga dengan upah segitu ? “Bukan lautan hanya kolam susu,……tanah kita tanah sorga ……” itu adalah CERMINAN Negara republik Indonesia yang makmur ,subur tapi kenyataan nya “kesejahteraan” itulah yang dinikmati oleh rakyatnya yang sekarang berubah status dari orang makmur menjadi miskin

Miskin ilmu…………..

Miskin harta………….

Miskinnnnnnnn segala-galanya.

Inilah pertanyaan yang perlu kita Jawab bersama “KENAPA & MENGAPA” itu harus terjadi ?

Contoh yang sangat riskan sekali di mana buruh yang keringatnya diperas untuk mendapat Rp.3000,00 atau lebih sedikit kalau dihitung pendapatan perjamnya.itupun

tidak lepas dari istilah GAJI GANTUNGAN,dimana penghasilan buruh tidak dihitung dengan lama kerjanya.

Hari kerja / HK : 30 hari kelender

Hari kerja terpakai : 25 hari( bulan tutup buku)

Pengajian : tanggal 06 bulan di depan

Yang di bayar Cuma 25 hari terpakai x Rp.26.600,00 = Rp.665000,00 / Bulan

Sedang kan sisa mulai tanggal 26 sampai tanggal 6 bulan berikutnya di gantung atau dipinjam oleh perusahaan.itupun belum lagi dipotong Ppn(pajak pertambahan Nilai) sekian persen dan potongan Jamsostek,dan bon Kantin , yang penghasilan tersebut tidak semuanya diterima utuh.Maka istilah di Perkebunan Kelapa Sawit dikenal dengan Istilah” Masuk Enak Keluar Susah”,Sistim perekrutan tenaga kerja paling gampang tapi kalau mau keluar agak susah,karena anima karyawan perkebunanan akan berpikir Bagai mana nasip saya setelah keluar dari perusahaan ini nanti.Yang impian untuk merubah nasip /meningkatkan kesejahteraan hanyalah mimpi HIDUP SEGAN MATI TAK MAU maka pilihannya hanya bertahan sementara hidup. Apakah hal ini “Wajar” perusahaan yang besar kho ngutang sama buruh yang penghasilannya cuma $ 2 koma sekian,dalam satu hari ?

Cita-cita UNDANG-UNDANG DASAR 1945 dan PANCASILA yang menyatakan kesejahteraan untuk RAKYAT mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkeadilan sosial itu hanya” IMPIAN” yang kapan akan tercapai.

Palangka Raya ,22 Maret 2009

Penulisan ini saya sari kan kepada kawan-kawan yang peduli terhadap lingkungan

Maupun pemangku kepentingan/ penentu kebijakan agar bisa melihat apakah “sawit”

Bisa mensejahterakan masyarakat atau hanya membuat konplik berkepanjangan dalam

merebut SDA di Kalimantan Tengah.atau BUMI BORNEO ini.

Lewat tulisan ini juga saya memohon agar pembangunan yang Adil dan berkeseimbangan

Harus melihat dari segi EKOLOGI nya,biar pembangunan untuk mensejahterakan rakyat di masa akan datang tidak akan menuai bencana.

Peliharalah bumi dengan kearipan mu,karena bumi tempatmu di lahirkan,dibesarkan

dan di kuburkan.

Sumber daya alam yang ada di dalamnya bisa saja di ambil tapi INGAT akan nasip anak cucumu.

Bencana itu bukan Takdir,atau Nasip,tapi KARMA dari perbuatan kita sendiri.

By.Thomas


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS