Hukum Adat Dan Tanah adat

Hukum adat (adatrecht), menurut van Vollenhoven, 1906; adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang-orang peribumi ( Indonesia asli) dan “Timur Asing”. Peraturan tersebut pada satu pihak mempunyai sanksi (karenanya bersifat “hukum”) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karenanya “adat”). Hak yang bersifat bersama komunal (hak persekutuan) terhadap suatu wilayah tertentu, disebut sebagai hak ulayat (istilah yang berasal dari Minangkabau). Hak ulayat dan hak-hak serupa diakui oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agriara dan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sepanjang dalam kenyataannya masih ada dan harus disesuaikan dengan kepentingan Nasional dan Negara serta dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.

Masyarakat hukum adat adalah terjemahan dari istilah pakar hukum adat Belanda (van Vollenhoven dan ter Haar) yaitu adatrechtsgemeenschap). Dan oleh pakar hukum adat Indonesia menggunakan istilah “persekutuan hukum”. Prinsip organisasi masyarakat hukum adat di Indonesia adalah kombinasi faktor teritorial (wilayah,seperti kampung dan desa) dan genealogis (keturunan, seperti suku,anak suku atau pecahan suku).
Van Vollenhoven dan ter Haar membagi lingkungan hukum adat di Indonesia dalam 19 lingkaran hukum, berdasarkan atas persamaan secara garis besar,corak serta sifat hukum adat yang berlaku. Dimana Borneo (kecuali wilayah Melayu bagian barat) dan masyarakat “Dyak” dimasukan dalam lingkungan hukum adat tersendiri (No. 7). Berarti keberadaannya sebagai masyarakat hukum adat diakui.

Hutan adat menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat adat. Persyaratan utama untuk memperoleh pengakuan atas hak-hak itu adalah pembuktian keberadaan sebagai masyarakat adat. Hak masyarakat adat atas hutan adat menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, “sangat terbatas” sebagai berikut:
a) Hak atas hutan adat hanyalah hak pakai.
b) Hak pakai ini dibatasi oleh hak negara melaksanakan pembangunan dan hak hutan untuk dilestarikan.
c) Hak atas hutan adat diberikan pemerintah dan dapat ditarik oleh pemerintah, sehingga tidak ada kepastian hukum.
d) Urusan memperoleh hak atas hutan adat tidak mudah, karena meliputi usaha untuk membuktikan diri sebagai masyarakat adat.
Kenyataan sekarang sangat bertolak belakang
hutan adat.... yang selama ,ini susah sekali diakomodir dalam bentuk kebijakan oleh pemerintah... padahal ujung tombak di lapangan kan masyarakat...
pemerintah hanya bertugas melindungi secara hukum namun..... kenyataan yang terjadi pemerintah acuh tak acuh mengenai hutan adat, polemik berbagai kepentingan pun berpengaruh besar pada keberadaan hutan adat...
masyarakat adat sekarang dalam masa transisi, dimana harus menjaga adat istiadat ditengah gerusan arus globalisasi....
Padahal beberapa tempat yang mengelola hutan adat, memiliki parameter keberhasilan yang sangat signifikan, misal : komunitas ciptagelar, ngata toro, sembalun... dengan pola kearifan yang berdasar pada sistem2 religius....
adakah hutan adat yang masih dikelola dan dimanfaatkan di kalteng ini???

Thomas wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

TATA TERTIB HAK ADAT DAYAK NGAJU.

Hak Ulayat Pada Masa Lalu,Sekarang Dan Masa Akan Datang.

Pendahuluan.

Sejarah dan kultur Masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah khususnya Dayak Ngaju tidak lepas dari tata cara / kebiasaan yang telah ada dari jaman kejaman yang hakekatnya mengikat dan sudah diterapkan sejak jaman dahulu. Masyarakat Adat Kalimantan Tengah Identik dengan suku Dayak yang mendominasi pulau Borneo yang terbagi dalam Rumpun-rumpun atau sup suku yang tergolong dalam sebutan Dayak Besar ( Persamaan Bahasa dan kemiripan Cara Hidup yang berlaku dalam satu kawasan tiap DAS). Karena persamaan dan kebiasaan yang mengatur semua aspek social dalam tantanan tata ruang sepanjang aliran sungai yang ada dalam wilayah hukum atministrasi pemerintahan provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 22 mei sampai 24 juli 1894 yang di hadiri para utusan 400 kelompok suku Dayak dari seluruh suku di Kalimantan /di bawah satu atap (rapat DAMAI yang merintis semangat persatuan dan pembaharuaan total yang meliputi politik,social, budaya,ekonomi dan keamanan.yang merupakan tonggak lahirnya perjuangan persatuan masyarakat Dayak dalam menentang penjajahan) yang dilakukan di Kahayan Hulu Utara desa Tumbang Anoi diadakan konggres Damang se kalimantan yang dikenal sebagai Aturan Hurung Anoi Kahayan dimana saat itu para Damang Temanggung Mantir Balian dan Toko-tokoh Adat di pelosok pulau Kalimantan yang diprakarsai oleh Damang Batu untuk menyatukan persepsi perjuangan rakyat dalam melawan politik adu domba Belanda saat itu. Dimana hasil konggres saat itu menghasilkan beberapa pokok kesepakatan. diantaranya ;
1. Pengakuan Masyarakat Adat.
2. Penetapan Aturan Hak Adat.
3. Penentuan Sangsi hukum Adat Terhadap Pelanggaran HAK ADAT, ( ATURAN SINGER / JIPEN ).
4. Ketentuan – ketentuan yang berkenaan dengan hukum adat.

(Buku Tata Krama ”Belum Bahadat” untuk materi pendukung P – 4)
tulisan Bapak Y.NATHAN ILUN (Damang Kepala Adat Basarang)


MASYARAKAT ADAT
1. Material
2. Tanah dan Air
3. Immaterial (Gelar,benda- benda pusaka yang tidak ternilai dengan UANG).
HUBUNGAN MASYARAKAT ADAT DENGAN TANAH BERSIPAT ABADI
- Tempat kediaman Arwah Para Leluhur
- Tempat Kediaman Warga Masyarakat
- Tempat Mencari Napkah
- Tempat Situs Budaya /Keramat.

BATAS-BATAS WILAYAH KEDIAMAN MASYARAKAT ADAT
Di Darat.
Gunung/bukit/ natai,jurang/ datah,rawa/ ayap,rumpun pohon atas Batas Alam lainnya.
Sejauh bunyi GONG terdengar atau 5 km dari pinggir sungai.
Di Laut
1. Sejajar dengan kediaman Masyarakat Adat.
2. Jarak kelaut berdasarkan letak menangkap ikan.
MASYARAKAT ADAT MEMPUNYAI KEKUASAN DAN KEKAYAAN SENDIRI
Wujud Kekuasaan Dan Kekayaan itu sendiri antara lain ; “HAK ATAS WILAYAHNYA” :
1. Apa bila melebihi kehidupan keseharian harus dengan ijin /kesepakatan masyarakat ( usaha yang umum di lakukan masyarakat dalam satu wilayah tertentu) secara spontanitas contoh ;; menangkap ikan di luhak atau ayap pada musim kemarau.
2. Warga masyarakat bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi di wilayahnya.
3. Orang luar yang akan memanfaatkanya harus dengan ijin dan membayar uang pengakuan (MESI RECOGNITIE RETRIBUSI) kepada masyarakat adat / Fee,untuk pembangunan daerah tersebut. (Tidak boleh diataur oleh PP PEMDA seperti ketentuan pokok kewajiban investor dalam membayar Fee kepada daerah dan pusat, tapi harus berpijak pada kesepakatan dengan daerah penghasil / otonomi khusus desa).
4. Hak ulayat meliputi pula tanah yang sudah digarap (secara perorangan ) oleh warga.
5. Hak ulayat tidak boleh dilepaskan / dijual belikan kepada pihak asing (Negara Luar walau dalam arti pemeliharaan atau dalam bentuk apapun).
6. Hubungan ulayat dan hak menguncup mengembang.
KEBERADAAN MASYARAKAT ADAT.
1. Deklerasi Rio de Janeiro
semua Negara agar memberikan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya masyarakat asli (inderennes people) termasuk hak-hak atas tanah hutan, dan sumber daya alamnya.
2. UUD 1945
a.. pasal 18 butir (2 )
Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionaln ya sepanjang masih hidup dan berkembang sesuai dengan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang (hasil perubahan ke dua ).
b. pasal 28 butir (3) identias budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradapan. (Hasil perubahan ke dua )
3. TAP MPR RI
a. TAP MPR RI NoXVII / MPR /1998 Pasal 4.1 ;
Identitas budaya masyarakat tradisional termasuk tanah ulayat dilindungi selaras perkembangan zaman.
b. TAP MPR RI No IX /MPR/2001. Tentang pembauran Agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
Pasal 4 ayat 1 ;
Mengakui menghormati dan melindungi masyarakat adapt dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya Agraria / sumber daya alam.
4. UU No.39 tahun 1999 tentang HAM
Pasal 6 ayat 2
Identitas budaya masyarakat hukum adat termasuk hak atas tanah dilindungi selaras perkembangan jaman.
5. UU no 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok-pokok Agraria (UUPA)
a. Pasal 2 ayat 4
Hak menguasai dari Negara pelaksanaannya dapat di “KUASAKAN” kepada daerah swatantra dan masyarakat HUKUM ADAT,sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,menurut peraturan pemerintah.
b. Pasal 3
Dengan semangat ketentuan pasal 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adatsepanjang menurut kenyataan masih ada.Harus sedemikian rupa sehingga sesuai dangan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas kesatuan bangsa serta tidak boleh bertentangnan dengan undang-undang dan peraturan lainnya yang lebih tinggi.
c. Pasal 5
Hukum Agraria yang berlaku atas bumi,air dan ruang angkasaialah hukum adapt.sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan Pancasila serta dengan peraturan-peraturan dalam undang-undang ini dan dengan mengindahkan unsure-unsur yang berdasarkan hukum agama.
d. Pasal 6
Semua Hak Atas Tanah mempunyai pungsi sosial ( masyarakat adat adalah si EMPU nya WILAYAH).
6. UU No 41 tahun 1999 Kehutanan hak masyarakat hukum adat sepanjang masih diakui keberadannya serta tidak bertentangan dengan dengan kepentingan nasional.
7. Peraturan Mentri Agraria / Kep BPN No 5 tahun 1999.
a. Ada masih kelompok orang yang masih merasa terikat tatanan Hukum Adat sebagaiwarga.
b. Ada tanah Ulayat tempat mengambil keperluan hidup sehari-hari.
c. Ada tatanan Hukum ADAT mengenai pengurusan-pengurus an dan penggunaan tanah ulayat yang masih berlaku.
PASAL 3 TAP MPR RI
a. TAP MPR RI N0 XVII / MPR / 1998
Identitas budaya masyarakat termasuk tanah ulayat dilindungi selaras perkembanga zaman.
b. UU No . 39. Thn 1999 Tentang HAM Pasal 6 ayat 2.
berbunyi ; Identitas budaya masyarakat termasuk tanah ulayat dilindungi selaras perkembangan zaman.
Demikian persentasi sekilas mengenai peraturan hukum adat yang mengatr tatanan kehidupan masyarakat adat Dayak Kalimantan tengah yang masih belum sepenuhnya di terapkan dalam pemampaatan sumber daya alam Kalimantan untuk kesejahteraan masyarakat adat DAYAK KALIMANTAN TENGAH. Himbawan saya agar penulisan ini dapat di perbaiki demi tergalinya informasi yang lebih membangun.
Untuk memahami Nilai –nilai PILAR BUDAYA BETANG.
Palangka Raya ,25,Januari 2009.
by. Thomas.
catatan di ambil dari berbagai sumber .

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Surat Langkai.TN kepada Presiden RSPO di Singapore

22 Mei 2010 jam 09:57
No: na
Lampiran: na
Jenis: penting dan mendesak
Perihal: Informasi dan keluhan mengenai tindakan yang dilakukan oleh PT Sukajadi Sawit Mekar [Musim Mas Group] terhadap desa Kenyala dan desa Tanah Putih, Talawang kecamatan, kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah



Attn:
1. Jan Kees Vis, Presiden Meja Bundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan (RSPO)
2. Dr Vengeta Rao, Sekretaris Jenderal Meja Bundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan (RSPO)
At-Singapura


Dear Sir,

Pertama, kami ingin mengungkapkan keinginan baik dan harapan untuk kebaikan Anda dan keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan ini kami ingin memberikan informasi dan keluhan kita terhadap tindakan dan praktek yang dilakukan oleh anggota RSPO, PT Musim Mas anak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Sukajadi Sawit Mekar operasi di Kanyala, Tanah Putih, dan desa-desa yang terkena dampak Sebabi lainnya Talawang sub-distrik , Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Masalah-masalah yang kami ingin menginformasikan Anda mengenai tindakan PT Sukajadi Sawit Mekar (PT SSM) terhadap penduduk desa dan tanah mereka di wilayah desa Kanyala bahwa perusahaan, dalam memperoleh lahan, perusahaan sengaja digunakan petugas desa dan petugas polisi membuat desa mereka menyerah tanah. Pada saat itu, petugas desa termasuk kepala desa temporal nya (baru ditetapkan sebagai pemerintahan desa definitif), pemimpin adat (panggilan Damang), dan berpengaruh pemimpin lokal dari desa Kanyala individu yang terlibat untuk mencegah resistensi dari desa.

Pada tahun 2007, PT SSM diterapkan untuk sertifikat kepatuhan RSPO sebagai cara untuk mendapatkan mandat yang bersih sebagaimana diatur dalam prinsip-prinsip dan kriteria RSPO. Sayangnya, banyak fakta yang sah dengan alasan yang menunjukkan bahwa praktek-praktek perusahaan jauh di bawah standar RSPO yang diakui secara internasional di mana terdapat banyak konflik yang belum diselesaikan dan penyimpangan lainnya yang tidak dapat diterima untuk praktek perusahaan dalam memperoleh lahan dari masyarakat setempat termasuk kecaman meter makam. Menentang orang-orang yang dapat menghambat operasi perusahaan dipaksa untuk berdiam diri melalui praktek-praktek tidak manusiawi termasuk intimidasi dan ditahan di penjara-penjara (kriminalisasi).

Konflik antara masyarakat lokal dan PT SSM mulai keluar dari tangan saat pembukaan lahan yang digunakan perusahaan intimidasi dan manipulasi tanpa sosialisasi yang tepat di tingkat masyarakat. Banyak penduduk tanah 'termasuk kebun tradisional seperti karet, rotan, kayu komersial (jelutung), dan buah-buahan pohon yang dibuldoser dengan alasan.

Tindakan tersebut memicu ketegangan dan perlawanan dari orang-orang lokal di sekitar daerah tanah yang sudah dibuka termasuk Sebabi, Tanah Putih dan desa Kenyala.

Pada tanggal 24 April dalam mengekspresikan protes mereka terhadap kegiatan pembukaan lahan di wilayah desa mereka, penduduk setempat mendirikan portal untuk blokade jalan PT SSM belum mendapatkan tanggapan yang kurang baik dengan berikutnya polisi lokal tidak pergi dan mengintimidasi penduduk desa, 2005.

Pada tanggal 4 Juni 2005, sekitar 500 orang dari desa Kanyala berkumpul untuk membuat tekanan dan meminta pemerintah daerah setempat dan DPRD Kotawaringin Timur (DPRD) untuk mencabut izin PT SSM dianggap off buruk dan mengambil alih tanah masyarakat lokal.

Penduduk desa telah diterima untuk dialog oleh kursi parlemen distrik dan kepala daerah otoritas perkebunan (Kadisbun). Dalam pertemuan tersebut, beberapa fakta yang sah yang menunjukkan bahwa telah terjadi pengambilalihan atas sebagian besar tanah masyarakat setempat oleh perusahaan.

Selain itu, sebagai hasil dari pertemuan tersebut memutuskan perusahaan yang harus menghentikan operasinya sebelum semua masalah itu ditangani dengan benar tetapi perusahaan menolak untuk melaksanakan keputusan, yang masing-masing menghasilkan keluhan lain kepada parlemen provinsi (DPRD) Kalimantan Tengah dan diterima oleh Komisi B DPRD dan dihadiri oleh Rym Subandi, HM Asera, Ir. Borak Milton dan Ir. Artaban.

Semua upaya yang dilakukan oleh masyarakat lokal yang bersangkutan telah menghasilkan apa-apa dan tidak pernah ditangani dengan benar, yang telah menyebabkan konflik yang belum diselesaikan abadi.

Konflik tanah yang diangkat adalah merebut tanah leluhur Mr Langkai TN, yang ditahan ketika ia membela tanah leluhurnya yang telah dibudidayakan banyak generasi keluarganya sejak 1943.

Tidak hanya pada orang desa Kanyala yang menderita dari perampasan tanah tetapi juga di Tanah Putih, PT SSM juga dibuldoser kuburan penduduk desa tanpa kehadiran keluarga mereka '. Selain itu, perusahaan juga dibuldoser tanah meskipun tanah sudah di bawah surat informasi lahan (QS. Amortisasi Tanah) status dari pemerintahan desa termasuk perangko adat diakui di bawah Belanda.

Pada tanggal 29 penduduk desa Nopember 2008, dusun Bukit Limas Desa Tanah Putih tidak tanah blokade sebagai protes terhadap menghancurkan dari tanah oleh PT SSM. Mereka membangun dasar cenderung dalam sengketa tanah, namun, bukannya persuasif ditujukan protes, penduduk desa dikuasai represif oleh polisi lokal dengan memecah-belah kelompok dan menyita cenderung dan kompor memasak milik penduduk desa.

Akar konflik berasal dari pelanggaran terlibat PT SSM sejak kehadiran pertamanya di daerah dalam Kanyala dan daerah sekitar lainnya sedangkan meningkat setiap konflik dengan masyarakat lokal selalu ditangani dengan mengirim polisi untuk mengintimidasi tanpa niat serius untuk benar ditangani dengan masyarakat setempat.

Dengan ini beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT SSM:

1. Perusahaan ini datang di desa Kanyala dan sekitarnya tanpa konsultasi sebelumnya mengenai rencana perkebunan kelapa sawit. Jika ada seperti itu hanya terbatas pada orang-orang elit desa yaitu petugas administrasi.
2. Perusahaan selalu menggunakan aparat kepolisian dan aparat desa dalam menangani perselisihan tanpa niat langsung berhubungan dengan penduduk desa yang bersangkutan.
3. tanah warga dibuldoser 'tanpa kompensasi yang layak berhak, dan mereka yang menolak untuk menyerahkan tanah mereka dimanipulasi dan dipaksa menyerahkan tanah mereka seperti yang terjadi pada Mr Langkai TN.
4. Perusahaan dibuldoser lahan incumbent dengan surat keterangan kepemilikan tanah masyarakat setempat, antara lain:
a. Langkai TN (informasi mengenai surat bukti hak berdasarkan hukum adat tahun 1997 meliputi 150 hektar (ha) di desa Kanyala ditandatangani oleh kepala desa, kepala dusun Luwuk Rengas, Damang kepala adat, dan saksi berbatasan) sekarang di bawah pendudukan PT SSM;
b. Jantan bin Leger (tanah yang terletak di desa Tanah Putih dan Sungai Rasak Dukuh Sati) diduduki dan dibudidayakan oleh PT Maju Anak Sawit
c. Leger Judi (surat pernyataan pengakuan masalah tanah di tahun 2003 sebesar 400.000 meter persegi di daerah Dukuh Sati desa Tanah Putih disetujui oleh kepala Tanah Putih, kepala dusun Dukuh Sati dan saksi berbatasan dengan orang) dibudidayakan oleh PT Maju Aneka Sawit
d. Siker Judi (surat pernyataan pengakuan lahan di daerah sungai Seranau dusun Dukuh Sati yang diterbitkan pada tahun 2003 meliputi 400.000 meter persegi yang dikeluarkan dan disahkan oleh kepala desa Tanah Putih dan kepala Dukuh Sati, dan saksi dari orang-orang yang berbatasan dengan orang) dibudidayakan oleh PT Maju Aneka Sawit.
e. Menggo Nuhan (surat pernyataan di sebelah kanan atas tanah adat hukum adat) di daerah Tanah Putih pada tahun 2006 untuk 119.072 meter persegi (11,90 ha) yang ditandatangani oleh sekretaris desa Tanah Putih, Kepala Desa Tanah Putih dan pemimpin adat (Damang) dari Kota Besi kecamatan dan saksi dari orang-orang yang berbatasan dengan orang) dibudidayakan oleh PT. Aneka Maju Sawit.
f. Akir Bin Saun (surat pernyataan tanah 65.550 meter persegi pada tahun 2006 yang ditandatangani oleh ketua RT 02 Tanah Putih dan Kepala Desa Tanah Putih) dibudidayakan oleh PT. Aneka Maju Sawit.
g. Akir Bin Saun (surat pernyataan atas tanah 9,450 meter persegi 2006 ditandatangani oleh kepala rumah tangga (RT 02) Tanah Putih dan kepala desa Tanah Putih) PT dibudidayakan. Aneka Maju Sawit

5. Dibuldoser 2 dari kuburan masyarakat, Apin Keluarga di Tanah Putih Desa oleh PT. Aneka Maju Sawit-Kelompok Musim Mas (berdasarkan lokasi GPS pada koordinat 02 º 31'07 S 112 º 35'30 E)
6. Kriminalisasi komunitas (Mr Langkai TN dan Jon Senturi) dengan tuduhan tindakan ketidaknyamanan.

Selain memiliki masalah dengan orang-orang dimana PT SSM dibudidayakan lahan masyarakat tanpa konsultasi apapun, kuburan dan perusakan tanah pertanian yang dimiliki oleh masyarakat, PT.SSM juga terbukti menumbuhkan wilayah proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di Kanyala Desa.

Hal ini seperti sudah berkomentar di beberapa media massa, berdasarkan dokumen yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (Indonesia Badan Pemeriksa Keuangan) atau BPK, dimana BPK dilakukan tes dokumen pada program GNHRL, diperoleh kesimpulan bahwa proyek 840 ha terletak di Desa Kanyala, Kota Besi sub [kabupaten sekarang adalah kecamatan Talawang] Kabupaten Kotawaringin Timur, ada 704,08 telah dibuka untuk areal perkebunan kelapa sawit oleh PT. Sukajadi Sawit Mekar.

Secara umum, chronologist yang ditulis dalam laporan BPK seperti yang disebutkan di bawah ini:
1. Kepala distrik Kotawaringin Timur pada tanggal 27 Februari 2004 telah menerbitkan izin Princilpe PT.SSM dengan 525.26/54/II/Ekbang/2004 No surat untuk melaksanakan perkebunan kelapa sawit selama ± 18.000 ha di Kecamatan Kota Besi dengan ketentuan tertentu yang daerah terletak pada utilitas lain daerah Kawasan Pemanfaatan Dan Penggunaan Lainnya (KPPL)
2. Berdasarkan cek lapangan yang dilakukan oleh kantor Pertanahan Kabupaten Kotawaringin Timur pada tanggal 12 Maret 2004 telah menerbitkan izin lokasi untuk PT.SSM dengan surat No 193.460.42 selama ± 16.300 ha pengembangan minyak sawit di Sebabi, Kanyala, dan Tanah Putih desa, kecamatan Kota Besi.
3. Kepala distrik Kotawaringin Timur dengan surat No 525.26/38/I/Ekbang/2005 telah memberikan izin penggunaan atau perkebunan di Indonesia izin Usaha Perkebunan (IUP) kepada PT SSM untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit untuk + 12.386,27 di Sebabi, Kanyala, dan desa Tanah Putih, Kota Besi sub-distrik.
4. Menurut laporan investigasi tim reboisasi Dinas Kehutanan Kotawaringin Timur sub-distrik April 2006 tentang aktivitas kelayakan tahun kedua pemeliharaan tanaman di lokasi bekas areal HPH PT. Mentaya Kalang bahwa di lokasi penanaman, sudah terjadi aktivitas kliring oleh PT. Sukajadi Sawit Mekar untuk membuka perkebunan kelapa sawit.
5. Karena masalah di atas kepala Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur dengan surat Badan No.522/4/1118/4.06/V/2006, 8 Mei 2006 meminta Bupati Kotawaringin Timur untuk menghentikan kegiatan dalam rangka memelihara dan menjaga kawasan hutan serta hasil kegiatan reboisasi GNRHL.
6. kemudian, kepala distrik Kotawaringin Timur menanggapi dengan surat No. 522.4/626/Ekbang/VIII/2006, 24 Agustus 2006 yang menunjuk pemimpin PT.SSM, PT.SSM diminta untuk berhenti di awhile kegiatan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pada saat mereka sedang menunggu solusi proses lebih lanjut. Namun demikian, PT. PSM tidak memberikan respon pada surat itu.
7. hasil investigasi lapangan oleh tim kantor kehutanan kabupaten Kotawaringin Timur yang ditulis dalam laporan resmi mengatakan bahwa GNHR reboisasi daerah / lokasi perkebunan PT SSM adalah tumpang tindih dengan tanah lain untuk 704,08 ha.

Menurut BPK Republik Indonesia, pemerintah ini menyebabkan kehilangan Rp. 3,922,95,000.00 (tiga milyar 922.956.000 rupiah) atas biaya yang dibebankan untuk kegiatan rehabilitasi hutan produksi dan tidak tercapainya tujuan kegiatan itu untuk meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan hutan, diasumsikan ada tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kepala daerah Kotawaringin Timur pada perkebunan ditentukan izin yang luar kekuasaannya.

Karena masalah di atas, lembaga kehutanan Kotawaringin Timur mengatakan dalam proses pemberian izin prinsip, ijin lokasi, ijin penggunaan lahan untuk PT.SSM, pengukuran lokasi definitif, meskipun proses pemberian izin sudah membentuk tim kombinasi oleh Bupati yang meliputi banyak instansi terkait bentuk di kabupaten Kotawaringin Timur.

Kabupaten Kotawaringin Timur haed telah mencoba menerbitkan surat No 522.4/626/Ekbang/VIII/2006, 24 Agustus 2006 untuk menghentikan pembukaan lahan untuk sementara untuk perkebunan kelapa sawit PT SSM pada lokasi reboisasi DAK-DAR dan di saat menunggu proses penyelesaian lebih lanjut. Menurut penelitian terbaru dari tim yang ditugaskan oleh kepala distrik dalam suratnya no. 090/815/BU, 4 September 2006, termasuk 704,08 ha telah dikonversi untuk kelapa sawit

Ada untuk sebagai salah satu korban, dan atas nama nama korban dari barbarisme SSM PT yang merupakan anak perusahaan Musim Mas Group di desa Kanyala, dan juga merupakan bagian dari RSPO anggota yang Anda pimpin, maka Kami menuntut agar RSPO mengambil tindakan tegas kepada para anggota yang melakukan praktek buruk dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit dan Kami juga menuntut proses sertifikasi semua atau sesuatu yang membuat semua proses menjadi mudah bagi PT SSM harus dihentikan.

Kami juga menyerukan RSPO untuk segera mendesak Musim Mas Group memecahkan masalah-masalah yang yang terjadi oleh keprihatinan tentang sumber-sumber kehidupan masyarakat telah meliputi tanah dan peternakan.

Kami menuntut semua lembaga formal seperti kepolisian, komisi hak asasi manusia, lokal-nasional-dan LSM internasional aktif terlibat dalam mendorong Musim Mas Group-PT. SSM dalam rangka menyelesaikan sengketa dan masalah dengan semua masyarakat dan konsesi dalam nya.

Berikut surat yang saya sampaikan untuk diperhatikan untuk saat ini.

Kanyala-Kalimantan Tengah, 22 Januari 2009

Atas nama orang yang terkena oleh PT. SSM,




[LANGKAI TN.]

Juga alamat ke:
1. Presiden Republik Indonesia Di Jakarta
2. Menteri Pertanian Republik Indonesia Di Jakarta
3. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Di DKI Jakarta
4. KOMNAS HAM Republik Indonesia Di Jakarta
5. Gubernur Kalimantan Tengah Di Palangkaraya
6. Kalimantan Tengah Ketua DPRD Kota Palangkaraya Di
7. WALHI Eksekutif Nasional Di Jakarta
8. SAWIT WATCH Di Bogor INDONESIA
9. Lembaga Sertifikasi CONTROL UNION Di Belanda
10. Bupati Kotawaringin Timur Di Sampit
11. Musim MAS GROUP Kantor Pusat Di Medan
12. WALHI Kalimantan Tengah Di Palangkaraya
13. Simpan Borneo kami Di Palangkaraya
14. Dan Pimpinan Redaksi Media Massa Lokal Nasional
15. Warga Masyarakat Korban Lainnya Tempat Di masing-masing
16. Arsip

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Surat Langkai TN Kepada Presiden RSPO di Singapore

* Catatan Save Our Borneo

Letter from Vilage, Langkai and Musimas Palm Oil
Bagikan
22 Mei 2010 jam 9:57
No. : na
Attachment : na
Type : important and urgent
Subject : Information and complaint regarding actions committed by PT Sukajadi Sawit Mekar [Musim Mas Group] against villagers of Kenyala and Tanah Putih villages, Talawang sub-district, Kotawaringin Timur district, Central Kalimantan



Attn:
1. Jan Kees Vis, President of the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)
2. Dr. Vengeta Rao, Secretary General of the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)
At- Singapore


Dear sirs,

First, we would like to express cordial wishes and hopes for your goodness and success in carrying duties and activities in daily life.

Hereby we would like to provide information and our complaint against actions and practices committed by a member of the RSPO, PT Musim Mas subsidiary oil palm plantation PT Sukajadi Sawit Mekar operations in Kanyala, Tanah Putih, Sebabi and other affected villages of Talawang sub-district, Kotawaringin Timur district, Central Kalimantan.

Issues that we want to inform you are about actions of PT Sukajadi Sawit Mekar (PT SSM) against villagers and their lands in areas of Kanyala village that the company, in acquiring land, the company intentionally used village officers and police personnel make villagers surrendered their lands. At that time, village officers including its temporal village head (newly established as definitive village administration), customary leader (call Damang), and influential individual local leaders of Kanyala village involved to prevent resistance from villagers.

In 2007, PT SSM applied for compliance certificate of the RSPO as a way to get clean credential as stipulated in the all RSPO principles and criteria. Unfortunately, many legitimate facts on the grounds are showing that the company’s practices far below the internationally recognised RSPO standards where there are many unresolved conflicts and other irregularities which are unacceptable practices to a company in acquiring lands from local people including condemnation of grave yards. Opposing individuals who could hamper company’s operations are forced to keep silence through inhumane practices including intimidations and detained in jails (criminalisation).

Conflicts between local people and PT SSM began coming out of hand when land clearing the company used intimidation and manipulation without proper socialisation in community levels. Many villagers’ lands including traditional gardens such as rubber, rattans, commercial wood (jelutung), and tree fruits are bulldozed to the grounds.

Such actions provoked tension and resistance from local people in vicinity of the cleared land areas including Sebabi, Tanah Putih and Kenyala villages.

On 24 April 2005, in expressing their protests against land clearing activities in their villages’ territories, the local people established portals to blockade roads of PT SSM yet got unfavourable responses with ensuing local police ceased away and intimidated villagers.

On 4 June 2005, around 500 people of Kanyala village gathered to make pressures to and called on the local district government and parliament of Kotawaringin Timur (DPRD) to withdraw permits of PT SSM considered to worse off and expropriated local people’s lands.

The villagers were received for a dialog by the chair of district parliament and head of district estate crops authority (Kadisbun). In the meeting, some legitimate facts were revealed that there has been expropriation over majority of local people’s lands by the company.

Moreover, the output of the meeting decided that company should stop its operations before all issues were properly handled but the company declined to implement the decision, which had respectively resulted another complaint to provincial parliament (DPRD) of Central Kalimantan and received by Commission B of DPRD and attended by RYM Subandi, HM Asera, Ir. Borak Milton and Ir. Artaban.

All efforts done by the concerned local people have resulted nothing and never been properly handled, which has led to enduring unresolved conflicts.

The raised land conflict is the grabbing of Mr. Langkai TN’s ancestral lands, who was detained when he defended his ancestral lands that has had been cultivated many generations of his family since 1943.

Not only in Kanyala village people were suffered from land grabbing but also in Tanah Putih, PT SSM also bulldozed villagers’ graves without their families’ presence. Moreover, the company also bulldozed lands even though the lands already under letter of land information (Surat Keterangan Tanah) status from village administration including customary stamps recognised under the Dutch.

On 29 November 2008, villagers of Bukit Limas hamlet of Tanah Putih village did blockade land as a protest against demolishing of the lands by PT SSM. They built tend grounds in the disputed lands, however, instead of persuasively addressed the protests, villagers were controlled repressively by local police by breaking up the group and confiscated tends and cooking stoves belong to the villagers.

The roots of the conflict are derived from violations involved PT SSM since its first presence in areas within Kanyala and other vicinity areas whereas any escalated conflicts with local people were always handled by sending police to intimidate without serious intention to properly dealt with local people.

Hereby some alleged violations committed by PT SSM:

1. The company came in Kanyala village and surrounding areas without prior consultation regarding its palm plantation plans. If exist such only limited to elite persons namely village administration officers.
2. The company always make use of police personnel and village officers in handling disputes without intention directly dealing with concerned villagers.
3. Bulldozed local villagers’ lands without proper entitled compensations, and those who rejected to surrender their lands were manipulated and forced to give up their lands as happened to Mr. Langkai TN.
4. The company bulldozed lands incumbent with letter of land information of local people’s ownerships, among others:
a. Langkai TN (letter of information on evidence of rights based on customary law year 1997 cover 150 hectares (ha) in Kanyala village signed by village head, hamlet head of Luwuk Rengas, Damang customary chief, and bordered witnesses) is now under occupation of PT SSM;
b. Jantan bin Leger (lands located in Tanah Putih village and Sungai Rasak Dukuh Sati) occupied and cultivated by PT Maju Anak Sawit
c. Leger Judi (statement letter of land recognition issues in 2003 of 400,000 square meters in Dukuh Sati area of Tanah Putih village approved by head of Tanah Putih, head of Dukuh Sati hamlet and witnesses of bordered with persons) cultivated by PT Maju Aneka Sawit
d. Siker Judi (statement letter of land recognition in areas of Seranau river of Dukuh Sati hamlet issued in 2003 covered 400,000 square meters issued and approved by head of Tanah Putih village and head of Dukuh Sati, and witnesses of persons of bordered with persons) cultivated by PT Maju Aneka Sawit.
e. Menggo Nuhan (statement letter on right over customary land of customary law) the Tanah Putih area in 2006 for 119,072 square metre (11.90 ha) which is signed by secretary of Tanah Putih village, Head of Tanah Putih Village and customary leader (Damang) of Kota besi sub-district and witnesses of persons of bordered with persons) cultivated by PT. Maju Aneka Sawit.
f. Akir Bin Saun (statement letter of land 65,550 square metre in 2006 which been signed by head of RT 02 Tanah Putih and Head of Tanah Putih village) cultivated by PT. Maju Aneka Sawit.
g. Akir Bin Saun (statement letter over land 9.450 square metres 2006 signed by head of household (RT 02) Tanah Putih and head of Tanah Putih village) cultivated PT. Maju Aneka Sawit

5. Bulldozed 2 of community graves, Apin Family at Tanah Putih Village by PT. Maju Aneka Sawit –Group of Musim Mas (location based on GPS on coordinate S 02º 31’07 E 112º 35’30)
6. Criminalize community (Mr. Langkai TN and Jon Senturi) with the accusation of inconvenience action.

Besides have problems with people where PT SSM cultivated community’s land without any consultation, grave’s and land farming destruction owned by community, PT.SSM also proven cultivate the project area of Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (National Movement of Forest and Land Rehabilitation) at Kanyala Village.

It is like already remarked in some mass media, based on audited document of Badan Pemeriksa Keuangan (Indonesian Supreme Audit Board) or BPK, where BPK carried out a document test on GNHRL program, conclusion is obtained that 840 ha project located in Kanyala Village, Kota Besi sub district [now is Talawang sub district] Kotawaringin Timur District, there are 704.08 has been cleared for oil palm plantation area by PT. Sukajadi Sawit Mekar.

Generally, the chronologist which is written in BPK report as mentioned bellow:
1. Kotawaringin Timur Head district on February 27, 2004 has published the Princilpe permit to PT.SSM with letter No. 525.26/54/II/Ekbang/2004 to carry out oil palm plantation for ±18,000 ha in Kota Besi sub district with certain stipulation that area is located on other utility area kawasan Penggunaan dan Pemanfaatan Lainnya (KPPL)
2. Based on field checks which was carried out by Land office of Kotawaringin Timur district on March 12, 2004 has published the location permit to PT.SSM with letter No. 193.460.42 for ±16,300 ha oil palm plantation development at Sebabi, Kanyala, and Tanah Putih village, Kota Besi sub district.
3. Head district of Kotawaringin Timur with letter No. 525.26/38/I/Ekbang/2005 has gave plantation use permit or in Indonesia Izin Usaha Perkebunan (IUP) to PT SSM for oil palm plantation development for + 12.386,27 at Sebabi, Kanyala, and tanah Putih village, Kota besi sub-district.
4. According to the report of team reforestation investigation of Forestry Agency Kotawaringin Timur sub-district April 2006 about the feasibility activity of second year of plants maintenance at ex area location of HPH PT. Mentaya Kalang that in that planting location, already occurred clearing activity by PT. Sukajadi Sawit Mekar to open oil palm plantation.
5. Because of the problem above the head of Forestry Agency Kotawaringin Timur district with letter No.522/4/1118/4.06/V/2006, May 8, 2006 asked head of Kotawaringin Timur district for stopping the activity in order to preserve and safeguard the forest area as well the result of GNRHL reforestation activity.
6. then, the head district of Kotawaringin Timur responded with letter no. 522.4/626/Ekbang/VIII/2006, August 24, 2006 which pointed to the leader of PT.SSM, PT.SSM was asked to stop in awhile the activity of opening land for oil palm plantation and at the moment they were waiting the further solution process. Nevertheless, PT. PSM gave no respond on that letter.
7. the result of field investigation by forestry office team Kotawaringin Timur district which was written in official report said that GNHR reforestation area/location of PT SSM plantation is overlapping with other land for 704,08 ha.

According to BPK of Indonesia Republic, this cause government lost Rp. 3,922,95,000.00 (three billion nine hundred twenty two million nine hundred fifty six thousand rupiah) on cost that expensed for activity of production forest rehabilitation and unachieved goal of that activity to increase the environment quality in that forest area, it is assumed there was a law violation action carried out by head district of Kotawaringin Timur in determined the plantation permit that beyond his authority.

Because the problem above, forestry agency of Kotawaringin Timur said in its process of giving the principle permit, location permit, land use permit to PT.SSM, definitive location measurement , even though the process of giving permit already been formed a combination team by the head district which include form many related instances in Kotawaringin Timur district.

The haed district of Kotawaringin Timur has tried in publishing a letter No. 522.4/626/Ekbang/VIII/2006, August 24, 2006 to stop opening land for a while for oil palm plantation PT SSM on reboisation location DAK-DAR and at the moment waiting the process of further resolution. According to the latest investigation of the team that assigned by the head district in his letter no. 090/815/BU, September 4, 2006, include 704.08 ha has been converted in to oil palm

There for as one of the victims, and on behalf of victim’s name of PT SSM barbarism which is subsidiary of Musim Mas Group at Kanyala village, and also part of RSPO member that you lead, so We demand that RSPO take a strict action to its members who carried out bad practices in developing its oil palm plantation and We also demand the all certification process or anything that make all the process become easy for PT SSM should be stopped.

We also call on RSPO to immediately urge Musim Mas Group solve its problems that occurs by concern on sources of life that community have include the land and the farming.

We demand all the formal institution like police department, human right commission, local-national-and international NGOs actively engaged in pushing Musim Mas Group-PT. SSM in order to solve the dispute and problems with all communities and its concession inside.

Here the letter that I convey to be concerned for this time.

Kanyala-Central Kalimantan, January 22, 2009

On behalf of affected people by PT. SSM,




[ LANGKAI TN.]

Also address to:
1. Presiden Republik Indonesia di Jakarta
2. Menteri Pertanian Republik Indonesia di Jakarta
3. Kepala Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta
4. KOMNAS HAM Republik Indonesia di Jakarta
5. Gubernur Kalimantan Tengah di Palangkaraya
6. Ketua DPRD Kalimantan Tengah di Palangkaraya
7. WALHI Eksekutif Nasional di Jakarta
8. SAWIT WATCH INDONESIA di Bogor
9. Lembaga Sertifikasi CONTROL UNION di Belanda
10. Bupati Kotawaringin Timur di Sampit
11. Kantor Pusat MUSIM MAS GROUP di Medan
12. WALHI Kalimantan Tengah di Palangkaraya
13. Save Our Borneo di Palangkaraya
14. Pimpinan Redaksi Media Massa Lokal dan Nasional
15. Warga masyarakat korban lainnya di tempat masing-masing
16. Archive

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Pertentangan Masyarakat Adat Dengan Pemerintah

Pertentangan dan tarikmenarik kewenangan antara hak adat dan pemerintah ,sudah terjadi lebih dari 100 tahunlalu,sejak undang-undang agraria “Agrarische Wet” di keluarkan tahun 1870 oleh pemerintah kolonial belanda
• Dalam Agrarische Wet yang dikeluarkan pada tahun 1870 ini mencakup pernyataan domein (domein Verklering) di tetapkan bahwa setiap tanah yang ada di Hindia Belanda yang tidak dibebani Hak Milik pihak lain adalah tanah negara.Namun UU tsb tdk dapat diberlkukan di seluruh kawasan hutan di indonesia. Beberapa persekutuan Adat yang tidak termasuk dalam kawasan Swapraja menuntut agar hutan nya tetap dikuasai dan dikelola sendiri.
• Pada 1913 terbit Bosreglement 1913 yg mrpkan peraturan yang bertujuan untuk menyempurnakan pengelolaan hutan dan para ahli kehutanan agar peraturan tersebut agar dapat diberlakukan di seluruh indonesia,usaha tersebut juga terbukti tdk berhasil ,karena itu maka pengelolaan hutan di Indonesia praktis terpecah-pecahdi berbagai tangan l di tangan jawatan Kehutanan ,pamong praja,swapraja2 masyarakata adat dan swasta.Hal ini terjadi karena Hak adat Masyarakat dan Hak Swapraja juga memiliki kewenangan2 tertentu yang di akui oleh Pemerintah Hindia Belanda
• Dalam UUPA no 5 tahun 1960 Hak Menguasai oleh negara atasBumi ,air dan ruang angkasa dan kekayaan adalah dalam hal hukum publik dan hal ini dapat dikuasakan kepada Pemerintah Pusat,pemerintah daerah dan masyarakat adat (pasal 2 ayat 4 UUPA) akan tetapi dalam kenyataan nya hak menguasai tersebut “ hanya” di berikan kepada pemerintah daerah .kenyataan ini menimbulkan berbagai reaksi dan penuntutan pengakuan masyarakat adat kepada pemerintah pusat .Tuntutan terhadap pengakuan masyarakat adat tidk hnya tuntutan terhadap pemampaatan hutan saja ,akan tetapi juga terhadap hak publik masyarakat yakni hak otoritas untuk mengatur ekosistim hutan dan lingkungan.
• Padahal sangat jelas pasal 33 ayat 3 UUD 45 mengamanatkan kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk dapat mengelola bumi air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
• Yang dimaksud dengan rakyat adalah seluruh penduduk indonesia termasuk didalam nya masyarakat adat.
• Berbicara mengenai masyarakat adat atau masyarakat hukum adat tidak bisa lepas dengan adanya hak ulayat . Hak ulayat sebagaiistilah teknis yuridis adalah hak yang melekat sebagai kompetisi khas pada masyarakat hukum adat ,berupa wewenang / kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku kedalam maupun keluar.
• Secara sederhana dapat dikatakan bahwa adat tidak pernah mati ,hanya saja selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman yang selalu menyertai nya.
• Oleh karena itu penataan posisi masyarakat adat atau masyarakat hukum adat d alam arti yang sebenarnya terasa semakin “mendesak”,sebab pengalaman akhir-akhir ini konfik-konflik yang terjadi sekitar kegiatan –kegiatan pembangunan terus meningkat.



Persiapan MA/MHA dalam skema REDD
Salah satu bentuk program pembangunan yang dilakukan dalam pelaksaanaan REDD (reducing Emission from Deforestration and Degradation ) sebagai tindak lanjut Konprensi perubahan Iklim di Bali pemerintah RI ,CQ Kementrian Kehutanan sangat giat mengembangkan perangkat hukum atau aturan yang terkait langsung dengan pelaksanaan REDD .Diantara perangkat tersebut ada 3 Peraturan Mentri yang telah resmi di Undangkan


Peraturan menteri Kehutanan tentang skema REDD
• 1 permenhut no p 68/menhut-II/2008 ,11 desember 2008 ttg penyelenggaraan implementasi dari kegiatan demontrasi Pengurangan Emisi karbon dari Deforestasi dan DegradasiHutan (REDD)

• 2 Permenhut No.P.30/Menhut-II/2009,1 mei 2009 ttgTata cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan degradasi hutan (REDD)

• 3 Permenhut no.P 36/Menhut –II/2009,22 Mei 2009 Ttg tata cara Perizinan Usaha Pemampaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung.
• Dari ke 3 perangkat hukum diatas ,ternyata tidak satu pun dari perangkat hukum tersebut dalam konsederan nyayang mendaarkan pada UUPA.Padahal sangat jelas bahwa pada tingkatan pelaksanaan REDD sangat erat hubungan nya dengan persoalan-persoalan agrarian.
• Hal ini menunjukan bahwa pemerintah hanya mencermati persoalan2 tekis saja,maka akibat2 (hukum) yang timbul diras sangat kurang memenuhi prinsip-prinsip keadilan khususnya bagi masyarakat hukum adat (masyarakat ukum adat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

IDENTITAS MASYARAKAT DAYAK YANG TERKOYAK

IDENTITAS MASYARAKAT DAYAK
(Masyarakat Adat Di Dunia ;Eksistensi dan perjuangannya)
Sebelum tahun 1990 setidaknya ada 4 sebutan untuk Dayak :yakni Dayak,Dyak,Daya’ dan Daya.
Versi Dayak umumnya di gunakan oleh pengarang dan penerbit dari Inggris sebelum perang dunia ke II.Penulisan Dajak muncul dalam naskah-naskah berbahasa Belanda>Versi Dayak adalah perkembangan lebih lanjut dari versi Dyak. Di Serawak,sejumlah serjana Dayak maupun NonDayak yang study di luar negeri,mengambil study tentang Dayak; Mereka Menulis Kata Dayak dalam publikasi penelitiannya ,Karena itulah versi Dayak semakin di kenal luas di dunia.
Versi Dayak,Dyak,dan Daya telah menimbulkan pro dan kontra dan mencerminkan kekaburan identitas (identity people) masyarakat Dayak. Sikap in terwujud nyata dalam kehidupan sehari-hari .Orang Dayak malu menganggap dirinya orang Dayak ,cendrung ingin menghilangkan identitasnya sebagai Dayak. Mengapa orang Dayak terhina dan malu di sebut Dayak ?ada sejarahnya .
Pada awal abad 19 kelompok dominan di Kalimantan adalah Dayak dan Melayu.Etnis Melayu umumnya bermukim di daerah pantai.Mereka penganut Islam dan lebih dulu mengenal baca tulis.Orang Melayu dalam pandangan orang Dayak kala itu adalah cermin kemajuan dan ke – modern –an.Sebalik nya Orang Dayak yang tinggal di pedalaman ,berperilaku beda dengan Melayu,beragama asli dan belum mengenal baca tulis.
Kemudian dating penjajah Belanda yang membawa budaya norma,barang baru yang berbeda dengan masyarakat dayak.segala hal tentang Belanda adalah symbol kemajuan.Sebaliknya orang Belanda dan Melayu punya tolok ukur yang masing-masing terhadap orang dayak.Orang Belanda dan Melayu mencap sesorang/kelompok yang berperilaku menyimpang dari budaya,norma mereka di sebut Dajakker ,sebutan yang mengandung makna negatip ,setara dengan inlander.Istilah tersebut berkembang menjadi Dajakkera,atau Dajak sama dengan Kera (Kera=Monyet)
Istilah “Dayak” sebagai symbol hal-hal yang buruk berkembang luas.Di masyarakat Jawa ,orang yang urakan,kotor,amburadul (kolot) di sebut Ndayak;kedayak-dayakan.Dulu di Kalbar,terasi atau anjing kurap di sebut Dayak.
Untuk menghilangkan label Dayak, para pemimpin Dayak Se-Kalbar yang merasa dirinya terhina dan malu menyandang label etnisitas Dayak,mengadakan pertemuan besar di Sanggau (1956).Salah satu hasilnya disepakati mengubah penulisan Dayak menjadi DAYA’,selanjutnya terjadi pengikisan apostrop (‘) maka Daya’ menjadi Daya saja.
Agaknya para pemimpin Dayak Kalbar waktu itu berkehendak mencari dentitas baru agar dapat di terima kelompok lain .Tetapi sebaliknya ,menghilangkan etnisitas sebagai salah satu wujud identitas.
Dalam perkembangannya,kelompok generasi baru Dayak menilai gengsi,kehormatan,rasa hina,dan malu tidak akan hilang dengan hanya sekedar mengganti Dayak dengan Daya’ Atau Daya.Harus ada tindakan nyata masyarakat Dayak untuk meningkatkan kualitasnya.karena itu menurut pandangan mereka penulisan yang benar adalah DAYAK.alasan pertama :
 Versi Dayak adalah versi yang tertua yang telah memberikan identitas bersama bagi kelompok-kelompok tertentu non muslim di Kalimantan.
 Kedua,vers Dayak sudah di akui secara internasional.Pengakuan masyarakat internasional adalah salah satu aspek identitas dan jati diri.Pada masa lalu sebutan Dayak menimbulkan kepahitan ,penghinaan ,karena politik “pecah dan perintah “ dari penjajahan Belanda. Pada masa Penjajahan Belanda Inlander berkonotasi negatip,kin justru pribumi merupakan identitas yang membanggakan.
Tahun 1992 Insitute of Dayakology Research and Development ( kini namanya Institut Dayakology) menggelar seminar Nasional dan Expo budaya Dayak.Salah satu kesepakatan penting pertemuan ini adalah penulisan DAYAK dengan DAYAK.
Kini masyarakat Dayak semakin kehilangan identitas ke-DAYAK-annya akibat proses pembangunan yang meminggirkan mereka.Peminggiran itu mulai dari kata-kata (verbal),tindak tanduk,(behavioral) dan perampasan -paksa(performance) atas hak Tanah. Dan Perlawanan Masyarakat Adat juga seirama dan setara dengan tingkatan proses tersebut.

Menurut penelitian Institus Dayakology (1996) ada 5 (lima ) paktor yang menyebabkan hancurnya kebudayaan Dayak sebagai identitas utama masyarakat Dayak yakni ;
1. Pendidikan Formal
2. Agama asing
3. Dominasi budaya asing
4. Perundang-undangan /peraturan yang memihak penguasa
5. Invansi kapitalis internasional

Kelima factor inilah yang menyebabkan hilangnya identitas masyarakat Dayak.
Pendidikan Formal (terutama) membawa dampak positif dan negative bagi orang Dayak.Namun di Indonesia pendidikan sekolah dilaksanakan dengan penuh indokrinasi (pengkaburan sejarah dari asli seperti kasus G-30 PKI) sehingga mencerabut orang dari budaya nya sendiri dan tidak kritis.Anak-anak Dayak di dokrin untuk melecehkan budaya mereka sendiri (dalam rumah tangga si anak di anjurkan pakai bahasa lain dari komonitasnya sehingga di kemudian hari tidak tau akan bahasa sukunya). Cara-cara orang Dayak bertanam karet,berburu,memanfaatkan hasil hutan,memelihara pohon buah-buahan dianggap tidak produktip,kolot ,primitive,tidak berbudaya,Bacaan-bacaan di sekolah adalah tentang cerita-cerita dari luar Kalimantan.Maka Manusia Dayak Tumbuh menjadi asing di negeri sendiri yang memusuhi budaya mereka sendiri.
Dalam dasa warsa 70 – an orang-orang Dayak di tuding hidup dalam sistim komonis,tidak sehat,melakukan praktek-praktek prostitusi terselubung ,sex bebas,karena tinggal di rumah betang(rumah panjang). Rumah panjang itu kemudian di bongkar dan hidup dirumah tunggal.Hasilnya orang-orang Dayak menjadi sangat individualis. Dengan hancurnya rumah panjang,maka hancur pulalah jantung kebudayaan orang Dayak (Sipat-sipat Luhur atau Pilar-pilar Huma Betang dalam arti nilai-nilai budaya orang Dayak yang Demokrasi/ setara dalam Derajat,abdi hukum ,arip dengan lingkungan Tegas ,jujur dalam bersikap dan berbuat dengan sendirinya hilang justru menimbulkan dua kultur kelas masyarakat yang berbeda yaitu ;
A. klas Buruh,petani,pedagang berpikir bagaimana bisa hidup sejahtera dan aman ;
Untuk klas atau golongan ini kita bisa melihat cara hidup masyarakat yang ada di pedalaman yang jauh dari nuansa politik dan persaingan ,dimana masyarakat nya hidup dengan budaya kekeluargaan,gotong royong,sosial yang tinggi dan tidak pernah membeda-bedakan suku,agama dan budaya,cara mereka pun berpikir sangat sederhana dan penuh kebijaksanaan.
Contoh : seorang bapak yang petani ladang dan petani karet di kampung ,mereka tidak pernah berpikir bagaimana caranya supaya mereka mendapat kedudukan dan memperolah harta yang banyak tanpa bekerja keras,tidak seperti orang-orang di kota yang selalu berpikir bagaimana mendapatkan uang-uang dan uang di benak nya ,sehingga harga dirinya pun di jualnya untuk memuaskan hawa nafsu kesenangan yaitu lewat kekerasan,penipuan dan korupsi atau menghalal kan segala cara. Kebijaksanaan mereka adalah bagaimana mereka itu bisa beradaptasi dengan keadaan lingkungan nya,mereka ingin bagaimana mereka bisa menyekolahkan anaknya,punya kebun ,punya rumah sebagai tempat untuk mereka mearilisasi cita-cita mereka dalam arti mewujudkan kedamaian yang abadi.Dimana cara mereka mendidikan anak nya di waktu sekolah dasar dengan ilmu budipekerti,di sekolah menengah pertama dan menengah atas mereka ,membiasakan anak nya untuk belajar tentang cara hidup bermasyarakat dan mengelola SDA yang lestari demi kelangsungan hidup mereka kelak dan di waktu perguruan tinggi mereka belajar akan arti sebuah tanggung jawab
Jangan heran kenapa banyak mahasiswa-mahasiswa yang keluar dari kampus menjadi pengangguran intelek,dimana kampus tidak pernah memproduksi manusia-manusia yang siap kerja dan akhirnya mereka menjadi buruh-buruh di perkebunan ,karena kualitas mereka sangat diragukan, kita bisa melihat di setiap siskripsi dan desertasinya atau syarat untuk menjadi seorang sarjana,jauh dari harapan kenapa itu bisa terjadi karena segala persyaratan itu di bayarkan dengan duit dan akhirnya budaya uang tunai ini telah menjadi budaya baru .Hal ini sungguh ironis dan juga menjadi beban pemerintah dalam menaggulagi pengangguran.persoalan ini lah yang sangat rentan terhadap pemampaatan SDA karena tertutupnya ruang akses dan informasi serta kesempatan kerja akhirnya kriminalitas dan bunuh diri menjadi jawaban persoalan ekonomi yang tidak pernah memihak kepada rakyat kecil dan menengah.
B. Klas Pegawai yaitu kelompok yang identik dengan kekuasaan dalam arti adanya perbedaan social antara atasan dengan bawahan .
Persoalan seperti ini lah yang membuat orang bagai mana cara nya naik pangkat dan dapat penghargaan ,mereka menempuh banyak cara seperti menjilat atau menyogok atasan nya supaya mendapat kedudukan akhirnya budaya KKN lah yang lahir dan berkembang menjadi bagian dari pola hidup rakyat kota seperti makanan yang di konsumsi setiap hari,bahkan ada yang menjual kehormatan nya hanya untuk memenyenangkan atasan nya ( istilah ABS )

Undang-undang yang berhubungan dengan eksploitasi terhadap sumber daya alam ternyata sengaja di buat oleh pemerintah Orde Baru (Mafia Barkeley) dan turunan nya untuk melicinkan proses ekploitasi sumber daya alam oleh Negara dan penguasa dengan lahirnya Undang-undang Penanaman Modal Asing (UPMA),Undang-undang Minerba,Undang-undang Kehutanan yang membuat kebijakan birokrasi ke-kapitalis. Sehinga investasi sebagai sumber pendapatan negara memicu konflik Agraria dan kehancuran ekologi sempitnya ruang distribusi rakyat , pemiskinan, biaya hidup semakin tinggi dan marginalisasinya penduduk lokal yang akhirnya melahirkan kriminalitas,pelecehan seksualitas,krisis pangan ,krisis air bersih dan yang paling rentan adalah kaum perempuan dan anak padahal di UUD 1945 mengamanatkan bahwa kemakmuran itu milik rakyat/publik .
Usaha-usaha itu di modali oleh pinjaman luar negeri dan pengusaha asing dan pengusaha nasional. Dan menjadi beban utang Rakyat Indonesia.
Sistem pengelolaan hutan pemerintah model HPH,HTI,PBS /perkebunan besar swasta pertambangan dan tranmigrasi dan lainnya (sipat-sipat Feodalis dan neoliberal) telah menghancurkan kebudayaan Dayak
(.Tulisan ini di ambil dari katalog penyebaran masyarakat adat di dunia dan berbagai sumber ).
Palangkaraya 2010
Penulis
Thomas Wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Kesusasteran Dayak dalam kontek Lewu dan Ngaju

Pengertian lewu tidak hanya terbatas pada desa,atau kampung ,tetapi dapat juga dia artikan dengan negeri,tanah tumpah darah atau kampung halaman,yan semuanya diarti kan dengan tanah asal,tempat kelahiran dan tanah leluhur dari nenek moyan (Pdt Hermogenes Ugang)
Kebudayaan Dayak yang secara tertulis khususnya Dayak Kalimantan tengah masih belum ada,kemungkinan juga dayak-dayak lain di Kalimantan ,”dayak sebenarnya bukan arti dari manusia yang mendiami pulau Kalimantan,tetapi hanya sebuah sebutan oleh orang Belanda saat itu dan di Kalbar pernah menjadi perdebatan yang panjang
Sastra –sastra dayak sebenarnya tidak lepas dari sebutan lewu dan ngaju,lewu = tanah asal,ngaju = orang yang mendiami bentang sungai dari arah hilir ke hulu dari suatu DAS.

Kebudayaan Dayak tidak bisa dilepaskan dari masa /peristiwa tertentu yang hanya di ucapkan sebagai cerita dari nenek ke anak dan anak ke cucu dan seterusnya sehingga sangat susah kita untuk mengatakan kapan kebudayaan dayak itu di tulis dalam suatu kitab atau bentuk-bentuk tulisan seperti zaman mesir,tapi yang menariknya orang dayak zaman dahulu hanya bisa menggambar sebuah keadaan suatu tempat pada sebuah batu unntuk menceritakan keadaan yang terjadi saat itu .Dan lucunya lagi semua pentilasan yang menyangkut persoalan tersebut semuanya sudah menjadi batu..dan ini lah yang saya bilang sangat menarik dan perlu penelitian khusus tentang orang dayak.
Orang Dayak lebih cepat paham dan mengerti dengan bahasa isarat atau kode tertentu,terutama tentang peristiwa alam,semakin paham dan mengertinya orang tersebut semakin berpengaruhlah dia di komonitasnya dan Orang Dayak pasti akan cepat mengingat apa yang pernah terjadi dan itu akan menjadi buah bibir dan terangkum semacam cerita dengar dan cerita pandang,kalau cerita dengar orang dayak akan berinteraksi dengan pesan-pesan yang pernah didengarnya dan dia akan mencoba membandingan dengan apa yang pernah dilakukan,kalau untuk cerita pandang mereka akan berinteraksi dan mengingat-ingat terutama dalam hal budaya kesenian dan kerajinan Tangan.
Dalam sebuah klan Dayak tertentu ada larangan bagi Kaum lelaki untuk beristri bila dia belum bisa membuat ayaman Pahera /ayaman tangkai kapak dan dia belum di perboleh kan menikah kalau belum berani menebang sebatang pohon besar di ladang nya,demikian juga kaum perempuan nya dia belum bisa di kawin kan kalau dia tidak bisa memasak nasi dan mengayam tikar,dan alat-alat keperluan berladang ,disini lah Nilai kedewasaan dan kebijakan dari orang dayak di lestarikan sampai zaman nya pra orde Baru,setelah orde baru berkuasa selama sekian puluh tahun ..hancurlah budaya tersebut,budaya rumah betang di hancurkan ,sehingga orang dayak sangat individual (Nilai-Nilai Luhur Rumah Betang)
dan yang menariknya lagi ada kebudayaan yang melarang kaum lelaki untuk tidak tidur Tengkurap setelah istrinya melahirkan sebelum anak nya bisa tengkurap,itu menandakan bahwa orang dayak sangat menghargai pasangan hidupnya ,kita mesti tau kenapa larangan itu mesti dicertakan secara turun temurun ,tidak lain karena bila si suami meniduri istrinya sebelum anak nya tengkurap,alat repruduksi istri nya tdk akan terjamin dan itulah yang di namakan penyakit Meruyan (DR.Marko Mahin dalam adaptasi dan mitigasi manusia Dayak terhadap perubahan iklim)
Dan hukum atau aturan tersebut semuanya hanya tersirat dan bukan tersurat,karena menurut cara pandang orang Dayak hal pembuktian itu bukan nya harus lewat selembar surat yang bisa menghilangkan hak seseorang tetapi mereka lebih meyakini perkataan orang berdasarkan bukti sejarah dan karya yang pernah di lakukan orang itu selama hidupnya (Persoalan inilah yang menjadi penyebabnya konflik harisontal dan vertical dikalangan orang asli dengan pendatang saat ini di mana Hukum yang di adopsi oleh pemerintah Indonesia adalah hukum asas pembuktian tertulis.,karena birokrasi yang rumit seperti itu banyak orang Dayak beranggapan lebih baik kita menjadi orang Transmigrasi dari pada masyarakat “dayak”,asumsinya bila menjadi warga Tranmigrasi kita akan mendapat modal,tanah yang sudah bersertivikat seluas 2 hektar dan akan di perhatikan oleh pemerintah,bukan seperti penduduk asli yang selalu di anggap bodoh,udik dan termarginal.

Contoh –contoh cerita tersebut yang sekarang menjadi legenda dan sekarang masih mempunyai nilai-nilai gaib yang tidak bisa di ungkapkan secara logika dan etika,seperti cerita Darung Bawan yang meruntuhkan puncak Bukit Raya di penggunungan Swzhener,yang pecahan gunung tersebut menjadi Bukit Bangapan di hulu sungai Baraoi DAS Samba Kabupaten Katingan,Bukit Tandu di Tumbang Jala, dan legenda Batu Suli Di Tumbang Manange DAS Kahayan
Hasil pekerjaan dari Darung Bawan untuk memutuskan jalan/tangga bagi raksasa yang bernama Rhuawai_Rashi di Langit karena raksasa tersebut suka memakan manusia/penduduk di bumi,Setelah terputusnya jalan atau runtuh nya bukit tersebut,membuat raksasa selalu meneggok kebawah,saking laparnya sehingga air liurnya jatuh mengalir kebumi dan orang dayak percaya bahwa liurnya itu yang menjadi nyamuk,pikat,lintah dan pacat sekarang,
Dan ada juga cerita Bungai yang lagi berteduh dari hujan dalam pengembaraan nya dia berhenti di bawah batu besar dan menggambar keadaan desa Tumbang Pajangei dan batu tersebut masih bisa di lihat di hulu sungai Parawai kecamatan Bukit Raya kabupaten Katingan,dan saat itu juga dia sempat menanam pohon bendang sejenis sawit yang pelepah nya tajam seperti sembilu sekitar 100 ha yang mana tanaman tersebut jarak tanam nya sama dengan tanaman sawit sekarang. (ex.HPH Pt.Meranti Mustika /Kayu Mas Group ) dan banyak lagi cerita-cerita tersebut yang hanya bisa dilihat pentilasan nya berupa jeram dan batu batu yang mewakili dari cerita ini ;sebutlah ( legenda Riam Motah ,dan riam Sandung Angoi dan legenda Pasui Anak Bintang serta Riam Tarui Pinang di Tumbang Puan dan Tumbang Manya di Kecamatan Mentaya Hulu Kotawringin Timur)

Menurut kebudayaan atau tahapan sastranya terdahulu mungkin tidak seperti zaman moderen saat ini yang bisa dibagi menurut masa.
Menarik juga kebudayaan “LEWU’ di bumi Borneo atau tanah dayak ketika itu hanya bisa dibagi menjadi atau semacam istilah-istilah atau lewu antara lain Lewun Sangiang,Lewun Sansana dan Lewun Tetek Tatum (pdt Hermogenes. Ugang)

Lewun Sangiang itu terdiri dari 3 lewu yaitu Lewun Maharaja Sangiang,Lewun Maharaja Sangen dan Lewun Maharaja Bunu.
Inilah awal dari suatu periode di bumi yang hanya di huni oleh 3 saudara atau 3 negeri/lewu yang dalam cerita di lahirkan oleh Manyamei Lumut Garing (lelaki) dan Kahukup Bungking Garing (wanita) yang tinggal di desa pertama yaitu desa Lewun Nindan Tarung (negeri yang bersusunkan kemasyuran)
Zaman atau masa ini yang disebut dengan zaman dewa-dewa/sangiang atau terkenal dengan lewu telu.
Dari ketiga maharaja tersebut hanya maharaja Bunu lah yang menurun kan manusia dan yang lain nya juga masih hidup didunia-dunia gaib,itulah sebabnya orang dayak tidak bisa dilepaskan dari hal2 yang mistik atau hal gaib..
Setelah itu baru ada zaman Sansana dimana peristiwa-peristiwa kepahlawanan diceritakan dimana hal2 yang jahat dikalahkan oleh pahlawan kita dan kemungkinan disinilah cerita Ongko Kalangkang yang mendirikan Betang di Datah Hotap di Hulu Habangoi DAS Samba menurut cerita masyarakat disana di bekas Lewu (bhs Dayak= Kaleka ) sering orang mendengar kokok ayam dan mendengar orang yang seperti lagi ada kenduri ,dan kadang –kadang orang masih bisa menemukan tiang betang nya yang nyembul dari dalam tanah,tetapi setelah didatangi besok nya tiang tersebut sudah tidak ada.
Menarik nya tentang Datah Hotap ,di sungai Miri kabupaten Gunung Mas ada cerita penduduk setempat menceritakan bahwa Datah Hotap yang di hulu sungai Masukih di sungai Miri anak DAS
Kahayan yang penduduknya waktu zaman tetek tatum mengungsi dan membangun desa di Harowu di hulu sungai Miri. Dan kepercayaan penduduk setempat ada larangan tidak bisa mendulang emas di sungai Masukih,apa bila larangan ini di langgar si pelanggar akan mati mengenaskan tanpa sebab musabab yang jelas.(hasil kajian ekonomi social budaya tim Heart of Borneo di desa-desa kawasan Muller-Swzhener)

Sansana ini adalah sebuah cerita yang di ucapkan semacam puisi yang diceritakan turun menurun tentang cerita heroic dan legendaries seperti cerita Bandar (zaman ini lah orang Dayak mengenal perdagangan dan pelabuhan ) seperti Lewu Luwuk Dalam Betawi Desa Bontoi sekarang,dan di DAS Kahayan waktu itu yang terkenal dengan sebutan 7 lewu yaitu Luwuk dalam Betawi,Tanjung Berenng Kalingu,Tumbang danau Layang,Tumbang Pajangei,Batu Nyapau,Lewu Upun Batu dan Silan Batu Mapan
,
Di Katingan juga ada cerita tentang Lewu pulu atau Lewu sepuluh yaitu,lewu Handiwung,Lewu Talian Kereng,Lewu Manyangen Tingang,Lewu Tarusan Danum,Lewu Tewang Sanggalang Garing, Lewu Tewang Darayu Langit,Tumbang Lawang, Lewu Teluk Bawin Uya,Lewu Tumbang Taranei/Panei di Kabirum sungai Talunei dan Datah Hotap (untuk yang terakhir reperensi ini masih simpang siur ada yang mengatakan penyebaran orang Dayak dari Datah Hotap, ada juga yang bilang dari hulu Barito) dan disinilah masyarakat Dayak mulai mengenal tata pemerintahan dengan adanya Dambung dan Tamanggung.
(khusus Untuk Ong Kho Kalangkang ceritanya dia mempunyai putra yang bernama Shem –Phung yang menurunkan lagi Tham dan Bung –Ai atau Tambun Bungai) dimana di sini lah awalnya orang dayak mengenal cara bercocok tanam,ini di tandai oleh kebiasaan mereka membuat Ancak /kelangkang sebagai media memberi sesajen kepada nenek moyang nya sebagai ucapan permisi dan ucapan syukur .diwaktu membuka ladang,mendirikan rumah,mengobati orang sakit serta mampakanan batu/upacara habis panen. Dan setiap acara ini juga disertai acara thampung tawar dan taburan beras kuning)
Acara tampur tawar biasanya acara memercik kan air dimana air di taruh di mangkok yang diisi air sedikit ,di beri beras dan di tambah dengan sejumput rumput “daren Sahar” /rumput special untuk tampung tawar.
Seiring dengan perkembangan zaman ada juga ritual memercikkan darah binatang serta penggunaan angka tambah (‘+’) /cacak burung di palang pintu atau di tiang rumah,dimana orang dayak meyakini ritual tersebut sebagai ungkapan atau doa menolak bala dan marabahaya atau untuk mengusir roh-roh jahat. (ada hubungan dengan ritual hari pelepasan bagi kaum Ibrani waktu keluar dari mesir)

Setelah zaman sansana Bandar ini orang Dayak mulai memasuki zaman Tetek Tatum atau zaman Ratap Tangis, atau zaman Haasang,/perang,bunuh membunuh antar suku dan wabah penyakit sehingga banyak penduduk yang mengungsi seperti wabah kolera, dan cacar . Penduduk warga Betang Kaleka Mamben di Tumbang Hangei 1 Katingan Tengah mengungsi sampai Lesung Mambuk di perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat atau di hulu Batu Nyapau sungai Manjul di Seruyan Hulu menuju Bahokam di hulu sungai Mahakam dan Mamaruh di Hulu sungai Serawai di Kabupaten Malawi
Di zaman ini lah yang terkenal dengan Perang Nyai Undang di Kota Bataguh Pulau Kupang Kuala Kapuas ,ada juga legenda Marikit dan Amai Daun dari Bahokam. ,sangat sayang peristiwa dan kejadian itu tidak bisa dirunut berdasarkan penanggalan masehi.sehingga referensi secara tertulis tidak ada tetapi hanya sebuah legenda yang di ceritakan turun menurun dari kakek ,atau orang tua ke anak-anaknya sebelum tidur.

Setelah berakhirnya zaman Tetek Tatum , babak baru lagi bagi sejarah Dayak yaitu Perjanjian Tumbang Anoi dai sini mulailah orang Dayak mengenal persatuan dan menyadari lagi bahwa mereka itu adalah satu darah satu Lumpeng Puser (se ibu) dan senasip dan dari sini lah orang Dayak mengorganisasikan diri dan bersatu dan dari sini lah mereka melakukan komonikasi surat menyurat (Bertobatnya Sang Balian dan surat Evangelis)
(catatan :Rapat Besar Hurung Anoi ,media undangan nya berupa sumpit dan mandau reprensi Drs Harianto Garang // Adat istiadat Dayak Ngaju dan dari berbagai sumber)


Palangka Raya,6 Juni 2010

Penulis

Thomas Wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS