Membangkitkan Etos Kerja dengan Pepatah Jawa

Sumber: www.AnneAhira.com

Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki beragam norma yang telah menjadi pegangan atau pedoman hidup sehari-hari. Demikian pula orang Jawa.


Dalam khazanah hidup kebudayaan Jawa, tersimpan ribuan pepatah petitih yang tetap diamalkan, dan memberikan warna khusus bagi dinamika masyarakatnya hingga kini.


Apabila disimak, kekuatan nilai pesan yang terkandung dalam pepatah Jawa masih banyak yang relevan sebagai landasan sikap dan perilaku. Selain itu, membentuk budi pekerti di era modern dan global.


Lebih dari itu, manakala didayagunakan, pepatah Jawa tersebut ternyata masih menyimpan kekuatan spiritual untuk menangkal berbagai macam intervensi negatif kehidupan yang menggejala di seputar kita, bahkan hingga detik ini.

Kekuatan spiritual itu bisa mencakup banyak hal dalam bidang kehidupan manusia. Salah satunya adalah membangkitkan etos kerja. Di zaman yang serba sulit ini, pekerjaan menjadi tumpuan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Dalam kondisi demikian—terlebih jika sistem yang berlaku tak kondusif—maka yang terjadi adalah meningkatnya stres dan menurunnya etos kerja. Karena itu, layak kiranya manusia menengok kembali pada warisan nenek moyang dari Jawa, yaitu pepatah.


Lantas, apa sajakah bunyi dan makna pepatah Jawa itu? Tetap ikuti paparan berikut.

Aja Nggege Mangsa

Artinya, jangan mempercepat musim atau waktu. Makna sejatinya adalah, jangan memaksakan diri dalam memperoleh hasil sebelum waktunya, karena apa yang didapat pasti tidak memuaskan.


Peribahasa ini berangkat dari kepercayaan bahwa tercapainya cita-cita sangat dipengaruhi ridha Tuhan. Di mana, terwujudnya keinginan tersebut sering dimaknai dan diungkapkan dalam perhitungan waktu, seperti wis titi wancine (sudah tiba saatnya).

Peribahasa ini juga menasihatkan supaya orang bersabar dan tidak tergesa-gesa dalam meraih cita-citanya. Jangan menuruti hawa nafsu belaka.


Sebab, segala macam keinginan baik manusia akan dikabulkan oleh Tuhan, asalkan memohon dengan sungguh-sungguh dan berusaha keras untuk mewujudkannya. Contohnya, untuk menjadi penulis, orang harus berlatih menulis tak kenal lelah, dalam waktu yang tak instan.

Cagak Amben Cemethi Tali

Artinya, cagak (tiang), amben (balai-balai), cemethi (cambuk), tali (tali). Terjemahan bebasnya, gambaran orang yang posisinya ibarat tiang balai-balai dan tali cambuk. Peribahasa ini sesungguhnya menggambarkan bahwa dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sulit, berbahaya, dan berat diperlukan orang yang benar-benar mumpuni. Maksudnya, terampil serta kuat mental dan fisiknya.


Misalnya, untuk memimpin negara, maka diperlukan sosok negarawan yang arif dan berwibawa. Jadi, peribahasa ini mengingatkan untuk tidak mengambil risiko dengan mempercayai orang yang belum ahli. Apabila yang bersangkutan sudah boleh dinilai sebagai cagak amben, cemethi tali, besar kemungkinan hasil kerjanya akan memuaskan.

Cegah Dhahar Lawan Guling

Artinya, cegah dhahar (mengurangi makan), lawan guling (mengurangi tidur). Model tirakat yang banyak dianjurkan bagi orang Jawa, sebagai laku olah batin melengkapi laku kasunyatan sehari-hari (bekerja). Tentunya, agar cita-citanya terkabul, dan kehidupannya lebih baik di hari-hari mendatang.

Kenyataannya, selama hidup di dunia, manusia menghadapi berbagai macam permasalahan dan godaan yang seakan tiada habis. Oleh sebab itu, sebaiknya setiap orang harus waspada. Salah satu cara meningkatkan kewaspadaan itu adalah dengan menjalani tirakat. Misalnya, dengan cegah dhahar lawan guling.

Lelaku seperti itu dipuji karena tirakat, sesungguhnya merupakan latihan olah rasa, batin, jiwa, dan raga. Apabila seseorang berhasil melakukannya dengan baik, dia akan memiliki kemampuan mengendalikan hawa nafsu, memperbaiki sifat dan perilaku, serta pikiran menjadi jernih.


Dengan begitu, besar kemungkinan dia mampu mengatasi berbagai permasalahan seberat apa pun yang dihadapi.

Gremet-Gremet Waton Slamet, Alon-Alon Waton Kelakon

Artinya, gremet-gremet waton slamet (merayap asalkan selamat), alon-alon waton kelakon (pelan-pelan asalkan kesampaian). Gara-gara pepatah ini, muncul anggapan bahwa orang Jawa itu sulit maju, lantaran masih mengamalkan filosofi tersebut. Mengerjakan segala sesuatu senantiasa pelan, tidak pernah cepat, seakan pasrah pada keadaan dan tidak berusaha melawannya.

Pendapat itu jelas keliru. Makna pepatah tersebut adalah mengingatkan agar jangan terburu-buru dan berbuat ceroboh. Setiap tindak perbuatan harus diperhitungkan dengan cermat. Karena itu, dalam bekerja sangat diperlukan kewaspadaan, bagaimana menyesuaikan diri, memperhatikan kanan-kiri, dan sebagainya.


Apa gunanya cepat berhasil, apabila proses yang dikerjakan justru mendatangkan malapetaka? Kendati cita-cita memang harus dikejar, namun tetaplah bersabar dan tidak ceroboh dalam meraihnya.

Golek Banyu Apikulan Warih, Golek Geni Adedamar

Artinya, golek banyu apikulan warih (mencari air berbekal sepikul air), golek geni adedamar (mencari api berbekal pelita). Ungkapan ini merupakan nasihat yang sangat tinggi nilainya di Jawa. Bahwa manusia harus memiliki bekal yang cukup dan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.


Apabila bekal dan wujud yang dicita-citakan berbeda, hasilnya tentu tidak memuaskan. Misalnya, jika ingin kaya dan sukses, orang harus bekerja keras dengan cerdas. Selain itu, dia hendaknya rajin berdoa dan tak boleh berputus asa.

Jer Basuki Mawa Beya

Artinya, jer (memang, seharusnya begitu), basuki (selamat atau sejahtera), mawa (memerlukan atau menggunakan), beya (biaya atau pengorbanan). Terjemahan bebasnya, untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan (keselamatan, kebahagiaan, kesuksesan hidup) senantiasa memerlukan biaya, kerja keras, maupun pengorbanan.

Semua itu harus ditujukan untuk cita-cita yang baik atau positif. Bukankah yang disebut basuki atau keselamatan dan kesejahteraan hidup adalah kebaikan bagi orang yang ingin meraihnya? Maka, apabila ongkos kesejahteraan tersebut berasal dari kejahatan atau dosa, tentulah hasilnya akan dilumuri kejahatan dan dosa pula. Situasi seperti itulah yang harus dihindari.

Nggoleki Tapaking Kuntul Nglayang
 
Artinya, nggoleki (mencari), tapaking kuntul nglayang (jejak bangau terbang). Pada kenyataannya, mencari jejak bangau terbang itu sulit ditemukan.


Jadi, pepatah ini mengandung ajaran, apabila ingin mencari jejak bangau, orang harus mengikuti ke mana pun bangau itu terbang. Intinya, untuk menemukan jejak bangau harus punya tekad kuat, serta memahami benar bagaimana tabiat sang bangau.

Di sini, cita-cita digambarkan seperti burung yang dapat terbang tinggi. Sementara, kita hanya dapat berjalan atau berlari di atas tanah. Jadi, mengejar burung (cita-cita) jelas amatlah sulit karena kecepatan burung terbang melebihi kecepatan lari manusia itu sendiri.


Oleh karena itu, dalam mewujudkan cita-cita, orang harus berani bersakit-sakit dan menempuh proses panjang yang kadang sangat melelahkan dan sepertinya tidak masuk akal. Semua itu ibarat mencari jejak bangau terbang.

Sareh Pikoleh

Artinya, sareh (sabar), pikoleh (memperoleh). Terjemahan bebasnya, orang yang sabar dalam berbuat (bertindak) akan memperoleh apa yang diharapkan. Pepatah ini menunjukkan betapa orang Jawa sangat memuliakan kesabaran dalam segala hal. Artinya, kesabaran sangat diperlukan ketika mewujudkan cita-cita hidup.


Bagaimanapun, kesabaran merupakan kunci untuk bertahan saat menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan yang menghambat tercapainya cita-cita. Kesabaran pun dapat menunjukkan tingkat kedewasaan pribadi seseorang, selain sifat dan perilakunya.

Sapa Tekun Golek Teken, Bakal Tekan

Artinya, siapa tekun mencari tongkat, maka dia akan sampai di tempat tujuannya. Teken memiliki makna bermacam-macam. Kenyataannya, apa yang disebut teken adalah tongkat yang digunakan sebagai alat bantu orang tua atau orang cacat untuk berjalan. Jadi, makna teken dalam pepatah ini adalah alat yang bisa membantu upaya manusia.       


Teken dalam bentuknya yang lain dapat juga bermakna ilmu pengetahuan, terutama ketika seseorang ingin pandai. Dapat pula kitab suci agama tertentu, jika dia ingin memperdalam keimanan dan ketakwaannya sesuai ajaran agama. Dengan memiliki teken, meskipun pelan dan tertatih, dia akan mampu terus berjalan menuju cita-cita yang didambakan.

Wani Nggetih Bakal Merkulih

Artinya, siapa berani berdarah-darah, maka dia akan memperoleh. Di sini, yang dimaksud nggetih atau sampai berdarah-darah adalah bekerja keras atau bertindak habis-habisan, bukan setengah-setengah.


Bekerja habis-habisan dapat mengisyaratkan sejauh mana etos profesionalitas seseorang dalam menjalani pekerjaannya. Semua kerja keras pasti akan memberikan hasil positif, apa pun bentuknya.
                
Begitulah pepatah bijak orang Jawa tentang etos kerja. Meski terkesan kuno lantaran diwariskan para pendahulu, pepatah tersebut tetap kontekstual dengan kondisi kekinian kita. Di dalamnya, tersembunyi ruh atau nilai positif yang dapat dipungut siapa pun.


Bukan untuk menghalangi langkah diri, melainkan agar dia kuat dan tangguh. Karenanya, jadikan pepatah itu sebagai motivasi dalam menggapai cita-cita hidup atau masa depan yang lebih baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Membangkitkan Etos Kerja dengan Pepatah Jawa

Sumber: www.AnneAhira.com

Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki beragam norma yang telah menjadi pegangan atau pedoman hidup sehari-hari. Demikian pula orang Jawa.


Dalam khazanah hidup kebudayaan Jawa, tersimpan ribuan pepatah petitih yang tetap diamalkan, dan memberikan warna khusus bagi dinamika masyarakatnya hingga kini.


Apabila disimak, kekuatan nilai pesan yang terkandung dalam pepatah Jawa masih banyak yang relevan sebagai landasan sikap dan perilaku. Selain itu, membentuk budi pekerti di era modern dan global.


Lebih dari itu, manakala didayagunakan, pepatah Jawa tersebut ternyata masih menyimpan kekuatan spiritual untuk menangkal berbagai macam intervensi negatif kehidupan yang menggejala di seputar kita, bahkan hingga detik ini.

Kekuatan spiritual itu bisa mencakup banyak hal dalam bidang kehidupan manusia. Salah satunya adalah membangkitkan etos kerja. Di zaman yang serba sulit ini, pekerjaan menjadi tumpuan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Dalam kondisi demikian—terlebih jika sistem yang berlaku tak kondusif—maka yang terjadi adalah meningkatnya stres dan menurunnya etos kerja. Karena itu, layak kiranya manusia menengok kembali pada warisan nenek moyang dari Jawa, yaitu pepatah.


Lantas, apa sajakah bunyi dan makna pepatah Jawa itu? Tetap ikuti paparan berikut.

Aja Nggege Mangsa

Artinya, jangan mempercepat musim atau waktu. Makna sejatinya adalah, jangan memaksakan diri dalam memperoleh hasil sebelum waktunya, karena apa yang didapat pasti tidak memuaskan.


Peribahasa ini berangkat dari kepercayaan bahwa tercapainya cita-cita sangat dipengaruhi ridha Tuhan. Di mana, terwujudnya keinginan tersebut sering dimaknai dan diungkapkan dalam perhitungan waktu, seperti wis titi wancine (sudah tiba saatnya).

Peribahasa ini juga menasihatkan supaya orang bersabar dan tidak tergesa-gesa dalam meraih cita-citanya. Jangan menuruti hawa nafsu belaka.


Sebab, segala macam keinginan baik manusia akan dikabulkan oleh Tuhan, asalkan memohon dengan sungguh-sungguh dan berusaha keras untuk mewujudkannya. Contohnya, untuk menjadi penulis, orang harus berlatih menulis tak kenal lelah, dalam waktu yang tak instan.

Cagak Amben Cemethi Tali

Artinya, cagak (tiang), amben (balai-balai), cemethi (cambuk), tali (tali). Terjemahan bebasnya, gambaran orang yang posisinya ibarat tiang balai-balai dan tali cambuk. Peribahasa ini sesungguhnya menggambarkan bahwa dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sulit, berbahaya, dan berat diperlukan orang yang benar-benar mumpuni. Maksudnya, terampil serta kuat mental dan fisiknya.


Misalnya, untuk memimpin negara, maka diperlukan sosok negarawan yang arif dan berwibawa. Jadi, peribahasa ini mengingatkan untuk tidak mengambil risiko dengan mempercayai orang yang belum ahli. Apabila yang bersangkutan sudah boleh dinilai sebagai cagak amben, cemethi tali, besar kemungkinan hasil kerjanya akan memuaskan.

Cegah Dhahar Lawan Guling

Artinya, cegah dhahar (mengurangi makan), lawan guling (mengurangi tidur). Model tirakat yang banyak dianjurkan bagi orang Jawa, sebagai laku olah batin melengkapi laku kasunyatan sehari-hari (bekerja). Tentunya, agar cita-citanya terkabul, dan kehidupannya lebih baik di hari-hari mendatang.

Kenyataannya, selama hidup di dunia, manusia menghadapi berbagai macam permasalahan dan godaan yang seakan tiada habis. Oleh sebab itu, sebaiknya setiap orang harus waspada. Salah satu cara meningkatkan kewaspadaan itu adalah dengan menjalani tirakat. Misalnya, dengan cegah dhahar lawan guling.

Lelaku seperti itu dipuji karena tirakat, sesungguhnya merupakan latihan olah rasa, batin, jiwa, dan raga. Apabila seseorang berhasil melakukannya dengan baik, dia akan memiliki kemampuan mengendalikan hawa nafsu, memperbaiki sifat dan perilaku, serta pikiran menjadi jernih.


Dengan begitu, besar kemungkinan dia mampu mengatasi berbagai permasalahan seberat apa pun yang dihadapi.

Gremet-Gremet Waton Slamet, Alon-Alon Waton Kelakon

Artinya, gremet-gremet waton slamet (merayap asalkan selamat), alon-alon waton kelakon (pelan-pelan asalkan kesampaian). Gara-gara pepatah ini, muncul anggapan bahwa orang Jawa itu sulit maju, lantaran masih mengamalkan filosofi tersebut. Mengerjakan segala sesuatu senantiasa pelan, tidak pernah cepat, seakan pasrah pada keadaan dan tidak berusaha melawannya.

Pendapat itu jelas keliru. Makna pepatah tersebut adalah mengingatkan agar jangan terburu-buru dan berbuat ceroboh. Setiap tindak perbuatan harus diperhitungkan dengan cermat. Karena itu, dalam bekerja sangat diperlukan kewaspadaan, bagaimana menyesuaikan diri, memperhatikan kanan-kiri, dan sebagainya.


Apa gunanya cepat berhasil, apabila proses yang dikerjakan justru mendatangkan malapetaka? Kendati cita-cita memang harus dikejar, namun tetaplah bersabar dan tidak ceroboh dalam meraihnya.

Golek Banyu Apikulan Warih, Golek Geni Adedamar

Artinya, golek banyu apikulan warih (mencari air berbekal sepikul air), golek geni adedamar (mencari api berbekal pelita). Ungkapan ini merupakan nasihat yang sangat tinggi nilainya di Jawa. Bahwa manusia harus memiliki bekal yang cukup dan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.


Apabila bekal dan wujud yang dicita-citakan berbeda, hasilnya tentu tidak memuaskan. Misalnya, jika ingin kaya dan sukses, orang harus bekerja keras dengan cerdas. Selain itu, dia hendaknya rajin berdoa dan tak boleh berputus asa.

Jer Basuki Mawa Beya

Artinya, jer (memang, seharusnya begitu), basuki (selamat atau sejahtera), mawa (memerlukan atau menggunakan), beya (biaya atau pengorbanan). Terjemahan bebasnya, untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan (keselamatan, kebahagiaan, kesuksesan hidup) senantiasa memerlukan biaya, kerja keras, maupun pengorbanan.

Semua itu harus ditujukan untuk cita-cita yang baik atau positif. Bukankah yang disebut basuki atau keselamatan dan kesejahteraan hidup adalah kebaikan bagi orang yang ingin meraihnya? Maka, apabila ongkos kesejahteraan tersebut berasal dari kejahatan atau dosa, tentulah hasilnya akan dilumuri kejahatan dan dosa pula. Situasi seperti itulah yang harus dihindari.

Nggoleki Tapaking Kuntul Nglayang
 
Artinya, nggoleki (mencari), tapaking kuntul nglayang (jejak bangau terbang). Pada kenyataannya, mencari jejak bangau terbang itu sulit ditemukan.


Jadi, pepatah ini mengandung ajaran, apabila ingin mencari jejak bangau, orang harus mengikuti ke mana pun bangau itu terbang. Intinya, untuk menemukan jejak bangau harus punya tekad kuat, serta memahami benar bagaimana tabiat sang bangau.

Di sini, cita-cita digambarkan seperti burung yang dapat terbang tinggi. Sementara, kita hanya dapat berjalan atau berlari di atas tanah. Jadi, mengejar burung (cita-cita) jelas amatlah sulit karena kecepatan burung terbang melebihi kecepatan lari manusia itu sendiri.


Oleh karena itu, dalam mewujudkan cita-cita, orang harus berani bersakit-sakit dan menempuh proses panjang yang kadang sangat melelahkan dan sepertinya tidak masuk akal. Semua itu ibarat mencari jejak bangau terbang.

Sareh Pikoleh

Artinya, sareh (sabar), pikoleh (memperoleh). Terjemahan bebasnya, orang yang sabar dalam berbuat (bertindak) akan memperoleh apa yang diharapkan. Pepatah ini menunjukkan betapa orang Jawa sangat memuliakan kesabaran dalam segala hal. Artinya, kesabaran sangat diperlukan ketika mewujudkan cita-cita hidup.


Bagaimanapun, kesabaran merupakan kunci untuk bertahan saat menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan yang menghambat tercapainya cita-cita. Kesabaran pun dapat menunjukkan tingkat kedewasaan pribadi seseorang, selain sifat dan perilakunya.

Sapa Tekun Golek Teken, Bakal Tekan

Artinya, siapa tekun mencari tongkat, maka dia akan sampai di tempat tujuannya. Teken memiliki makna bermacam-macam. Kenyataannya, apa yang disebut teken adalah tongkat yang digunakan sebagai alat bantu orang tua atau orang cacat untuk berjalan. Jadi, makna teken dalam pepatah ini adalah alat yang bisa membantu upaya manusia.       


Teken dalam bentuknya yang lain dapat juga bermakna ilmu pengetahuan, terutama ketika seseorang ingin pandai. Dapat pula kitab suci agama tertentu, jika dia ingin memperdalam keimanan dan ketakwaannya sesuai ajaran agama. Dengan memiliki teken, meskipun pelan dan tertatih, dia akan mampu terus berjalan menuju cita-cita yang didambakan.

Wani Nggetih Bakal Merkulih

Artinya, siapa berani berdarah-darah, maka dia akan memperoleh. Di sini, yang dimaksud nggetih atau sampai berdarah-darah adalah bekerja keras atau bertindak habis-habisan, bukan setengah-setengah.


Bekerja habis-habisan dapat mengisyaratkan sejauh mana etos profesionalitas seseorang dalam menjalani pekerjaannya. Semua kerja keras pasti akan memberikan hasil positif, apa pun bentuknya.
                
Begitulah pepatah bijak orang Jawa tentang etos kerja. Meski terkesan kuno lantaran diwariskan para pendahulu, pepatah tersebut tetap kontekstual dengan kondisi kekinian kita. Di dalamnya, tersembunyi ruh atau nilai positif yang dapat dipungut siapa pun.


Bukan untuk menghalangi langkah diri, melainkan agar dia kuat dan tangguh. Karenanya, jadikan pepatah itu sebagai motivasi dalam menggapai cita-cita hidup atau masa depan yang lebih baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Historys of Desa Harowu

Menapak sejarah masa lalu

Zaman dahulu masa peradaban suku bangsa Dayak masih belum tercatat dan terdokumentasi seperti babat dan sastra-sastra tulis pada umumnya
.
Jauh di pedalaman Kalimantan yaitu di hulu sungai Miri anak DAS Kahayan pada masa itu di mana kehidupan yang masih natural dan penuh magis dan religius dan masih menggantung kan hajat hidupnya dengan kelimpahan sumberdaya alam yang pada fase sejarah/kesusasteraan Dayak yang disebut dengan zaman Tatum atau zaman prasejarah kesusasteraan Dayak Ngaju. Atau zaman Pananyo’oi

Menurut penuturan Apung sombin (65 thn ) tokoh masyarakat dan mantir adat yang ada di desa Harowu,asal usul orang dayak yang ada di sungai kahayan sebelum zaman Tambun Bungai yang ada di Kampung Tumbang Pajangei,di Hulu Miri sudah ada beberapa peninggalan atau bekas betang dan Pantar (kayu ulin yang di tanam waktu upacara tiwah yang di yakini oleh orang Dayak sebagai jembatan roh menuju ke sorga atau ke Lewu Tatau Habaras Bolau)

Pentilasan atau bekas-bekas peradaban orang zaman dahulu masih bisa di jumpa di sepanjang sungai Miri selain desa Harowu sendiri. Yang sekarang warga menamakan nya sebagai KOLOHKA

1 Kalohka Kapangoi yang di bangun oleh Nyaring anak Ingoi yang sekarang masih tersisa adalah sisa -sisa tiang Betang dan kebun buah-buahan
2 Kolohka Jaranoi
3 Kaloka Lawang Kupang yang terkenal pada zaman Dulla yang mempunyai 3 orang putra ; Ongko Anden manusia pertama yang gaib menjadi Naga atau penjaga alam bawah ,bagi keberlangsungan nya manusia Dayak yang ada di bumi Kalimantan,kedua adalah Ongko Tering ,ongko ini lah yang asal mulanya menjadi orang yang menjadi Kambe Hai atau Jin yang beranak pinak dedengkot iblis /hantu hutan,nyaring pahilep (manusia yang berambut pirang dan suka mencari mangsa atau berburu di waktu hari mau gelap dan waktu hujan panas,dan ke tiga nya adalah Ongko Ambun yang gaib menjadi Antang/elang dan di yakini masih hidup di Puruk Liang Bungai dan menjadi Antang Tajah bagi masyarakat dayak yang ada di DAS Kahayan,Katingan dan Kapuas;Sewaktu dia masih hidup berupa wujud manusia beliau berpesan kepada anak cucunya ,bahwa dia akan tetap setia menjaga orang dayak ketka mendapat ancaman yang akan membantu bila orang dayak berperang / kesusahan dan berencana dalam merencanakan pekerjaan nya dengan catatan pembakaran garu ,menabur beras kuning dan darah ayam
4 Kolohka Sungai Pari
5 Kolohka Kahukup Ombu ; peninggalan yang masih bisa di lihat adalah Pantar dan Sakalan/Telanan unuk mencinang daging binatang buruan nya.
6 Kolohka Penda Ropih
7 Kolohka Labehu Ongo – ongok di sini ada air terjun sehingga mobilitas penduduk lewat sungai mengalami kesulitan
8 Kolohka Kahukup Katimun (tempat masyarakat mencari emas secara tradisional/mendulang
9 Kolohka Tumbang Koto
10 Kolohka Ngamiri Ngamuroi (betang Balu Amai Matun Tawan)
11 Kolohka Burang kepunyaan Teko ,di zaman ini lah terjadi serangan asang dari suku Dayak Panyawung dan Kenyah dari Sungai Mahakam yang membantai semua warga di Betang Tumbang Bahi’o di antara desa Tumbang Lapan dan Tumbang Sian. Cerita ini bermula karena Teko yang mempunyai istri lebih dari 40 orang menjual Betau nya/saudara perempuannya dengan mandau satu Keba . dan keturunan dari Teko inilah yang menjadi penduduk desa Masukih,Rangan Hiran,Harowu ,Sungai Pinang dan Tumbang Bokoi di DAS Kapuas.
12 Kolohka Tumbang Moto di Kolohka ini ada Tajahan Lupang Baca yang ceritanya berasal dari Lupang/tempurung kelapa yang hanyut dan didalamnya tempat pendulang emas tradisional menaruh emasnya. Pada waktu itu ada ada warga yang kesurupan dan saat itu ada mahluk yang berwujut manusia timbul dari dalam air yang berpesan tempat itu harus di jadikan Tajahan
13 Labehu Sandik ; tempat ini diceritakan sebuah perkampungan orang-orang yang rambutnya berkunir / bahasa Ut-Danum Sandik = Kuncir
14 Kolohka Tumbang Marangai kepunyaan Bua Keting yang bergelar Tingang Notai Hulu Marangai yang menjadi nenek moyang Singa Keting pendiri Desa Rangan Hiran
15 Raca Moku Rangan Munu yaitu tempat orang mencari ikan yang banyak (Monu = Melimpah )
16 Tosah Hurung Anoi Liang buro’o (lokasi air terjun dan tempat war ga bekerja emas tradisional di sungai Baliti )
17 Kolohka Tumbang Nyo’oi Kandang Bongoi Aang Hanyo’oi tempat kandang Kerbau Singa Keting.

Disamping Kolohka ada beberapa tempat yang di yakini oleh penduduk sete mpat mempunyai persamaan sejarah dan situs yang perlu di dokumentasi dan di pertegas kepada dunia seperti Bukit atau Puruk.

Dalam Kawasan Desa Harowu yang juga menjadi milik semua warga Sungai Miri ada beberapa Puruk atau Bukit yang di keramatkan antara lain :

1 Puruk Sandukui ; bukit ini di yakini sebagai tiang tempat bertambatnya Banama/Bahtera Nabi Nuh zaman dahulu ,karena kata Sandukui = bertambat
2 Puruk Ruap ; di kaki bukit ini ada tanah adat yang luasnya sekitar 5000 ha yang merupakan hamparan kebun buah Durian dan disini ada tempat yang namanya Rupak Tamiang yang menurut warga tempat bersembunyinya Banteng dan Kerbau/Hadangan Liar
3 Puruk Liang Bungai ; tempat bersemayamnya Antang Tajah yaitu Antang Ambun yang berwujud burung Elang dan bisa membantu warga melihat peruntungan masa depan dalam menghadapi marabahaya dan wabah penyakit.
4 Puruk Pangandaran
5 Puruk Batu Tonduk ; tempat Singa Beneng berburu Banteng
6 Puruk Batu karung
7 Puruk Pandan Kuhung

Disamping ada Kolohka dan Puruk masih banyak Riam/Jeram dan sungai yang mempunyai sejarah dan tempat budaya yang perlu di lestarikan buat kelangsungan hajat hidup masyarakat yang berhubungan langsung dengan Program Heart of Borneo (HoB)

Desa Harowu

Menurut sejarah sebelum berpindah ke desa Harowu sekarang desa ini awal mulanya berada di Sungai Masukih .
Pada zaman Belanda Kampung Harowu Lama waktu di pimpin oleh Singa Dengen dan Singa Rahap pernah mendapat penghargaan Medali Bintang Perak oleh pemerintahan Belanda karena kepedulian nya membayar pajak yang tercatat ada 300 orang warga Harowu yang bayar Pajak zaman Tuan Rahing .
Sekarang Kampung Harowu Lama hanya tinggal sisa-sisa tiang Betang dan sebuah Sandung kepunyaan Ronyuh serta kebun rotan dan durian ,sandung ini yang ddirikan sebelum Perjanjan Tumbang Anoi atau sekitar tahun 1800 Masehi yang terletak pada titik GPS 49 M (X): 0797606 dan UTM (Y) :9938726

Desa Harowu Kecamatan Miri Manasa terbentuk sejak tahun 1942 atau pada masa
penjajahan Jepang, pada saat itu desa tersebut telah terbantuk secara depinitif, nama desa
Harowu sendiri berasal dari nama sungai yaitu sungai tepatnya anak sungai Masukih yang
bernama sungai Harowu. Dan pada peta Dunia terletak di titik GPS 49 M : 079936 dan UTM (Y) : 9937909
Desa yang sekarang ditempati merupakan tempat berladang
masyarakat desa Harowu, namun kerena terjadi bencana banjir dan kelaparan di desa
Harowu maka akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke tempat yang lebih memungkinkan yaitu ke sungai Hanyo’oi .Dan beberapa tahun setelah itu mereka pindah lagi ke kaki Puruk Pakon tempat yang sekarang dijadikan desa Harowu.
Alasan menggatikan nama pada saat itu adalah untu memudahkan administrasi. Sementara
orang - orang pertama sebagai perintis perintis desa tersebut adalah Ongko Jata, Ongko
Lahap, Ongko Silik, dan Ongko Bahui, ke empat orang tersebut berasal dari Batu Gerantung
Sungai Habaon atas desa Sandung Tambun yang berada di simpang kanan sungai Kahayan tepatnya adalah Desa
Habaon.sekarang .





Beberapa kejadian penting yang terjadi di desa Harowu antara lain :

No Tahun Kejadian Pemimpin desa keterangan
1 1942-1945 - masyarakat terserang penyakit Benes dan Kolera
- Warga Pindah ke Hanyo’oi Singa Rahap Warga yang meninggal 10 orang /hari
2 1950 - Banjir Bandang Sombin 50 orang meninggal dunia
3 1951 - Tiwah pertama Sombin
4 1955-1960 - Kelaparan dan hama tanaman Sombin Warga makan ubi
5 1987 - Banjir bandang Bayang Lanja Tidak ada korban jiwa,pemukiman hancur
6 2000 - Kebakaran lumbung padi Bayang Lanja Rawan Pangan
7


Hanya terjadi tiga kali pergantian kepala desa semenjak berdirinya desa Harowu sampai
: saat ini berikut adalah nama-nama Kepala Desa Harowu

Kepala desa pertama : Sombin (1955-1963)
Kepala desa ke dua : Bayang lanja (1963-2005)
Kepala desa ke tiga : Sawang Bayang (2005 – sekarang)

Catatan : Perbedaan Hutan Adat dengan Kolohka Menurut Mantir Adat (Opung Sombin ) dan Ketua BPD Desa Harowu ( Erang Bayang Lanja)

Hutan Adat : jenis Tanaman Buah-buahan yang luasan nya lebih dari 1000 ha
Kalohka : Bekas Kampung yang sudah di tinggal kan karena alas an wabah penyakit,asang kayau/perusuh yang memenggal kepala dan masih bisa di buktikan dengan Sandung,Kuburan ,Pantar, buah-buahan durian,cempedak,rambutan dan lain sebagainya.


Palangkaraya ,3 September 2010

Di ceritakan oleh : Apung Sombin (amai Erna ) & Aler (amai Hambit)

Ditulis ulang oleh : Thomas Wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sejarah Desa Gohong

Pendahuluan
Desa Gohong secara administrative berada pada Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau yang berjarak ±82 km dari Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah Palangkaraya dan berada pada jalan poros Tran Kalimantan atau berjarak ±12 Km dari Kota Pulang Pisau.
Desa Gohong menurut cerita penduduk setempat merupakan sebuah desa yang tua dengan nama dahulunya bernama Tanjung Lewu Minanga (zaman tatum cerita Bandar).
Kata Gohong sebenarnya berasal dari nama sebuah sungai yang terdapat pada Tanjung Lewu Minanga yang berarti guruh riam,yang ketika itu setiap malam orang mendengar seperti bunyi desau arus air yang deras pada sebuah riam,padahal di Tanjung Lewu Minanga tidak ada riam atau jeram
Sejak saat itu penduduk yang aktivitasnya kebanyakan berada pada sungai gohong,bila pulang ke kampung Tanjung Lewu Minanga selalu mengatakan mereka berasal dari Gohong yang sampai saat ini menjadi nama yang depenitif pada desa Gohong.
Sebelum zaman Bahanndar (Zaman Tatum) di Tanjung Lewu Minanga ada juga kampung di hulu desa yang dekat dengan pulau Ketapang ,yaitu kampung Ulek Rundung Lewu Baduruh,(Pelabuhan Pabrik Pollywood PT.Hutan Domas Raya) yang menceritakan dahulu kala di kampung ini di adakan upacara Balian selama 7 hari 7 malam.ketika itu terjadilah angin dan petir yang bersahut-sahutan (Bahasa Dayak nya Basaluh) dan kampung tersebut pun ceritanya longsor dengan penghuninya kebawah air (alam Gaib) sampai saat ini pun sering terdengar bunyi music gong orang yang melakukan upacara balian di daerah tersebut dan sekarang sudah menjadi teluk Domas atau Juking Mara sambung.
Keanehan pernah terjadi ,waktu PT.Domas membuat Bace Camp di Teluk Juking Marasambung atau bekas Kampung Ulek Rundung Lewu Baduruh tersebut Tongkang dan Tank Minyak mereka pun ikut longsor masuk ke sungai dan sampai saat ini tidak pernah bisa di angkat ke permukaan.
Didesa Gohong banyak situs –sejarah yang sebenarnya di keramatkan seperti balai Patahu batu Kamantuhu yang di percaya mempunyai nilai mistis dimana batu tersebut bisa beranak dahulu waktu zaman zending Bassel (misionaris Kristen ) yang berada pada Desa Gohong .Tuan Brown pernah membuang batu tersebutke sungai ,,tapi keesokan harinya batu tersebut kembali lagi ketempat semula. Seperti komplek sandung di Juking Mara Sambung
Tahun 1700 Masehi
Di Desa Gohong pernah dibangun betang yang besar oleh Tamanggung Singa Rontah dan tokoh yang terkenal dari kampung ini yaitu Tamanggung Singa Rewa yang kuburan nya masih bisa di lihat di desa Gohong saat ini.
Mengikuti waktu dan arus perkembangan zaman Kampung Gohong pun mengalami perubahan
Tahun 1800 Masehi
Kesultanan Banjar pun melebarkan pengaruhnya di Das Kahayan,di mana pernah terjadi pertempuran di benteng aur baduri di desa Pangkoh yang menceritakan kekalahan raja banjar dan bagaimana dengan kelicikan nya menyerang benteng Aur Baduri dengan emas,wang dan perak untuk menembus benteng.di ketika masyarakat lengah karena benteng yang begitu besar yang terbuat dari aur / Bambu Berduri di tebang untuk mengambil emas dan perak yang nyangkut di dahan bambu,sehingga masyarakat menyingkir ,ada yang masuk sungai Sala di desa Mantaren dan sebagian lari kehutan Adat Kalawa sekarang.
Tahun 1900 Masehi
Tahun 1935 Zending Bassel dari Jerman Masuk di Desa Gohong untuk menyebarkan agama Kristen,tahun 1950 Desa Gohong resmi menjadi kampung dengan Kepala Kampung yang pertama di jabat oleh Pambakal Unung,setelah itu dig anti oleh Sias Nahason (1950) terus diganti oleh Manasse Ismail (1970) ,Pambakal Efendi (1990),Liwan I.Awai (1990-2005) dan sekarang di jabat oleh Yanto (2005 -2010)
Lokasi sejarah di desa Gohong al :
1 Batu Kamantuhu (yaitu batu yang bias beranak antara lain batu :–Agung,Tamanggung,Tekai,Remeng,Hanyi,Hayung dan batu Selung yang di yakini oleh warga setempat sebagai Penjaga Patahu Lewu Desa Gohong.
2 Kaleka Singa Runtah di juking Mara Sambung,yang di yakini tempat sanding keluarga dan di jaga oleh Buaya dan Ular Hanjaliwan.
3 Teluk Ulek Rundung Lewu Baduruh (teluk Domas sekarang)
4 Pulau Ketapang ,ada kuburan bergantung saudara Tamanggung di sungai Sagihan yang di percaya menyimpan harta di sebuah Sangku Kadarah yang dulunya tempat mandi Putri Sumbu Kurung anak dari Dambung yang memimpin Lewu Tanjung Bereng Kalingu (Kelurahan Bereng sekarang)
5 Desa-desa yang berkaitan dengan sejarah desa Gohong al; Kelurahan Bereng (dulunya Tanjung Bereng Kalingu) Anjir Pulang Pisau (dulunya Lewu Tarusan Raja)Pulang Pisau,(dulunya Lewu Ulek Rundung Labuhan Banama),Kelurahan Kalawa (dulunya Lewu Dandang Taheta Ulek Ruak Patahu) Desa Mantaren (dulunya Lewu Pagar Buluh sungai Sala) Desa Buntoi (dulunya Lewu Luwuk Dalam Batawi,berubah menjadi Petak bahandang tahun 1953 menjadi Buntoi)Desa Pangkoh (dulunya disebut Lewu Teluk Kantan Benteng Haur Baduhi)Lewu batu Nindan (Desa Maliku )dan Desa Dandang tingang (desa Dandang.
6 Untuk pentilasan sejarah masih bias di lihat al : Banama Bandar di Sungai Bangkalung Kelurahan Kalawa,Betang Buntoi di Desa Buntoi dan Pulau bagantung di Teluk Kantan serta pulau Mintin (sejarah dan cerita ini di sampaikan oleh Bustani Jasman /Bapak Imis dan Marto Spd Mantir Adat Desa Gohong.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Surat Cinta Buat Pacar Ku

Sayang...
Apa kabarkah dirimu di sana?
mungkin kau betah di negeri orang,
surat ini sengaja kutulis untukmu,
supaya kau tau bagaimana kabarku dan kabar kampung halaman kita

Sayang...
Ingatkah kau waktu dulu?
kita bermain di hutan,
melepas lelah di bawah rindangnya pohon ulin,
kemudian tertawa sembari memandang hamparan hijau,
suara burung menghiasi pagi,
udara segar selalu terhirup hidung ini,
dan tak lupa monyet-monyet bergelantungan dengan lucunya,
mungkin kau akan tersenyum jika mengingat semua itu,
kita selalu ingin kembali ke sana

Suatu hari kita pernah tersandar di pohon yg sangat besar dan rindang,
di situ kita bermimpi, bermimpi membuat dunia menoreh perhatian kepada kampung halaman kita,
karena kampung halaman kita itu adalah pulau terbesar yang terkenal dengan hutannya.

Setiap hari kita bermimpi,
hingga kita beranjak dewasa,
kita terpisah satu sama lain,
kau meneruskan pendidikanmu di negeri orang demi menggapai mimpi yg kita gantungkan,
dan aku meneruskan pendidikanku di tanah air ini

Tapi...
mimpi tinggalah mimpi, sayang
hari ini aku pulang ke kampung kita,
terluka hatiku melihat semuanya berubah,
bukan maksudku ingin menyakitimu,
tapi inilah yg harus kukatakan padamu,
hutan kita hancur,
pohon yg dulu tempat kita bersandar sudah hilang wujudnya,
bukan hamparan hijau lagi yg kulihat,
tapi hanyalah bekas lahan yg sengaja dibakar,
monyet-monyet lucu itu tak terlihat lagi,
burung-burung pun pergi entah kemana,
yang kulihat hanya kegundulan, gersang, kosong,
hancur...lebur. ..
tak hanya hutan yg hancur, impian kita juga hancur!
apa yg ada di pikiran manusia zaman sekarang?
aku terkulai lemas, sayang
udara sudah tak sehat lagi di sini, asap mengepul setiap hari, hawa semakin panas,
apa yang harus kita katakan pada anak dan cucu kita nanti?
akankah mereka percaya bahwa bumi kita ini dulunya hijau asri?
aku sangsi..
akan jadi apa bumi kita suatu hari nanti...?

Sayang,
maafkan aku jika suratku ini hanya membawa luka,
maaf jika aku menghapuskan kerinduanmu pada kampung kita,
tapi inilah kenyataannya. ..
cepatlah pulang, kita harus perbaiki keadaan ini

Dari aku dan hutanku yg selalu merindukanmu. .

Sampit, 3 agustus 2010

By. Thomas Wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

KEADILAN PASCA OTDA SUDAH MERATAKAH (ADIL) BAGI PUBLIK ??

KEADILAN PASCA OTDA SUDAH MERATAKAH (ADIL) BAGI PUBLIK ??Judul dan potret diatas merupakan suatu pertanyaan yang merupakan buat renungan kita bersama dalam menilainya, yang mana masih menggantung dibenak kita. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat UU 32 Tahun 2004, pemerintah daerah yang ...mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu otonomi daerah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab yakni penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip tersebut penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Penyelenggaraan dengan pola desentralisasi memberikan kesempatan maupun peluang bagi daerah untuk mengelola, mengatur, membuat kebijakan secara mandiri dengan tujuan untuk atas nama mensejahterakan rakyat. NKRI yang mempunyai beragam keistimewaan dimana yang juga serta mempunyai Sumber Daya Alam (SDA ) yang melimpah tetapi sampai pada hari ini masih belum tersentuh sama sekali pola kesejahtreaan yang di amanahkan baik itu Pancasila, UUD 1945 maupun UU 32 Tahun 2004 walaupun Negara Republik ini telah merdeka hampir 65 Tahun. Berbagai Hal-hal yang sangat mendasar mengenai kesejahteraan rakyat di Republik ini yang belum terakomodir, sebutlah misalnya pelayanan KESEHATAN yang mana masih belum mendukung nya sektor ini dimana kurang menunjangnya pendukung infrastruktur maupun tenaga SDM sering kita lihat bagaimana dengan susah payahnya masyarakat untuk menikmati fasilitas kesehatan dengan nyaman harus membayar mahal semua itu. Program-program pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan tidak sejalan dengan sebagaimana yang diharapkan. Belum lagi disektor PENDIDIKAN. Sebutlah misalnya masih banyaknya anak-anak sekolah dasar dimana kalau untuk melanjutkan kesekolah lanjutan mereka harus rela untuk keluar dari tempat asalnya tentu ini akan membebani mereka baik itu financial sampai kepsikologis anak tersebut terhadap keluarga. Sering kita lihat juga anak-anak usia sekolah yang menjadi pekerja. Padahal sudah jelas disektor pendidikan ini pemerintah menetapkan program wajib belajar 9 tahun, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Pada Level PEMERINTAHAN DESA, dimana masih banyaknya fasilitas desa yang belum terbangun dalam hal untuk mendukung pelayanan Administrasi Desa, misalnya Kantor Desa apakah sudah diperhatikan oleh pemerintahan daerah nya setempat ini merupakan hal yang sangat krusial sekali apabila disuatu desa belum ada kantor desanya bagaimana mau mendukung kebijakan pemerintah dalam tertib administrasi. INFRASTRUKTUR JALAN bagi akses masyarakat, masih banyaknya desa-desa yang terisolir akibat minimnya akses jalan bahkan dari desa untuk menuju ke ibu kota kecamatan harus menempuh waktu yang cukup lama apa lagi mau ke ibu kota Kabupaten. KONFLIK TANAH antara masyarakat dengan PIHAK PERUSAHAAN, konflik tanah mengalami eskalasi dan memiliki dimensi baru Jika sebelumnya kasus tanah berdimensi konflik antara negara dan rakyat, kini telah mengalami pergeseran: pengusaha melawan rakyat. Dapat kita lihat diberbagai daerah dalam invasi perluasan areal diperkebunan dimana masih sering kita dengar, lagi-lagi masyarakat menjadi terpinggirkan dan menjadi penonton di tanah mereka sendiri. Sehingga, kita belum pernah mendengar ada ''tanah untuk rakyat'' seperti bunyi UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. PENYALAHGUNAAN APBD, dimana semenjak era otonomi daerah diberlakukan PEMDA diberikan wewenang seluas-seluasnya untuk menyusun, menetapkan dan menggunakan APBD untuk pemenuhan dan kesejahteraan Publik, tapi nyatanya apa yang terjadi justru sebaliknya dimulai dari proses penyusunan dan penetapan APBD dimana hal ini setali tiga uang antara pihak eksekutif dan legislative, proses penyusunan dan penetapan APBD hanya dijadikan untuk mengejar dan bagi-bagi lahan proyek semata, dalam hal penggunaan APBD juga terjadi kebocororan-kebocoran anggaran yang tidak pada mestinya yang sering kita dengar yakni KORUPSI BERJAMAAH. SUPREMASI HUKUM, Korupsi kian mencemaskan setelah implementasi Otonomi Daerah. Arah desentralisasi yang membawa semangat keadilan distributif sumber-sumber negara yang selama 32 tahun dikuasai secara otoriter oleh pemerintah pusat kini justru menjadi ajang distribusi korupsi dimana aktor dan areal korupsi kian meluas. Praktek korupsi tidak lagi terorganisir dan terpusat, tetapi sudah terfragmentasi seiring dengan munculnya pusat-pusat kekuasaan baru. Hukum yang seharusnya memberikan jaminan terwujudnya keadilan dan penegakan aturan juga tak luput dari ganasnya korupsi. Mafia peradilan kian merajalela dan lembaga peradilan tak ubah laksana lembaga lelang perkara yang membuat buncit perut aparat penegak hukum busuk. Rasa keadilan digadaikan oleh praktek suap menyuap. Intervensi politik terhadap proses hukum menyebabkan lembaga peradilan hanya menjadi komoditas politik kekuasaan. Tidak ada kasus korupsi yang benar-benar divonis setimpal dengan perbuatannya. Dengan kekuasaan uang dan perlindungan politik, koruptor dapat menghirup udara bebas tanpa perlu takut dijerat hukum. Tulisan ini di ambil dari makalah Agus Budiman pada FGD untuk group Diskusi Kontak Rakyat Borneo Tanggal 7 Mei 2010 di Pontianak Kalimantan Barat

by.Thomas Wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

http://www.justinbiebermusic.com/

http://www.justinbiebermusic.com/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS