Membangkitkan Etos Kerja dengan Pepatah Jawa

Sumber: www.AnneAhira.com

Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki beragam norma yang telah menjadi pegangan atau pedoman hidup sehari-hari. Demikian pula orang Jawa.


Dalam khazanah hidup kebudayaan Jawa, tersimpan ribuan pepatah petitih yang tetap diamalkan, dan memberikan warna khusus bagi dinamika masyarakatnya hingga kini.


Apabila disimak, kekuatan nilai pesan yang terkandung dalam pepatah Jawa masih banyak yang relevan sebagai landasan sikap dan perilaku. Selain itu, membentuk budi pekerti di era modern dan global.


Lebih dari itu, manakala didayagunakan, pepatah Jawa tersebut ternyata masih menyimpan kekuatan spiritual untuk menangkal berbagai macam intervensi negatif kehidupan yang menggejala di seputar kita, bahkan hingga detik ini.

Kekuatan spiritual itu bisa mencakup banyak hal dalam bidang kehidupan manusia. Salah satunya adalah membangkitkan etos kerja. Di zaman yang serba sulit ini, pekerjaan menjadi tumpuan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Dalam kondisi demikian—terlebih jika sistem yang berlaku tak kondusif—maka yang terjadi adalah meningkatnya stres dan menurunnya etos kerja. Karena itu, layak kiranya manusia menengok kembali pada warisan nenek moyang dari Jawa, yaitu pepatah.


Lantas, apa sajakah bunyi dan makna pepatah Jawa itu? Tetap ikuti paparan berikut.

Aja Nggege Mangsa

Artinya, jangan mempercepat musim atau waktu. Makna sejatinya adalah, jangan memaksakan diri dalam memperoleh hasil sebelum waktunya, karena apa yang didapat pasti tidak memuaskan.


Peribahasa ini berangkat dari kepercayaan bahwa tercapainya cita-cita sangat dipengaruhi ridha Tuhan. Di mana, terwujudnya keinginan tersebut sering dimaknai dan diungkapkan dalam perhitungan waktu, seperti wis titi wancine (sudah tiba saatnya).

Peribahasa ini juga menasihatkan supaya orang bersabar dan tidak tergesa-gesa dalam meraih cita-citanya. Jangan menuruti hawa nafsu belaka.


Sebab, segala macam keinginan baik manusia akan dikabulkan oleh Tuhan, asalkan memohon dengan sungguh-sungguh dan berusaha keras untuk mewujudkannya. Contohnya, untuk menjadi penulis, orang harus berlatih menulis tak kenal lelah, dalam waktu yang tak instan.

Cagak Amben Cemethi Tali

Artinya, cagak (tiang), amben (balai-balai), cemethi (cambuk), tali (tali). Terjemahan bebasnya, gambaran orang yang posisinya ibarat tiang balai-balai dan tali cambuk. Peribahasa ini sesungguhnya menggambarkan bahwa dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sulit, berbahaya, dan berat diperlukan orang yang benar-benar mumpuni. Maksudnya, terampil serta kuat mental dan fisiknya.


Misalnya, untuk memimpin negara, maka diperlukan sosok negarawan yang arif dan berwibawa. Jadi, peribahasa ini mengingatkan untuk tidak mengambil risiko dengan mempercayai orang yang belum ahli. Apabila yang bersangkutan sudah boleh dinilai sebagai cagak amben, cemethi tali, besar kemungkinan hasil kerjanya akan memuaskan.

Cegah Dhahar Lawan Guling

Artinya, cegah dhahar (mengurangi makan), lawan guling (mengurangi tidur). Model tirakat yang banyak dianjurkan bagi orang Jawa, sebagai laku olah batin melengkapi laku kasunyatan sehari-hari (bekerja). Tentunya, agar cita-citanya terkabul, dan kehidupannya lebih baik di hari-hari mendatang.

Kenyataannya, selama hidup di dunia, manusia menghadapi berbagai macam permasalahan dan godaan yang seakan tiada habis. Oleh sebab itu, sebaiknya setiap orang harus waspada. Salah satu cara meningkatkan kewaspadaan itu adalah dengan menjalani tirakat. Misalnya, dengan cegah dhahar lawan guling.

Lelaku seperti itu dipuji karena tirakat, sesungguhnya merupakan latihan olah rasa, batin, jiwa, dan raga. Apabila seseorang berhasil melakukannya dengan baik, dia akan memiliki kemampuan mengendalikan hawa nafsu, memperbaiki sifat dan perilaku, serta pikiran menjadi jernih.


Dengan begitu, besar kemungkinan dia mampu mengatasi berbagai permasalahan seberat apa pun yang dihadapi.

Gremet-Gremet Waton Slamet, Alon-Alon Waton Kelakon

Artinya, gremet-gremet waton slamet (merayap asalkan selamat), alon-alon waton kelakon (pelan-pelan asalkan kesampaian). Gara-gara pepatah ini, muncul anggapan bahwa orang Jawa itu sulit maju, lantaran masih mengamalkan filosofi tersebut. Mengerjakan segala sesuatu senantiasa pelan, tidak pernah cepat, seakan pasrah pada keadaan dan tidak berusaha melawannya.

Pendapat itu jelas keliru. Makna pepatah tersebut adalah mengingatkan agar jangan terburu-buru dan berbuat ceroboh. Setiap tindak perbuatan harus diperhitungkan dengan cermat. Karena itu, dalam bekerja sangat diperlukan kewaspadaan, bagaimana menyesuaikan diri, memperhatikan kanan-kiri, dan sebagainya.


Apa gunanya cepat berhasil, apabila proses yang dikerjakan justru mendatangkan malapetaka? Kendati cita-cita memang harus dikejar, namun tetaplah bersabar dan tidak ceroboh dalam meraihnya.

Golek Banyu Apikulan Warih, Golek Geni Adedamar

Artinya, golek banyu apikulan warih (mencari air berbekal sepikul air), golek geni adedamar (mencari api berbekal pelita). Ungkapan ini merupakan nasihat yang sangat tinggi nilainya di Jawa. Bahwa manusia harus memiliki bekal yang cukup dan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.


Apabila bekal dan wujud yang dicita-citakan berbeda, hasilnya tentu tidak memuaskan. Misalnya, jika ingin kaya dan sukses, orang harus bekerja keras dengan cerdas. Selain itu, dia hendaknya rajin berdoa dan tak boleh berputus asa.

Jer Basuki Mawa Beya

Artinya, jer (memang, seharusnya begitu), basuki (selamat atau sejahtera), mawa (memerlukan atau menggunakan), beya (biaya atau pengorbanan). Terjemahan bebasnya, untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan (keselamatan, kebahagiaan, kesuksesan hidup) senantiasa memerlukan biaya, kerja keras, maupun pengorbanan.

Semua itu harus ditujukan untuk cita-cita yang baik atau positif. Bukankah yang disebut basuki atau keselamatan dan kesejahteraan hidup adalah kebaikan bagi orang yang ingin meraihnya? Maka, apabila ongkos kesejahteraan tersebut berasal dari kejahatan atau dosa, tentulah hasilnya akan dilumuri kejahatan dan dosa pula. Situasi seperti itulah yang harus dihindari.

Nggoleki Tapaking Kuntul Nglayang
 
Artinya, nggoleki (mencari), tapaking kuntul nglayang (jejak bangau terbang). Pada kenyataannya, mencari jejak bangau terbang itu sulit ditemukan.


Jadi, pepatah ini mengandung ajaran, apabila ingin mencari jejak bangau, orang harus mengikuti ke mana pun bangau itu terbang. Intinya, untuk menemukan jejak bangau harus punya tekad kuat, serta memahami benar bagaimana tabiat sang bangau.

Di sini, cita-cita digambarkan seperti burung yang dapat terbang tinggi. Sementara, kita hanya dapat berjalan atau berlari di atas tanah. Jadi, mengejar burung (cita-cita) jelas amatlah sulit karena kecepatan burung terbang melebihi kecepatan lari manusia itu sendiri.


Oleh karena itu, dalam mewujudkan cita-cita, orang harus berani bersakit-sakit dan menempuh proses panjang yang kadang sangat melelahkan dan sepertinya tidak masuk akal. Semua itu ibarat mencari jejak bangau terbang.

Sareh Pikoleh

Artinya, sareh (sabar), pikoleh (memperoleh). Terjemahan bebasnya, orang yang sabar dalam berbuat (bertindak) akan memperoleh apa yang diharapkan. Pepatah ini menunjukkan betapa orang Jawa sangat memuliakan kesabaran dalam segala hal. Artinya, kesabaran sangat diperlukan ketika mewujudkan cita-cita hidup.


Bagaimanapun, kesabaran merupakan kunci untuk bertahan saat menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan yang menghambat tercapainya cita-cita. Kesabaran pun dapat menunjukkan tingkat kedewasaan pribadi seseorang, selain sifat dan perilakunya.

Sapa Tekun Golek Teken, Bakal Tekan

Artinya, siapa tekun mencari tongkat, maka dia akan sampai di tempat tujuannya. Teken memiliki makna bermacam-macam. Kenyataannya, apa yang disebut teken adalah tongkat yang digunakan sebagai alat bantu orang tua atau orang cacat untuk berjalan. Jadi, makna teken dalam pepatah ini adalah alat yang bisa membantu upaya manusia.       


Teken dalam bentuknya yang lain dapat juga bermakna ilmu pengetahuan, terutama ketika seseorang ingin pandai. Dapat pula kitab suci agama tertentu, jika dia ingin memperdalam keimanan dan ketakwaannya sesuai ajaran agama. Dengan memiliki teken, meskipun pelan dan tertatih, dia akan mampu terus berjalan menuju cita-cita yang didambakan.

Wani Nggetih Bakal Merkulih

Artinya, siapa berani berdarah-darah, maka dia akan memperoleh. Di sini, yang dimaksud nggetih atau sampai berdarah-darah adalah bekerja keras atau bertindak habis-habisan, bukan setengah-setengah.


Bekerja habis-habisan dapat mengisyaratkan sejauh mana etos profesionalitas seseorang dalam menjalani pekerjaannya. Semua kerja keras pasti akan memberikan hasil positif, apa pun bentuknya.
                
Begitulah pepatah bijak orang Jawa tentang etos kerja. Meski terkesan kuno lantaran diwariskan para pendahulu, pepatah tersebut tetap kontekstual dengan kondisi kekinian kita. Di dalamnya, tersembunyi ruh atau nilai positif yang dapat dipungut siapa pun.


Bukan untuk menghalangi langkah diri, melainkan agar dia kuat dan tangguh. Karenanya, jadikan pepatah itu sebagai motivasi dalam menggapai cita-cita hidup atau masa depan yang lebih baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Membangkitkan Etos Kerja dengan Pepatah Jawa"

Posting Komentar