KEADILAN PASCA OTDA SUDAH MERATAKAH (ADIL) BAGI PUBLIK ??

KEADILAN PASCA OTDA SUDAH MERATAKAH (ADIL) BAGI PUBLIK ??Judul dan potret diatas merupakan suatu pertanyaan yang merupakan buat renungan kita bersama dalam menilainya, yang mana masih menggantung dibenak kita. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat UU 32 Tahun 2004, pemerintah daerah yang ...mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu otonomi daerah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab yakni penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip tersebut penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Penyelenggaraan dengan pola desentralisasi memberikan kesempatan maupun peluang bagi daerah untuk mengelola, mengatur, membuat kebijakan secara mandiri dengan tujuan untuk atas nama mensejahterakan rakyat. NKRI yang mempunyai beragam keistimewaan dimana yang juga serta mempunyai Sumber Daya Alam (SDA ) yang melimpah tetapi sampai pada hari ini masih belum tersentuh sama sekali pola kesejahtreaan yang di amanahkan baik itu Pancasila, UUD 1945 maupun UU 32 Tahun 2004 walaupun Negara Republik ini telah merdeka hampir 65 Tahun. Berbagai Hal-hal yang sangat mendasar mengenai kesejahteraan rakyat di Republik ini yang belum terakomodir, sebutlah misalnya pelayanan KESEHATAN yang mana masih belum mendukung nya sektor ini dimana kurang menunjangnya pendukung infrastruktur maupun tenaga SDM sering kita lihat bagaimana dengan susah payahnya masyarakat untuk menikmati fasilitas kesehatan dengan nyaman harus membayar mahal semua itu. Program-program pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan tidak sejalan dengan sebagaimana yang diharapkan. Belum lagi disektor PENDIDIKAN. Sebutlah misalnya masih banyaknya anak-anak sekolah dasar dimana kalau untuk melanjutkan kesekolah lanjutan mereka harus rela untuk keluar dari tempat asalnya tentu ini akan membebani mereka baik itu financial sampai kepsikologis anak tersebut terhadap keluarga. Sering kita lihat juga anak-anak usia sekolah yang menjadi pekerja. Padahal sudah jelas disektor pendidikan ini pemerintah menetapkan program wajib belajar 9 tahun, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Pada Level PEMERINTAHAN DESA, dimana masih banyaknya fasilitas desa yang belum terbangun dalam hal untuk mendukung pelayanan Administrasi Desa, misalnya Kantor Desa apakah sudah diperhatikan oleh pemerintahan daerah nya setempat ini merupakan hal yang sangat krusial sekali apabila disuatu desa belum ada kantor desanya bagaimana mau mendukung kebijakan pemerintah dalam tertib administrasi. INFRASTRUKTUR JALAN bagi akses masyarakat, masih banyaknya desa-desa yang terisolir akibat minimnya akses jalan bahkan dari desa untuk menuju ke ibu kota kecamatan harus menempuh waktu yang cukup lama apa lagi mau ke ibu kota Kabupaten. KONFLIK TANAH antara masyarakat dengan PIHAK PERUSAHAAN, konflik tanah mengalami eskalasi dan memiliki dimensi baru Jika sebelumnya kasus tanah berdimensi konflik antara negara dan rakyat, kini telah mengalami pergeseran: pengusaha melawan rakyat. Dapat kita lihat diberbagai daerah dalam invasi perluasan areal diperkebunan dimana masih sering kita dengar, lagi-lagi masyarakat menjadi terpinggirkan dan menjadi penonton di tanah mereka sendiri. Sehingga, kita belum pernah mendengar ada ''tanah untuk rakyat'' seperti bunyi UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. PENYALAHGUNAAN APBD, dimana semenjak era otonomi daerah diberlakukan PEMDA diberikan wewenang seluas-seluasnya untuk menyusun, menetapkan dan menggunakan APBD untuk pemenuhan dan kesejahteraan Publik, tapi nyatanya apa yang terjadi justru sebaliknya dimulai dari proses penyusunan dan penetapan APBD dimana hal ini setali tiga uang antara pihak eksekutif dan legislative, proses penyusunan dan penetapan APBD hanya dijadikan untuk mengejar dan bagi-bagi lahan proyek semata, dalam hal penggunaan APBD juga terjadi kebocororan-kebocoran anggaran yang tidak pada mestinya yang sering kita dengar yakni KORUPSI BERJAMAAH. SUPREMASI HUKUM, Korupsi kian mencemaskan setelah implementasi Otonomi Daerah. Arah desentralisasi yang membawa semangat keadilan distributif sumber-sumber negara yang selama 32 tahun dikuasai secara otoriter oleh pemerintah pusat kini justru menjadi ajang distribusi korupsi dimana aktor dan areal korupsi kian meluas. Praktek korupsi tidak lagi terorganisir dan terpusat, tetapi sudah terfragmentasi seiring dengan munculnya pusat-pusat kekuasaan baru. Hukum yang seharusnya memberikan jaminan terwujudnya keadilan dan penegakan aturan juga tak luput dari ganasnya korupsi. Mafia peradilan kian merajalela dan lembaga peradilan tak ubah laksana lembaga lelang perkara yang membuat buncit perut aparat penegak hukum busuk. Rasa keadilan digadaikan oleh praktek suap menyuap. Intervensi politik terhadap proses hukum menyebabkan lembaga peradilan hanya menjadi komoditas politik kekuasaan. Tidak ada kasus korupsi yang benar-benar divonis setimpal dengan perbuatannya. Dengan kekuasaan uang dan perlindungan politik, koruptor dapat menghirup udara bebas tanpa perlu takut dijerat hukum. Tulisan ini di ambil dari makalah Agus Budiman pada FGD untuk group Diskusi Kontak Rakyat Borneo Tanggal 7 Mei 2010 di Pontianak Kalimantan Barat

by.Thomas Wanly

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "KEADILAN PASCA OTDA SUDAH MERATAKAH (ADIL) BAGI PUBLIK ??"

Posting Komentar